"Apa matamu tidak bisa membaca tulisan pada kertas-kertas itu! Itu adalah laporan-laporan yang akan dipakai pada saat meeting siang nanti! Tak ada laporannya, kau suruh kami meeting pakai apa! Apa kau sudah menghafal seluruh isi laporan-laporan tersebut yang akan disampaikan dalam meeting siang nanti!" Teriakan Max Julius terus menghantam saraf pendengaran Junny Belle. Dia benar-benar terhempas ke dasar Palung Mariana yang terdalam sekarang.
Masuklah Qaydee Zax Thomas ke dalam ruangan kerja pribadi Max Julius Campbell. Melihat kertas-kertas laporan yang sudah tidak utuh lagi keluar dari mesin penghancur, tentu saja dengan segala akting dan hiperbolanya, dia menutup mulutnya dengan kedua mata yang mencelang dan napas yang tertahan.
"Aku tidak suruh kau masukkan semua ke dalam mesin penghancur. Di antara laporan-laporan itu, ada beberapa notulen rapat yang sudah disahkan. Itulah yang harus kauhancurkan. Kok kau langsung masukkan semuanya ke dalam mesin penghancur tanpa memilah-milahnya terlebih dahulu?" sergah Qaydee Zax Thomas dengan napas tertahan, padahal dalam hati sanubarinya dia senang sekali Junny Belle melakukan kesalahan fatal seperti ini.
Junny Belle hanya bisa meratapi nasibnya dalam hati. Dia hanya bisa menyalahkan diri sendiri kenapa bisa termakan tipu muslihat Qaydee Zax dengan sebegitu mudah.
Jelas-jelas kau bilang kepadaku untuk masukkan semua kertas ini ke dalam mesin penghancur ini. Sekarang kata-katamu berbeda lagi… Kalau memang ada beberapa notulen rapat yang sudah disahkan di antara setumpuk kertas ini, kenapa tadi kau tidak mengatakannya? Memang kalau tidak membuatku keluar dari sini, kau takkan pernah puas ya, Qaydee Zax Thomas.
"Maafkan aku, Pak Max… Maafkan aku, Pak Max… Seharusnya laporan-laporan itu ada pertinggal dalam komputer sekretaris Pak Max bukan? Aku akan print semuanya lagi. Aku akan menyiapkan semuanya lagi sekarang…" kata Junny Belle di antara rasa sedih dan takutnya.
"Sudahlah… Sudah… Sudah cukup…" Max Julius Campbell mengangkat tangannya ke udara.
Junny Belle hanya bisa menatap Max Julius Campbell dengan mata yang sedikit membelalak dan mulut yang sedikit terbabang lebar.
"Aku rasa kau sekarang bisa ke divisi keuangan dan ambil gajimu. Mulai detik ini, aku tidak ingin melihatmu di hotel ini lagi. Mengerti!" sergah Max Julius dengan nada suara yang lebih tinggi satu oktaf.
"Aku mohon beri aku kesempatan sekali lagi, Pak Max. Aku sangat membutuhkan pekerjaan ini, Pak Max…" pinta Junny Belle memohon sekali lagi dan lagi di depan Max Julius. Lagi dan lagi perasaan Max Julius berdenyut nyeri melihat air mata yang berlinang tiada henti dari kedua mata bening nan jernih sang gadis cantik jelita.
"Keluar dari ruanganku sekarang juga… Aku masih harus membereskan kekacauan yang telah kauciptakan ini… Jangan ganggu aku lagi… Enyah dari hadapanku sehingga aku bisa berkonsentrasi dalam bekerja…" kata Max Julius lebih lembut sekarang, tapi dengan nada suara yang teramat dingin – dingin membekukan sumsum tulang.
Mau tidak mau, Junny Belle menyeret langkah-langkah kakinya keluar dari ruangan kerja pribadi Max Julius. Terlihat bahunya berguncang lembut dan terdengar sedikit isakan tangis tatkala gadis cantik jelita itu membuka pintu, keluar dan menutupnya dengan lembut.
Ingin sekali Max Julius berjalan dengan langkah-langkah lebar menghampiri sang gadis cantik jelita, merengkuhnya ke dalam dekapannya dan takkan melepaskannya lagi. Akan tetapi, lagi-lagi kemarahan dan kekesalan membutakan hati nurani, menutup cinta dan mengaburkan kelembutannya yang bersembunyi jauh di dalam lubuk sanubarinya.
Mimpi Max Julius Campbell bertolak lagi ke titik yang lain.
"Kupikir kau tidak ada urusannya lagi denganku semenjak kau tidak bekerja lagi di The Pride. Untuk apa kau menemuiku lagi di sini?" tanya Max Julius Campbell dengan pandangan menohok ke Junny Belle yang sudah menunggunya selama lebih dari dua jam dan sempat kehujanan karena tadi sempat turun hujan deras membasahi seantero kota Sydney.
Terlihat badan sang bidadari cantik kesayangan Max Julius yang menggigil kedinginan. Dia berbicara dengan gigi-giginya yang bergemeretak. Ingin sekali Max Julius membuka jasnya dan menyelimutkannya ke sekujur badan mungil nan seksi sang bidadari cantik jelita. Namun, lagi dan lagi tangannya membeku, sekujur tubuhnya mematung, dan ia tak kuasa melakukan apa yang diinginkan oleh hati dan perasaannya.
"Aku ingin pinjam uang darimu, Max… Aku benar-benar membutuhkan uang ini… Jumlahnya sangat banyak, tetapi aku sangat… sangat… sangat memerlukannya…"
"Berapa?" tanya Max Julius dengan nada dingin yang sama. "Memang sejak dulu kau hanya menginginkan uang, uang, dan uang bukan? Kau tidak bisa lagi mendapatkannya dari Adam Levano Smith sekarang. Sekarang kau beralih ke diriku. Kau tahu diriku bukan lagi seekor kodok miskin yang mengais rezeki di parit-parit ya…" desis Max Julius Campbell dengan sinisme dan sarkasme yang pedih mengiris.
"Seratus ribu…" jawab Junny Belle lirih. Dia menundukkan kepalanya, tidak berani menatap sang lelaki tampan nirmala ketika ia menyebutkan angka itu.
"Aku akan menjual beberapa rumah warisan orang tuaku dan membayar utangku ini secepatnya, Max..."
Max Julius mendengus sinis.
"Aku tak ingin menerima uangmu… Aku ingin kau membayarnya dalam bentuk lain…" kata Max Julius dengan sorot mata intimidasi ke Junny Belle.
Junny Belle merasa terkesiap di tempatnya. "Dalam bentuk apa?"
Max Julius mendekatkan mulutnya ke daun telinga sang bidadari cantik jelita dan berbisik,
"Aku ingin kau membayarnya dengan tubuhmu…"
Sungguh Junny Belle tidak merasa terkejut lagi mendengar permintaan dari sang lelaki tampan nirmala. Mendadak Max Julius meledak dalam tawa renyahnya yang penuh dengan sarkasme.
"Sudah kuduga kau takkan memberikan tubuhmu kepadaku… Kenapa? Kau merasa 100 ribu tidak cukup untuk menjadi bayaran yang pantas dariku untuk bisa menikmati tubuhmu itu? Kau yang sudah terbiasa buka kaki dan menjaja tubuhmu di luar sana, tentunya tahu bukan harga 100 ribu adalah harga yang lumayan bagimu melayani lelaki dalam satu malam?" desis Max Julius sinis.
Junny Belle merasa sakit hati bukan main. Namun, dia menepis jauh-jauh sakit hati itu. Tangannya perlahan-lahan naik dan membelai-belai wajah sang lelaki tampan. Untuk beberapa detik lamanya, Max Julius tertegun dengan keanehan yang ditunjukkan oleh sang gadis cantik jelita.
"Oke… Tidak masalah… Kau berikan 100 ribu kepadaku, aku akan menyerahkan segala yang aku punya kepadamu… Hanya kepadamu, Max…"
"Tidak usah sok berlagak jadi wanita yang masih perawan di hadapanku, Junny Belle! Aku tahu seperti apa tabiat dan perangaimu yang sebenarnya! Aku akan hubungi lagi dan memberitahumu waktu dan tempatnya…" Sambil tersenyum sinis, Max Julius berlalu dan masuk ke mobilnya yang sudah menunggu di depan pintu hotel The Pride.
Begitu mobil Max Julius berlalu pergi, air mata Junny Belle jatuh seketika. Badannya hanya bisa bersandar pada dinding kaca dan melorot lemas ke bawah.