"Junny Darling… Kau sama sekali tidak percaya padaku?" tanya Max Julius dengan sorot mata sakit hati dan kekecewaan yang mendalam.
"Bukan tidak percaya padamu… Mendadak saja aku tidak percaya pada diriku sendiri… Mungkin sejak awal… sejak awal… kita tidak seharusnya berpacaran, Max. Mungkin sejak awal kau lebih cocok berpacaran dengan Qaydee Zax Thomas itu daripada bersama-sama denganku, Max."
"Kau bicara apaan sih, Darling? Aku hanya menganggapnya teman baik. Terlebih-lebih aku hanya menganggapnya adik perempuanku. Tidak bisa lebih dari itu..."
"Melihat apa yang dilakukannya padamu tadi, mendadak saja aku merasa selama ini mungkin kita telah melakukan kesalahan, Max. Kita tidak seharusnya bersama yang akhirnya menghancurkan hati dan perasaan perempuan lain yang juga memiliki perasaan serupa terhadapmu," kata Junny Belle. Sementara itu, senandika batinnya juga melantunkan sebait nada kekecewaan. Tidak seharusnya kau bersama-sama dengan gadis penyakitan sepertiku, Max. Tidak seharusnya kau berpacaran dengan seorang gadis penyakitan, yang tidak tahu kapan ajal akan menjemput, memisahkan nyawa dari raga ini, memisahkan kita berdua. Seharusnya kau bersama-sama dengan Qaydee Zax, dengan masa depannya dan kebahagiaan kalian yang lebih menjanjikan.
"Kenapa mendadak sekarang kau mendorongku ke Qaydee Zax, Junny Darling? Aku sama sekali tidak pernah memiliki perasaan terhadapnya, Junny Darling. Aku hanya memiliki rasa terhadapmu. Aku hanya menyukaimu – dari dulu hingga sekarang. Kenapa mendadak kau berubah dan menolakku seperti ini, Junny Darling?" kata Max Julius dihantam oleh ribuan palu sakit hati dan kemudian dijerumuskan ke dalam neraka jahanam yang terdalam.
"Lebih baik… Lebih baik… kita berteman saja, Max…"
Kalimat Junny Belle tersebut sangatlah singkat, jelas, padat, berisi. Namun, kalimat tersebut sangatlah mematikan dan berhasil menghancurkan sendi-sendi pertahanan Max Julius. Dia bagai terhempas ke jurang neraka dan dibakar habis oleh kobaran api neraka yang menjilat-jilat.
"Junny Darling… Dia yang menyerang ke arahku tadi, Junny Darling… Aku sudah mendorongnya mundur. Aku sudah menegaskan kepadamu aku sama sekali tidak memiliki rasa apa-apa terhadapnya. Aku harus bagaimana lagi baru kau bisa percaya kepadaku?" kata Max Julius dengan sinar mata nanar, benar-benar terpuruk ke dasar duka dan nestapa.
"Lebih baik kita berteman saja, Max… Untuk mengurangi sakit hati dan kekecewaan nanti di masa mendatang… Untuk menghindari sakit hati dan kekecewaan yang tidak perlu pada dirimu…" desah Junny Belle lirih. Dengan segala kemantapan hatinya, dia berbalik badan lagi dan meninggalkan Max Julius seorang diri di anak-anak tangga itu.
Max Julius benar-benar bagai digempur oleh beberapa bom atom sekaligus dan kini hanya meninggalkan sekujur tubuhnya yang sudah luluh lantak di atas medan pertempuran. Dia harus bersandar pada dinding tangga untuk sejenak karena sekarang badannya sudah melemas.
Lindap kesedihan mulai menggerogoti seantero pikiran Max Julius. Dia benar-benar kehilangan seluruh sendi pertahanannya. Dia benaran terhempas ke jurang terdalam dari Palung Mariana tanpa mampu berenang menyelamatkan diri ke permukaan.
Semuanya berakhir begitu saja… Semuanya menghilang begitu saja… Ibarat panas setahun dihapus hujan sehari, ia sungguh tidak mampu menerima kenyataan ini.
***
Bel pulang sekolah pun berbunyi. Dengan langkah-langkah gontai dan wajah yang sedikit sendu, Junny Belle menyandang tasnya dan berjalan menuju ke pintu depan sekolah.
"Jun… Jun… Junny…" panggil Adam Levano Smith yang sungguh tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Dia tampak berlari-lari kecil menghampiri sang bidadari cantik jelita.
Max Julius yang menyaksikan adegan tersebut dari koridor lantai dua hanya bisa mengeraskan rahang dan mengepalkan kedua tangannya. Amarah sungguh mulai membelungsing dalam relung-relung sanubari sukmanya.
Junny Belle berhenti sebentar. Dia tidak berkata apa pun. Dia hanya menatap Adam Levano Smith yang kini berdiri berhadap-hadapan dengannya dengan sinar mata yang sulit diartikan.
"Kau sedang menunggu pengasuhmu datang menjemputmu?" tanya Adam Levano dengan sebersit senyuman cerah. Bagai pucuk dicita ulam tiba, hari ini dia akan mendapatkan kesempatannya untuk mengantar sang bidadari cantik jelita pulang dan berduaan dengannya.
"Tidak… Aku akan naik taksi pulang…" kata Junny Belle singkat, jelas, padat, berisi.
"Ikut mobilku saja… Kebetulan rumahku dan rumahmu kan searah…" kata Adam Levano Smith dengan sebersit senyuman semringah.
"Tidak bisa… Sebelum pulang ke rumah, aku masih harus ke tempat les bahasa Inggris, Adam…" kata Junny Belle menggeleng dengan lembut.
"Yah aku antarkan kau ke tempat lesmu saja kalau begitu…" kata Adam Levano Smith masih berusaha dengan gigih.
"Aku tidak ingin merepotkanmu, Adam…"
"Tidak merepotkan kok… Mobilku kosong dan aku dengan senang hati mengantarmu ke tempat lesmu atau ke tempat lain yang kaukehendaki…" Mendadak saja, Adam Levano Smith mulai mencengkeram lengan Junny Belle dengan penuh semangat sementara wajahnya masih menampilkan senyuman semringah yang sama.
Max Julius yang menyaksikan adegan tersebut dari lantai dua mulai mengerutkan dahi. Ia berjalan turun ke lantai bawah sekarang.
Junny Belle menggeleng cepat dan ia berusaha melepaskan lengannya dari cengkeraman Adam Levano Smith yang terlihat terlalu bersemangat.
"Tidak usah, Adam… Aku rasa lebih baik aku naik taksi saja… Aku tidak ingin merepotkanmu…"
Kini Adam Levano Smith sedikit mengerutkan dahinya. Dia sungguh tidak menyangka gadis cantik jelita ini akan begitu keras kepala dan sukar dihadapi. Dia jadi bertanya-tanya apa kiat-kiat dari Max Julius sehingga lelaki itu sanggup menghadapi gadis cantik ini selama ini.
"Kau benar-benar tidak merepotkanku kok… Benaran… Aku dengan senang hati akan mengantarmu ke mana saja…" Kini Adam Levano Smith bukan hanya mencengkeram lengan sang gadis cantik jelita itu, tetapi ia juga mulai sedikit-sedikit menyeret tubuh gadis itu supaya bergerak ke tempat mobil mewahnya terparkir.
"Tidak usah, Adam… Lepaskan aku… Lepaskan aku, Adam…" Junny Belle mulai sedikit meronta dan berusaha ingin melepaskan diri dari cengkeraman Adam Levano Smith.
Mendadak tangan Adam Levano Smith ditepis dengan kasar oleh suatu tangan lain yang sekonyong-konyong muncul entah dari mana. Junny Belle menoleh dan mendapati sang pangeran tampan nirmala sudah berdiri di sampingnya. Secara refleks, dia bernapas lega dan sedikit bersembunyi di belakang tubuh Max Julius yang tinggi kekar. Adam Levano Smith mengernyitkan dahinya melihat kemunculan sang pengganggu yang sungguh tidak disangka-sangkanya di hadapannya kini.
"Ada apa? Aku kira sekarang ini menjadi urusanku untuk mengantar Junny Belle pulang atau ke tempat lain yang ia inginkan…" desis Adam Levano Smith tajam dan sedikit disertai sinisme.
"Umpamanya aku adalah kau, kepercayaan diriku takkan setinggi itu, Bro… Tanyakan sendiri pada Junny… Apakah kau ikut dengannya atau ikut denganku, Junny Darling?" tanya Max Julius lembut.
Di tengah-tengah kekalutan dan ketakutan pikirannya, secara refleks juga Junny Belle meraih tangan sang pangeran tampan dan menggenggamnya erat. Dia sendiri bingung dan tidak mengerti mengapa ia bisa berbuat demikian.
"Lihat itu kan?" Gantian Max Julius yang berujar kepada Adam Levano Smith dengan wajah penuh kepuasan dan kemenangan.