"Menurutku rasa suka itu tidak memerlukan alasan. Iya nggak sih?"
"Iya… Dulu ada seorang nenek tua yang bertetangga dengan kami sewaktu aku masih kecil. Nenek itu mengatakan mencintai dan menyukai seseorang itu tidak perlu alasan. Waktu itu aku tidak begitu mengerti apa maksudnya. Sekarang mungkin sedikit banyak aku sudah bisa mengerti apa maksudnya."
"Kau sudah mengerti apa maksudnya karena kau sekarang juga sedang merasakannya. Apakah… apakah aku terlalu percaya diri mengatakan hal itu?" Max Julius meledak dalam tawa lepasnya. Dia sendiri juga bingung kenapa hanya di depan Junny Belle Polaris dia bisa tertawa lepas seperti itu.
Junny Belle tertawa renyah.
"Iya… Kau begitu percaya diri…"
"Hanya di depanmu, Junny Darling… Di depan teman-teman sekelasku yang lain, aku tidak pernah seterbuka ini. Bahkan aku jarang berbicara dengan mereka semua jika tidak ada yang penting."
"Kenapa bisa begitu?"
"Entahlah… Tidak tahu juga… Mungkin hanya karena kaulah yang bisa menerimaku apa adanya… Thanks banget, Junny Darling…"
Max Julius memberanikan diri mengangkat tangannya mengelus-elus kepala sang bidadari cantik jelita. Karena sang bidadari cantik jelita tetap santai menikmati es krimnya ketika kepalanya dielus-elus seperti itu, Max Julius menjadi semakin percaya diri mengelus-elus kepala sang bidadari cantik jelita kesayangannya.
Mendadak saja Junny Belle terbangun dari mimpinya. Dia tersentak kaget seketika. Diliriknya sebentar jam dinding. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh lewat beberapa menit. Dua jam juga dia tertidur dan terlelap di sofa panjang tersebut. Seorang karyawati yang lewat hanya tersenyum polos kepada si nyonya bos.
"Ibu terlihat nyenyak sekali tidurnya… Kami tidak berani membangunkan…" kata si karyawati.
"Lain kali bangunkan saja, Ti… Mana tahu kalian memang membutuhkan sesuatu," kata Junny Belle merasa sedikit malu dan bersalah.
"Tadi sih tak ada, Bu Junny… Memang Bu Junny lagi hamil dan perlu banyak beristirahat…" kata si karyawati lagi dan kembali ke depan.
Junny Belle hanya tersenyum sembari mengelus-elus perutnya sendiri. Adegan mimpi barusan kembali membayang-bayangi.
Mendadak saja Junny Belle merasa haus. Dia berdiri dari sofa panjang dan beranjak ke bagian dapur. Dia menyesap segelas air hangat.
***
Sydney, akhir Juni 2013
"Tidak ada kabar juga?" tanya Clark Campbell kepada Max Julius Campbell ketika mereka makan siang berdua di sebuah kafe yang tak jauh dari The Pride siang ini.
Max Julius mendengus ringan. Dia terlihat gusar dan kesal. "Tidak ada… Kota Surabaya kota yang luas, kata si detektif itu… Dia membutuhkan paling sedikit dua bulan untuk bisa menemukan jejak keberadaan Junny Darlingku di kota itu. Itu pun kalau benaran Junny Darlingku ada di Surabaya."
"Bersabarlah…" kata Clark Campbell.
"Aku benaran sudah tidak tahan, Clark… Ini sudah satu bulan sejak dia pergi."
Baru saja Max Julius ingin lanjut mencerocos, datanglah Aira Antlia ke hadapan mereka. Dengan senyuman cerah dari Clark Campbell ke sang kekasih pujaan hatinya itu, Aira Antlia menarik sebuah kursi di samping Clark Campbell dan duduk di sana.
"Kau kan yang bernama Max Julius Campbell?" tanya Aira Antlia dengan dahinya yang sedikit mengerut.
Max Julius mengangguk. Kepada Clark Campbell, ia sedikit menaikkan alisnya meminta penjelasan dari sang saudara sepupu.
"Aku mengajak Aira ke sini juga… Mana tahu kau ada kabar dari Junny Belle, Aira bisa ikut mendengarnya juga. Junny Belle adalah sahabat Airaku ini. Airaku ini sangat mengkhawatirkannya…"
"Oh, gross… Airamu? Kau bicara seakan-akan si Aira ini sudah resmi mau menerimamu saja…" cibir Max Julius meneruskan makan siangnya.
Aira Antlia hanya mengulum senyumannya.
"Dia sudah menerimaku kok… Iya kan, Sayang…?" Clark Campbell berpaling ke diri sang kekasih pujaan hati, sedikit membenamkan kepalanya ke leher jenjang sang gadis cantik jelita.
Aira Antlia sedikit menggeliat karena merasa geli. Aira Antlia mendaratkan satu ciuman cepat ke pipi Clark Campbell guna menghentikan aksi dan tindakan lelaki itu yang semakin menjadi-jadi.
"Sudah, Clark… Aku ingin memesan makanan dan minumanku sekarang…"
"Boleh… Cium di sini dulu dong, Aira Sayangku… Masa di pipi… Dengan status kita sekarang, tidak dibenarkan hanya mencium pipi kan?" celetuk Clark Campbell sengaja memajukan sepasang bibirnya di depan sang saudara sepupu.
Max Julius sedikit membanting garpu dan pisaunya ke atas meja. "Sengaja kau memang…!"
"Mana ada… Tanpa ada kau, biasanya kami juga seperti ini kok… Iya kan, Sayang…? Ayo dong, Aira Ratuku…" kata Clark Campbell masih tetap memajukan sepasang bibirnya.
Aira Antlia tahu Clark Campbell takkan melepaskannya begitu saja apabila ia tidak mengabulkan permintaan kekasihnya itu. Dengan rona merah delima yang sedikit menyelangkupi kedua belahan pipinya, akhirnya ia mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir sang kekasih. Clark Campbell tersenyum puas penuh kemenangan.
Aira Antlia memanggil seorang pelayan pria dan si pelayan pria datang menghampiri mengambil pesanan sang gadis cantik jelita. Mata si pelayan pria yang jelalatan tak sengaja beradu pandang dengan sepasang mata Clark Campbell yang tajam bagai mata elang. Sontak Clark Campbell sedikit mengerutkan dahinya karena ia kurang senang si pelayan pria jelas-jelas tertarik pada wanitanya.
Namun, Aira Antlia yang tidak menyadari apa sebenarnya yang tengah berlaku, hanya memesan makanan dan minumannya dengan tenang dan santai. Si pelayan pria berlalu pergi dan kemudian Clark Campbell meneruskan makannya. Max Julius sedikit mendengus penuh arti melihat wajah dan gerak-gerik tubuh Clark Campbell ketika si pelayan pria berdiri di samping Aira Antlia tadi.
"Apakah Junny Belle sudah ada kabar, Max?" tanya Aira Antlia.
"Belum ada…" Max Julius mendengus lirih. Aira Antlia juga terlihat sedikit kecewa.
"Sebenarnya dia ada di mana sekarang? Aku khawatir sekali padanya nih…"
"Akan segera ketemu, Sayang… Bersabarlah… Kota Surabaya tempat mereka tinggal dulu itu merupakan kota kedua terbesar di Indonesia sana. Sedikit kesusahan sih mencarinya… Tapi, aku yakin akan segera ketemu…" kata Clark Campbell memberikan sedikit penghiburan.
"Apakah… Apakah… Apakah si dokter jantung itu masih belum menyerah dalam mencari Junny Darlingku, Aira?" tanya Max Julius langsung ke pokok permasalahannya.
Aira Antlia mengangguk jujur. "Iya… Dia sering sekali meneleponku dan menanyakan apakah sudah ada kabar mengenai Junny Belle yang aku terima. Aku bilang tidak ada…"