"Sorry, Qaydee… Aku tidak memiliki perasaan yang sama terhadapmu…"
"Di mana kekuranganku dibandingkan dengan Junny Belle itu, Max? Di mana kekuranganku? Jika kau memberitahuku ada di mana letak kekurangan-kekuranganku, aku akan memperbaikinya."
"Masalah perasaan tidak bisa dipaksakan, Qaydee… Lagipula, dengan status dan kedudukanmu sekarang ini, aku tidak pantas mendampingimu. Kau tidak boleh memiliki perasaan yang khusus terhadapku, Qaydee. Aku takkan bisa memenuhi kriteria Mr. Perfect yang ada dalam pikiranmu itu. Kau terlalu baik untukku, Qaydee. Jadi aku rasa kita berteman saja… Oke kan?" Max Julius mulai merasa terperengah dengan segala rasa suka dan perasaan spesial dari gadis ini yang ditujukan kepadanya. Namun, dia tetap menolak dengan halus karena dia tidak ingin menyinggung perasaan gadis muda itu.
"Aku hanya ingin denganmu, Max… Aku tidak menginginkan siapa-siapa… Aku hanya menginginkanmu… Aku hanya ingin bersama-sama denganmu… Tidakkah permintaanku itu sederhana saja? Apakah permintaanku itu ketinggian buatmu? Aku tidak ingin kau berbuat apa-apa untukku. Aku hanya ingin kau di sampingku, bersama-sama denganku, menghiburku, menceritakan segala yang kaurasakan dan berbagi semuanya tentang hari-harimu. Apakah permintaanku itu terlalu berlebihan buatmu?"
Terlihat air mata mulai bergulir turun dari pelupuk mata sang gadis muda. Max Julius terhenyak bukan main. Dia menjadi serba salah dan salah tingkah. Kalau dilihat orang lain, silap-silap orang lain akan salah paham dan mengira dia telah mengapa-apakan gadis muda itu.
"Jangan begitu, Qaydee… Kau bisa mencari dan menemukan lelaki lain yang benar-benar lebih cocok untukmu… Dengan status dan kedudukanmu yang sekarang ini, aku yakin akan ada banyak lelaki yang antre untuk bisa dekat dan berpacaran denganmu. Tapi, tidak aku, Qaydee… Aku hanya menganggapmu sebagai teman dan terlebih-lebih sebagai adik perempuanku. Aku tidak bisa lebih lagi daripada itu. Aku sangat menyukai Junny Belle. Aku hanya ingin bersamanya dan menghabiskan waktu-waktuku bersamanya."
Max Julius mulai kehabisan akal dan kata-kata menjelaskan kepada Qaydee Zax Thomas supaya gadis muda itu bisa memahami posisi dan perasaannya.
"Tidak… Aku tidak mau dengan lelaki-lelaki yang lain… Aku hanya ingin dirimu… Sejak pertama kali kau mengajariku pelajaran matematika, aku sudah mulai punya rasa terhadapmu, Max. Aku berjanji pada diriku sendiri… Ketika kita dewasa nanti, aku tetap akan bersama-sama denganmu; aku tetap akan berada di sampingmu; dan aku akan menikah denganmu…"
Air mata Qaydee Zax Thomas terus bergulir turun tiada henti. Max Julius menjadi semakin serba salah.
Mendadak dan tanpa pemberitahuan apa-apa, Qaydee Zax Thomas meraih kedua belahan pipi Max Julius dan mendaratkan satu kecupan ke sepasang bibir anak lelaki tampan nirmala itu. Tentu saja Max Julius terperanjat kaget bukan main. Dia spontan mendorong mundur Qaydee Zax Thomas.
"Kau menodai harga dirimu sebagai seorang anak perempuan, Qaydee. Aku mohon jangan begitu, Qaydee…" teriak Max Julius setengah melolong dan setengah menghardik.
"Aku tidak sedang menodai diriku sendiri. Aku rela memberikan ciuman itu kepadamu. Aku sedang menunjukkan rasaku kepadamu…" balas Qaydee Zax Thomas sengit dan tak mau mengalah.
Sudah terlambat… Begitu Max Julius berpaling ke samping kiri, dia mendapati entah sejak kapan Junny Belle sudah berdiri di sana, dengan sarapan pagi yang masih ada dalam genggaman tangannya dan kini tengah menatapnya dengan sepasang matanya yang berkaca-kaca.
Junny Belle langsung berbalik badan dan berlari-lari kecil meninggalkan areal taman belakang tersebut. Max Julius mengejarnya.
"Jun… Jun… Junny Darling…"
"Max… Max…" Tangan Qaydee Zax Thomas masih berusaha menangkap tangan sang lelaki tampan nirmala yang sudah bergerak menjauh pergi.
"Lepaskan aku…" Kini Max Julius menghardiknya dengan suara yang lebih keras dan tinggi. Mau tidak mau Qaydee Zax melepaskan tangan sang pangeran pujaan hati.
Max Julius berhasil mencegat tangan sang gadis cantik jelita ketika gadis cantik jelita itu hendak berbelok menaiki anak-anak tangga yang terletak di bagian belakang bangunan sekolah tersebut. Saat itulah Lolita Jacqueline Wijaya lewat dari koridor simpang tiga yang berada tak jauh dari tempat mereka.
Lolita Jacqueline Wijaya memutuskan untuk menguping pembicaraan di antara kedua insan itu.
"Jun… Junny Darling… Junny Darling… Tidak seperti yang kaupikirkan, Jun… Dia langsung memberondong ke arahku tadi. Aku tidak tahu dia akan melakukan hal begitu… Dia tiba-tiba menyerang ke depan begitu…" kata Max Julius dengan nada lirih.
"Tak apa-apa… Kau bebas bersama dengan gadis mana saja…" kata Junny Belle berdiri membelakangi sang lelaki tampan nirmala. Dia mulai sedikit terisak dan menyeka ekor matanya yang berair.
"Oh, demi Tuhan… Junny Darling… Jangan berkata begitu dong… Aku jadi merasa sedih… Aku sama sekali tidak pernah mengkhianatimu, Darling… Aku berkata apa adanya. Dia yang tadi menyerang ke depan secara mendadak begitu. Aku sudah mendorongnya menjauh…" Max Julius berujar lagi dengan nada memelas.
Max Julius berdiri di samping sang bidadari cantik jelita. Dia sedikit membalikkan posisi badan sang bidadari cantik jelita sehingga kini sang bidadari cantik jelita berdiri menghadapnya.
"Lihatlah mataku… Kau akan tahu aku sedang berkata yang sesungguhnya…" kata Max Julius dengan sedikit nada permohonan yang mendalam.
Lolita Jacqueline Wijaya bersenandika dalam batinnya dengan sebersit seringai sinis yang bertengger di wajahnya. Max Julius seorang lelaki yang tampan nan tanpa cela. Tentu saja akan ada banyak perempuan yang senantiasa mendekati dan menggodanya. Di situlah kelemahan berpacaran dengan lelaki yang tampan nan memikat seperti itu. Dasar gadis cengeng…
Pas berbalik badan hendak meninggalkan tempat itu, terperanjatlah Lolita Jacqueline Wijaya karena entah sejak kapan Adam Levano Smith sudah berdiri di belakangnya dan diam-diam juga menguping pembicaraan kedua sejoli tersebut.
"Apa yang kaulakukan di sini?" desis Lolita Jacqueline Wijaya takut suaranya kedengaran oleh Max Julius dan Junny Belle.
"Kau sendiri? Apa yang kaulakukan di sini?" tanya Adam Levano Smith dengan sebersit senyuman sinis.
Lolita Jacqueline Wijaya hanya membisu seribu bahasa. Dia tidak tahu harus berkata apa karena jelas-jelas dia tertangkap basah sedang menguping pembicaraan orang lain.
"Tidak pernah kusangka kau suka bergosip juga rupanya, Lolita…" desis Adam Levano Smith dengan nada suara yang sulit ditafsirkan.
"Kau sendiri suka bergosip juga kan, terutama yang berhubungan dengan Junny Belle Polaris?" desis Lolita Jacqueline Wijaya antara sinisme dan sarkasme.
"Iya… Segala sesuatu yang berhubungan dengan Junny Belle adalah masalahku. Kini aku jadi memperoleh suatu informasi yang berguna… Thanks ya, Lolita… Berkat sikapmu yang ingin tahu apa urusan orang ini, jadinya aku sedikit banyak bisa memperoleh kesempatan untuk mendekati Junny Belle."
Max Julius ingin meraih tangan sang bidadari cantik jelita ketika sang bidadari cantik jelita menepis tangannya dengan lembut. Bukan main sakit hatinya Max Julius menerima penolakan yang seperti itu.