Adam Levano Smith menerjang maju ke depan. Dengan satu tendangan pada tulang keringnya, Max Julius langsung bisa mematahkan serangannya. Dengan satu tinju pada wajahnya, Max Julius juga berhasil mengirimkan tubuhnya terjungkal ke samping, menimpa tiga sepeda motor yang terparkir di sana. Tiga sepeda motor dan tubuh Adam Levano Smith jatuh berserakan di lantai parkir.
"Ke sini kau! Kau kan yang menggagas ide memakai bubuk orpiment kuning itu untuk melawanku! Iya kan!" Terdengar gigi-gigi Max Julius yang bergemeretak saat Max Julius mulai mencengkeram leher Lolita Jacqueline Wijaya dan perlahan-lahan mulai menaikkan tubuh anak perempuan itu ke atas.
Tampak kedua tangan dan kedua kaki Lolita Jacqueline Wijaya yang meronta-ronta. Akan tetapi, sungguh tenaganya sama sekali tak ada bandingannya dengan tenaga Max Julius.
"Turunkan aku! Turunkan aku!" pekik Lolita Jacqueline tidak berdaya.
"Max… Max… Dia sudah mengaku salah… Turunkan dia, Max… Kau bisa membunuhnya nanti, Max…" pinta Junny Belle berdiri di samping sang pangeran pujaan hati tampan nirmala sembari sedikit mengguncang-guncangkan kedua bahunya.
"Aku sama sekali tidak masalah kau ingin mempergunakan bubuk jenis apa pun dalam menghadapiku. Namun, aku takkan pernah bisa terima kau memperlakukan Junny Darlingku secara tidak terhormat! Aku tidak peduli apakah kau itu laki-laki atau perempuan! Karena kau telah menghina, menyakiti dan melukai Junny Darlingku, kau akan berurusan denganku! Kau dengar itu! Kau mengerti itu!" sergah Max Julius dengan sekelebat sinar matanya yang sungguh tajam nan mengerikan.
Tampak pergerakan kedua tangan dan kedua kaki Lolita Jacqueline Wijaya yang semakin melemah. Leher dan seluruh wajahnya sudah memerah bak kepiting rebus. Tentu saja Junny Belle takut bukan main Max Julius akan membunuh anak perempuan itu.
"Dia semakin melemah, Max… Max… Kumohon, Max… Lepaskanlah dia, Max…" pinta Junny Belle semakin panik.
Tiada jalan lain lagi, Junny Belle tahu dia masih memiliki satu-satunya jalan yang terakhir. Junny Belle tidak tahu apakah itu akan berhasil atau tidak, tetapi dia akan mencobanya. Diraihnya kedua belahan pipi sang lelaki tampan nirmala sehingga kini wajah sang lelaki tampan nirmala menghadapnya. Didaratkannya ciuman yang selembut mungkin ke sepasang bibir sang lelaki tampan nirmala yang seksi menggemaskan.
Benar saja… Detik-detik berlalu… Cekikan tangan Max Julius pada leher Lolita Jacqueline Wijaya sudah berangsur-angsur longgar. Junny Belle masih belum melepaskan ciumannya. Dia terlihat seakan-akan begitu tenggelam dalam ciuman tersebut. Max Julius juga sama. Dia terlihat seakan-akan terbius dan terbuai ke dalam ciuman yang diberikan oleh sang bidadari cantik jelita. Tangan turun perlahan-lahan dan tubuh Lolita Jacqueline Wijaya juga turun perlahan-lahan. Akhirnya, kedua kaki anak perempuan itu bisa menginjak lantai.
Tubuh Lolita Jacqueline Wijaya melemas ke lantai seketika. Kepalanya benar-benar pening karena kekurangan oksigen ke otak. Pandangan matanya menjadi berkabut nan berkunang-kunang.
Akhirnya Junny Belle melepaskan ciumannya. Memungut ponselnya yang sudah hancur dan memasukkannya ke dalam saku roknya, dia menggandeng tangan Max Julius dan beranjak pergi dari tempat itu.
Tinggallah empat pelaku yang kini menjadi korban dari aksi perundungan yang sebenarnya telah mereka rencanakan jauh-jauh hari, tetapi kini malah berbalik menjadi senjata makan tuan terhadap diri sendiri.
Bagai terbius ke dalam mantera ciuman Junny Belle barusan, kini Max Julius benar-benar berlari mengikuti ke mana Junny Belle menggandeng tangannya, tanpa protes sedikit pun.
"Apa yang barusan kaulakukan terhadapku, Junny Darling?" Mata Max Julius dengan sorot mata tidak percaya terus memandangi sang bidadari cantik jelita yang ada di hadapannya.
"Aku sungguh tidak terpikir cara lain lagi untuk meredakan kemarahanmu yang mengerikan barusan, Max. Tanpa sadar, kau bisa saja membunuhnya. Aku takut sekali… Jadi, aku pikir… aku pikir… sebuah ciuman yang sangat lembut bisa saja meredakan kemarahanmu barusan…" Junny Belle kini berpaling ke arah lain. Ia terlalu malu untuk menatap sang lelaki tampan nirmala yang berdiri di hadapannya.
"Kau sudah menciumku tadi, Junny Darling… Kau tidak menyesal dengan kehilangan ciumanmu yang kedua ini untuk diriku?" tanya Max Julius deg-degan.
Junny Belle mengumpulkan segenap keberaniannya dan menatap sang pangeran pujaan hati.
"Di kolam renang waktu di Bali itu, aku juga sudah kehilangan ciuman pertamaku kan? Kalau… Kalau… Kalau… ciuman ini bisa kuberikan kepada orang yang tepat, dan ciuman ini bisa mencegah orang itu berbuat sesuatu yang akan membuatnya menyesal di kemudian hari, aku takkan menyesal telah memberikan ciuman ini." Junny Belle meraih kedua belahan pipi sang pangeran tampan dan menatapnya lekat-lekat.
Max Julius terus terdiam dan merasa terbuai ke dalam perlakuan sang bidadari cantiknya kini. Terasa semacam dorongan dan desakan dari balik celana dalam yang dikenakannya pada saat itu. Max Julius mulai merasa heran dan mereka-reka. Apakah itu? Terasa semacam dorongan yang sebegitu menggebu-gebu dari balik undies yang dikenakannya pada saat itu. Terasa semacam gelenyar aneh yang membuat jantungnya berpacu dalam kecepatan tinggi. Apakah itu?
Junny Belle juga merasakan hal yang sama. Terasa adanya semacam cairan yang membasahi liang kehangatannya. Junny Belle mulai merasa heran dan mereka-reka. Apakah itu? Terasa kedua gundukan kembarnya yang sekonyong-konyong menjulang tinggi. Tubuhnya mendadak menjadi terasa aneh. Terasa semacam gelenyar aneh yang membuat jantungnya berpacu dalam kecepatan tinggi. Apakah itu?
Bingung dan aneh mengeriap dalam benak pikiran Max Julius dan Junny Belle. Tentu saja pada usia yang sedini itu, keduanya belum menyadari itu adalah tanda-tanda kemunculan berahi dalam padang jiwa mereka.
Kembalilah pikiran Junny Belle Polaris ke masa kini. Dia senyam-senyum sendiri sambil beberapa kali mengurut dada. Rupanya di usia dini seperti itu, dia sudah mulai merasakan tanda-tanda berahi kepada Max Julius Campbell. Sontak kedua telinga, wajah dan lehernya memanas seketika. Merasa malu sendiri, Junny Belle memutuskan untuk menghilang sebentar ke bagian dalam rumah.
Junny Belle memutuskan untuk merebahkan diri di sofa panjang di ruang tamunya yang terletak pada bagian dalam rumahnya – yang terpisah dari toko roti yang berada pada bagian depan rumah.
Tanpa sadar, Junny Belle sedikit terlelap dalam tidur pagi itu. Segelintir mimpi masa remaja kembali menghampiri benak pikirannya.
Kali ini, Junny Belle ikut ke panti asuhan tempat tinggal Max Julius. Memasuki kamar tidur pemuda tampan nirmala itu, Junny Belle sedikit takjub. Max Julius adalah seorang pemuda yang cukup rapi. Tempat tidur dalam keadaan rapi. Pakaian-pakaian semuanya berada pada tempatnya masing-masing. Sepatu, kaus kaki, segala aksesori lainnya, komputer, buku-buku pelajaran semuanya berada pada tempatnya masing-masing. Walau kamar tersebut tidaklah terlalu luas, tidak seluas kamar tidurnya, Junny Belle merasa nyaman berada dalam kamar tidur tersebut.
"Sini biar aku obati luka-lukamu," kata Junny Belle dengan penuh percaya diri. "Apakah di sini ada kotak P3K?"