"Sini biar aku obati luka-lukamu," kata Junny Belle dengan penuh percaya diri. "Apakah di sini ada kotak P3K?"
Max Julius menunjuk ke suatu kotak kecil yang diletakkannya pas di antara meja belajarnya dan meja komputernya. Max Julius duduk di tempat tidurnya dengan canggung. Dia mulai bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Untuk membiarkan Junny Belle mengobati luka-lukanya, dia harus menanggalkan atasannya. Max Julius menjadi gugup dan salah tingkah sendiri membayangkan adegan tersebut. Max Julius menghela napas panjang. Untunglah di siang hari seperti ini, kedua suster pengasuhnya sedang beristirahat di kamar masing-masing dan adik-adiknya masih belum pulang dari sekolah. Entah apa yang harus dijelaskannya nanti apabila ada yang memergokinya sedang berduaan dengan seorang gadis cantik jelita di dalam kamar seperti ini.
"Buka bajumu, Max…" kata Junny Belle sudah siap dengan kotak P3K-nya. Wajahnya sendiri seketika memanas. Namun, dia menepis rasa malu dan grogi tersebut dengan berulang-ulang mengatakan kepada dirinya sendiri dia sedang mengobati luka pada tubuh Max Julius akibat pukulan dan tendangan dari Adam Levano Smith tadi.
Max Julius menanggalkan atasannya dengan kikuk. Dia berdiri sebentar dan melebarkan daun pintu kamarnya.
"Kau takut ada yang memergoki kebersamaan kita berdua di dalam kamar ini dan tidak bisa memberikan penjelasan apa pun?" Junny Belle terlihat mengulum senyumannya.
"Iya… Lebih baik dilebarkan saja… Jadi orang-orang sudah langsung tahu kau di sini adalah untuk mengobati luka-lukaku…" kata Max Julius tersenyum kikuk.
Max Julius kembali duduk di atas tempat tidurnya, kali ini tanpa atasan. Junny Belle mulai mengoleskan antiseptik dan obat-obat pada luka di sekitar dada dan punggung Max Julius. Jantung keduanya berpacu dengan kecepatan tinggi. Bilur-bilur cinta sebenarnya sudah menyapa dan mengeriap dalam padang pikiran masing-masing pada waktu itu. Hanya saja, pada waktu itu masih terlalu dini bagi mereka untuk menyadari itu adalah cinta.
"Kenapa mereka bisa sampai tahu ruby arsenik itu menjadi satu-satunya kelemahanmu?" tanya Junny Belle lemah lembut memecah kekakuan di antara mereka.
"Pernah sekali aku jatuh dari jendela perpustakaan lantai dua ke taman belakang sekolah, Jun… Ketika sedang membantu Pak Bim membersihkan jendela perpustakaan… Waktu itu Lolita Jacqueline Wijaya juga ada di taman belakang sekolah. Dia mengikutiku yang dibawa sampai ke dokter UKS."
"Hah? Kok kau tidak memberitahuku kau pernah jatuh dari tempat yang setinggi itu?" Mata Junny Belle langsung mencelang seketika dengan napasnya yang tertahan.
"Aku tidak ingin kau khawatir, Jun… Tidak ada patah tulang atau luka berat lainnya… Hanya luka lecet saja…"
"Dan… Dokter UKS memutuskan untuk mempergunakan sedikit bubuk ruby arsenik dalam pengobatannya?" tanya Junny Belle lagi – masih terus mengoleskan obat dan antiseptik pada luka-luka di sekitaran dada dan punggung sang pemuda tampan nirmala.
"Iya… Ada luka memar besar pada tulang keringku ini… Dokter UKS waktu itu menggunakan semacam arak China yang katanya sudah dicampur dengan sedikit bubuk kuning maskulin itu. Begitu dia membuka botol arak China itu, aromanya saja buat aku muntah-muntah. Dia tidak bertanya padaku apakah aku tahan terhadap bubuk kuning maskulin itu atau tidak, langsung dioleskannya begitu saja arak China itu ke luka memarku. Akibatnya, aku tidak sadarkan diri selama lima menit. Pada waktu itu, Lolita Jacqueline juga berada di sana, di luar ruangan UKS dan menyaksikan diriku yang pingsan karena terkena bubuk ruby arsenik yang dicampurkan ke dalam arak China."
Max Julius memberikan sedikit narasi singkat. Junny Belle hanya mangut-mangut.
"Mulai sekarang kau harus hati-hati, Max… Jangan pernah mau diajak oleh mereka ke tempat-tempat sepi lagi… Aku khawatir sekali tadi… Tahukah kau tadi kau sudah membuatku hampir terkena serangan jantung?" kata Junny Belle lemah lembut – yang memang sudah menjadi ciri-ciri khasnya.
"Maafkan aku, Junny Darling… Lain kali aku akan lebih berhati-hati…" tukas Max Julius.
Junny Belle menyimpan kembali obat dan antiseptik ke dalam kotak P3K. Kotak P3k dikembalikan ke tempatnya semula. Junny Belle masuk ke kamar mandi dan mencuci tangannya. Dia keluar lagi dan akhirnya duduk juga di tempat tidur. Max Julius berpakaian kembali dan ia mengajak sang bidadari cantik jelita jalan-jalan di taman depan panti asuhan tempat ia tinggal. Sambil berjalan-jalan santai, mereka melanjutkan obrolan mereka.
"Besok keempat orang itu akan membawa orang tua mereka ke sekolah dan mencariku…" Max Julius menghela napas panjang.
"Dan dengan demikian aku akan mengatakan kepada orang tua mereka keempat orang itu telah berani membeli bubuk kuning maskulin itu hanya untuk membuatmu tidak berdaya dan kemudian menindasmu." Junny Belle tersenyum ringan dan santai.
"Apakah mereka akan percaya? Orang tua tentu saja akan percaya pada anak mereka sendiri dong…"
"Lihat saja nanti… Aku kan tergolong murid yang selama ini tidak pernah membuat masalah, selalu taat peraturan dan tidak pernah melanggar peraturan. Mereka itu kan sudah beberapa kali masuk BP karena kedapatan bolos, melawan guru, dan melanggar beberapa peraturan lainnya. Tentu saja perkataanku akan lebih didengarkan dan dipercayai dong."
Max Julius hanya menundukkan kepalanya dan berujar, "Thanks very much, Jun… Terima kasih karena kau berniat akan membelaku besok…"
"Mereka takkan berani melaporkan kejadian tadi kepada orang tua mereka. Takutnya mereka akan mencari kesempatan lain untuk melemparimu dengan bubuk ruby arsenik itu, Max. Mereka takkan berhenti sampai di sini saja. Aku lebih takut terhadap hal itu sebenarnya daripada takut terhadap hal mereka melapor kepada orang tua mereka."
"Nah kalau itu, kau tidak perlu takut, Junny Darling… Aku akan lebih waspada dan jaga jarak dengan mereka mulai dari hari ini." Senyuman cerah merekah di wajah tampan nirmala Max Julius.
"Thanks juga ya karena telah menyelamatkanku dari cengkeraman Lolita Jacqueline Wijaya tadi, Max…"
"Tak apa-apa… Aku takkan membiarkan siapa pun menyakiti apalagi melukaimu, Junny Darling…"
"Tidak kusangka Lolita Jacqueline itu begitu membenciku…" kata Junny Belle lirih.
"Iya… Karena dia begitu tergila-gila pada Adam Levano Smith sementara Adam Levano Smith itu menyukaimu, Junny Darling…" kata Max Julius dengan sedikit wajah cemberut.
Junny Belle hanya mengulum senyumannya. Ia terlihat membuang pandangannya ke arah lain.
"Jelas kau tahu aku sama sekali tidak pernah memberi harapan pada Adam Levano Smith itu, Max… Aku juga tidak berani menerima hadiahnya waktu itu bukan? Aku takut dia akan memiliki semacam harapan kepadaku jika aku menerima hadiahnya waktu itu. Padahal jelas-jelas dalam hati ini, aku tahu aku sama sekali tidak… tidak… tidak…"
"Tidak apa?" kejar Max Julius sedikit tidak sabar.
"Tidak ingin memiliki kedekatan apa-apa dengannya…"