"Max! Max!"
Junny Belle terus-menerus meneriakkan nama sang lelaki tampan nirmala. Ia juga ingin menerjang masuk ke dalam menyelamatkan sang lelaki tampan nirmala. Akan tetapi, kobaran api yang terasa begitu panas menusuk menghalangi niatnya. Dia kembali terhempas mundur karena kobaran api yang menjilat-jilat sampai ke luar gudang. Teriakan ketidakberdayaan dan lolongan minta tolong Max Julius terus menghantam saraf pendengaran Junny Belle laksana gementam meriam yang mengoyak keheningan, melemparkan puing-puing hati ke dasar neraka yang terdalam.
"Max! Max! Max!" teriak Junny Belle terus berusaha menerjang ke dalam.
Akan tetapi, satu balok kayu yang masih dihias oleh kobaran si jago merah jatuh dari atap gudang tepat ke kepala Junny Belle. Junny Belle menjerit melengking tinggi. Akhirnya badannya melorot lemas ke tanah dan dunia latar belakangnya pecah dalam kegelapan hitam pekat yang tak berpangkal ujung.
Rasa sakit pada sekujur tubuh, pada wajah, pada leher, dan pada bahu Max Julius juga mencapai puncak. Dia tidak bisa menahan rasa sakit tersebut lebih lama lagi. Rasa sakit yang mencapai puncak akhirnya menjadi tidak terasakan lagi. Tubuh Max Julius menjadi kebas dan mati rasa. Pandangan mata berangsur-angsur menjadi kabur dan akhirnya menghitam. Dunia latar belakang Max Julius juga tenggelam dalam kegelapan hitam pekat yang tak berpangkal ujung.
Tetangga-tetangga di sekitar panti asuhan mulai bahu-membahu memadamkan api. Ada yang menelepon pemadam kebakaran. Ada yang menelepon kedua suster pengasuh panti asuhan tersebut yang mereka ketahui pasti sedang berada di gereja.
Mobil pemadam kebakaran tiba di lokasi kejadian 10 menit kemudian. Kedua suster pengasuh dan adik-adik Max Julius tiba di depan gudang panti asuhan setengah jam kemudian. Mereka sungguh terperanjat kaget dan sungguh shocked menyaksikan kondisi sekujur tubuh Max Julius yang kini menderita luka bakar 80%.
Mereka juga menemukan tubuh Junny Belle yang tidak sadarkan diri kira-kira empat sampai lima meter dari posisi di mana tubuh Max Julius ditemukan. Junny Belle tidak menderita luka bakar apa pun karena posisinya yang cukup jauh dari kobaran si jago merah. Dia hanya pingsan tidak sadarkan diri karena suatu balok kayu jatuh mengenai kepalanya.
***
Entah berapa lama Junny Belle tenggelam dalam kegelapan pekat tak berujung. Begitu dia perlahan-lahan meraih kesadarannya dan membuka kedua matanya, dia mendapati dirinya sudah terbaring di atas sebuah ranjang rumah sakit. Dia mengerjap-ngerjapkan matanya memandang ke atas langit-langit yang dicat warna putih bersih.
Teringat dengan kejadian mengerikan yang baru saja menimpa dirinya dan Max Julius, dia bangkit dari tidurnya. Dia duduk di atas tempat tidurnya dan celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan dengan sorot mata panik.
Masuklah seorang suster yang membawa beberapa botol obat berukuran kecil – yang entah akan disuntikkan ke dalam tubuhnya melalui selang infusnya atau akan diberikan kepadanya untuk dimakan setelah dia sadar.
"Ada di mana aku?"
"Di rumah sakit, Nona… Anda sudah pingsan selama 24 jam penuh. Akhirnya Anda siuman. Apakah Anda baik-baik saja? Tidak ada yang sakit pada salah satu bagian tubuh Anda?" tanya si suster melihat ke Junny Belle dengan sorot mata sedikit khawatir.
"Apakah aku masuk ke rumah sakit ini bersama-sama dengan seorang pasien lainnya yang bernama Max – Max Julius?" tanya Junny Belle takut-takut.
"Iya… Dia sudah sadar enam jam yang lalu… Sayang tubuhnya penuh dengan luka bakar… Dia harus segera menjalani operasi untuk penyembuhan luka bakar di hampir seluruh tubuhnya itu…" kata si suster sembari meringis miris.
"Ada di kamar mana dia sekarang?" tanya Junny Belle sedikit gelagapan.
"Ada di kamar 207 di lantai dua… Memangnya kenapa, Nona?" tanya si suster polos. Baru saja si suster sibuk menyusun botol-botol obat berukuran kecil ke dalam nakas kecil yang ada di samping ranjang Junny Belle, Junny Belle sudah memanfaatkan kesempatan tersebut untuk mencabut jarum infusnya dan kabur dari kamar rawat inap tersebut. Begitu si suster berpaling, Junny Belle sudah tidak lagi berada di atas tempat tidurnya. Tentu saja si suster mulai panik dan kelimpungan mencari Junny Belle ke sana ke sini.
Tampak Junny Belle berlari-lari kecil di sepanjang koridor lantai lima bangunan rumah sakit tersebut. Junny Belle masuk ke dalam lift dan menekan tombol dua. Pintu lift terbuka dan Junny Belle tampak berlari-lari kecil di sepanjang koridor rumah sakit lantai dua mencari di mana letak kamar 207. Begitu melihat papan 207 pada sebuah pintu, tanpa pikir panjang Junny Belle membuka pintu dan langsung menerjang masuk ke dalamnya. Tampak Qaydee Zax sedang menyuapi Max Julius makan.
"Max… Max… Kau baik-baik saja?" Junny Belle meneteskan air matanya dan hendak mendekati sang lelaki tampan nirmala ketika sekonyong-konyong tangan kuat sang lelaki tampan nirmala mendorongnya mundur dengan kasar.
Tubuh Junny Belle mundur terhuyung-huyung ke belakang dan ia langsung terjerembab ke lantai begitu kakinya menyenggol sebuah kursi yang ada di belakangnya. Hati Max Julius sedikit sakit teriris melihat Junny Belle jatuh terjerembab di hadapannya. Ingin sekali dia memberdirikan sang gadis cantik jelita dan merengkuhnya kembali ke dalam pelukannya. Namun, segala cerita dan perkataan Qaydee Zax Thomas telah meracuni pikiran Max Julius, hanya membombardirnya dengan segala kebohongan, hanya mengisinya dengan segala kebencian dan kemarahan Max Julius sekarang terhadap Junny Belle.
"Kau bertanya apakah aku baik-baik saja setelah kau memancingku ke gudang itu, dan setelah Adam Levano Smith dan ketiga kawannya ingin membakarku hidup-hidup di dalam gudang itu! Kau sungguh tidak punya hati, Junny Belle Polaris! Kau sungguh tidak punya hati!" tuding Max Julius dengan jari telunjuk kanannya yang menunjuk ke Junny Belle, dengan tatapan matanya yang nanar, yang menyimpan seribu luka, sakit hati, dan kekecewaan di sana.
"Aku… Aku… Aku tidak memancingmu ke sana… Aku tidak tahu kenapa Adam Levano Smith dan ketiga kawannya juga bisa berada di sana… Aku sama sekali tidak tahu-menahu rencana mereka yang jahat terhadapmu, Max. Aku tidak tahu apa-apa… Kumohon percayalah padaku, Max… Percayalah padaku…" Air mata Junny Belle kini menganak sungai dan bergulir turun dari pelupuk matanya – tiada pangkal, tiada ujung.
"Jangan percaya padanya, Max… Sejak awal dia memang hanya menyukai si Adam Levano Smith… Dia tidak pernah menyukaimu. Dia tidak pernah memiliki rasa apa pun terhadapmu. Dia hanya memanfaatkanmu. Dia hanya memperalatmu untuk menunjukkan kepada seluruh anak perempuan di sekolah kita bahwasanya ada dua anak laki-laki tampan sempurna yang jatuh hati padanya pada saat bersamaan." Qaydee Zax Thomas terus menebar fitnah dan menyiram bensin ke atas luka-luka perasaan Max Julius yang belum sepenuhnya sembuh.