Jay Frans Xaverius membantu Adam Levano Smith. Keduanya harus mengeluarkan tenaga ekstra cukup banyak karena tubuh Max Julius yang memang cukup tinggi, besar, kekar nan bedegap. Vallentco Harianto yang memang pada dasarnya lemah nan kurang bertenaga hanya bisa mengikuti kedua temannya yang menyeret tubuh Max Julius masuk ke dalam gudang.
"Ikat dia pakai rantai ini…" kata Jay Frans Xaverius mengeluarkan sebuah rantai besi besar dari dalam karung goni yang dibawanya pagi itu. Ketiga rekan kejahatannya bertepuk tangan sejenak mengagumi persiapannya pagi itu.
"Tidak kusangka persiapanmu benar-benar matang, Jay…" celetuk Lolita Jacqueline Wijaya.
"Tentu saja… Efek bubuk orpiment kuning ini hanya bertahan tidak lebih dari sepuluh menit. Dengan adanya rantai besi yang mengikatnya ini, setidaknya dia takkan banyak berkutik ketika dia sadar nanti." Jay Frans Xaverius memberikan sedikit penjelasan.
"Dan kita bisa melemparinya dengan bubuk kuning maskulin lagi. Dia akan pingsan lagi. Begitu dia sadar lagi, kita lempari dia lagi dengan bubuk kuning maskulin lagi. Dia akan pingsan lagi. Begitu seterusnya sampai Adam Levano kita berhasil membujuk si Junny Belle untuk ikut dengannya pergi dari sini," tukas Vallentco Harianto menyeringai jahat.
"Sempurna… Benar-benar sempurna…" celetuk Adam Levano Smith dengan senyuman penuh kepuasan. "Pagi ini aku akan bisa berkencan dengan Junny Belle. Si Max Julius ini hanya bisa mendekam di gudang ini dan siang harinya dia baru akan keluar dari gudang ini."
Terasa tubuh Max Julius yang begitu berat. Adam Levano Smith dan Jay Frans Xaverius benar-benar harus mengeluarkan tenaga ekstra mereka untuk bisa menyeret tubuhnya sampai ke bagian tengah gudang tersebut. Karena tidak berhati-hati, kaki Adam Levano Smith menyenggol drum yang berisi solar generator. Solar tumpah di lantai dan sebagian mengenai bahu hingga wajah Max Julius yang masih tidak sadarkan diri.
"Hati-hati… Kau menumpahkan solar panti asuhan ini," kata Vallentco Harianto.
"Tubuhnya berat sekali…" keluh Jay Frans Xaverius terus menyeret tubuh Max Julius ke bagian tengah gudang tersebut.
"Saatnya kita persiapkan bubuk kuning maskulin yang selanjutnya. Siapa tahu mendadak dia sadar kan…" kata Vallentco Harianto sembari mengeluarkan suatu bungkusan dari dalam tasnya yang berisi penuh bubuk kuning maskulin. Namun, saat dia hendak membuka ikatan karet pada bungkusan plastik tersebut, dia mulai kesulitan karena simpul karet gelang tersebut terlalu kuat dan rumit.
"Susah sekali dibuka… Kok pegawai toko itu mengikat karet gelang ini sampai sedemikian rumit dan kuat?" Vallentco Harianto terdengar sedikit menggerutu.
Vallentco Harianto mengeluarkan sebuah macis dari dalam tas yang ia bawa. Ia ingin membakar sedikit bagian simpul karet gelang tersebut sehingga bisa langsung putus dan bungkusan plastik tersebut bisa langsung terbuka.
Memang nasib nahas menyapa pada saat itu. Api macis mulai membakar karet gelang tersebut. Cairan karet mulai menetes dan salah satu tetesannya mengenai jari-jemari kaki Vallentco Harianto yang pada saat itu hanya mengenakan sandal. Vallentco Harianto terhenyak seketika dan tangannya kontan mencampakkan macis yang digenggamnya begitu saja.
Macis jatuh di atas genangan solar. Untunglah sebelum mengenai solar, nyala api pada macis sudah padam. Sialnya lagi, nasib nahas yang lain datang menghampiri. Tetesan karet yang masih mengandung nyala api langsung menetes tepat ke atas genangan solar. Kobaran api mulai tampak dan menjilat-jilat. Kobaran api mulai menyambar mengikuti arah genangan solar yang berasal dari drum. Drum mulai terbakar hebat dan terjadilah ledakan kecil dalam gudang tersebut.
"Kebakaran! Kebakaran!" teriak Vallentco Harianto yang pada dasarnya memang penakut. Ia segera menarik tangan pasangan homonya, membuka pintu gudang dan keduanya segera mengambil langkah seribu dari gudang tersebut.
Lolita Jacqueline Wijaya segera menggandeng tangan sang lelaki yang dicintainya dan mereka segera keluar dari gudang yang mulai dilalap si jago merah tersebut. Setelah beberapa langkah di luar gudang, Adam Levano Smith menahan langkah-langkah Lolita Jacqueline Wijaya dengan sinar mata merasa berdosa.
"Kau yakin kita akan meninggalkannya di dalam sana begitu saja?" tanya Adam Levano Smith di antara perasaan panik dan bersalah yang menyergapnya.
"Bukankah ini adalah keinginanmu untuk membalaskan sakit hatimu pada Max Julius? Sebentar lagi dia akan mati terbakar di sana dan sainganmu dalam memperebutkan Junny Belle sudah tidak ada lagi bukan?" celetuk Lolita Jacqueline santai.
Sungguh terhenyak bukan main Adam Levano Smith karena Lolita Jacqueline Wijaya masih bisa berujar dengan ringan nan santai tanpa merasa berdosa sedikit pun.
"Tapi dengan membiarkannya terus di dalam sana dia bisa benaran tewas terbakar. Aku tidak mau menjadi seorang pembunuh, Lolita!" sergah Adam Levano Smith dengan nada suara tinggi.
"Kau sekarang sudah menjadi seorang pembunuh! Lantas, apakah kau berpikir seorang pembunuh bisa bertukar peran menjadi seorang pahlawan! Kau pikir kau masih bisa masuk ke sana, ke dalam gudang yang 60% sudah terlalap api? Mimpi di siang bolong!" dengus Lolita Jacqueline Wijaya dengan sinisme dan sarkasme menjijikkan yang berbaur menjadi satu.
Adam Levano Smith berdiri mematung dan menjadi ragu sejenak. Dia terus menatap ke arah gudang yang sudah mulai mengeluarkan asap hitam pekat yang mengepul-ngepul.
"Jelas kita takkan bisa menyelamatkannya lagi. Namun, kita masih bisa menyelamatkan diri kita sendiri. Sebelum para penghuni panti datang ke sini dan memergoki kita di sini, dan sebelum polisi tiba di sini, alangkah baiknya kita pergi dari sini…" kata Lolita Jacqueline Wijaya dengan sorot mata tajam – tanpa rasa berdosa setitik pun, tanpa belas kasihan sedikit pun.
Lolita Jacqueline Wijaya menggandeng tangan Adam Levano Smith. Ia setengah menarik kasar tubuh lelaki itu yang seakan-akan masih berat hati meninggalkan gudang yang terbakar itu – menyusul pasangan homo Vallentco Harianto dan Jay Frans Xaverius yang sudah berlari entah ke mana.
Karena efek bubuk kuning maskulin perlahan-lahan sudah menghilang, Max Julius bisa segera meraih kesadarannya kembali. Panik dan ngeri segera menjalar masuk ke dalam pembuluh-pembuluh darahnya. Dia ingin menerjang keluar dari tengah-tengah kobaran si jago merah yang begitu panas membara. Akan tetapi, mulai terasa kesakitan yang begitu menggores nan menyayat begitu si jago merah perlahan-lahan menghampiri dan menggerogoti sekujur tubuhnya, terutama bagian wajah, leher, dan bahunya.
"Tolong! Tolong aku! Aku terkurung di sini! Tolong!"
Teriakan tidak berdaya terdengar di dalam gudang. Junny Belle yang tiba di tempat tersebut dua menit kemudian juga terhenyak panik bukan main menyaksikan kebakaran itu, apalagi mendengar jeritan minta tolong Max Julius dari dalam gudang yang masih dipenuhi dengan kobaran si jago merah yang menjilat-jilat.
"Tolong! Tolong aku! Aku terkurung di sini! Tolong!" Terdengar lagi teriakan ketidakberdayaan Max Julius dari dalam gudang yang dikelilingi oleh kobaran api yang menjilat-jilat.
"Max! Max!"