Jakarta, pertengahan Juni 2013
Ternyata Junny Belle memutuskan untuk tidak tinggal di Surabaya. Mungkin terasa semacam ada firasat akan ada yang bisa menemukannya apabila dia tinggal di Surabaya. Pikir dan dipikir, akhirnya Junny Belle kembali ke salah satu rumah peninggalan orang tuanya juga, yang terletak di kawasan Jakarta Utara. Setelah menetap di sana beberapa hari, dengan mempergunakan sedikit dari uang yang ditransfer oleh Max Julius ke rekeningnya, akhirnya Junny Belle memutuskan membuka sebuah toko roti kecil-kecilan di lantai bawah rumahnya sambil menunggu kedua anak kembarnya lahir.
Kepada tetangga dan beberapa pegawai yang dipekerjakannya, Junny Belle selalu bilang ayah dari kedua anaknya ada di Sydney. Ia selalu bilang ayah dari kedua bayi kembarnya itu begitu sibuk sehingga tidak bisa pulang ke Jakarta. Apabila mereka akan kumpul keluarga, Junny Belle yang akan membawa kedua anak kembarnya terbang ke Sydney menjumpai ayah mereka.
Pagi ini, seperti biasanya… Tiga karyawati yang dipekerjakan Junny Belle sudah tiba di toko jam delapan pagi. Junny Belle membuka pintu depan rumahnya sekaligus mulai menjalankan bisnis toko roti kecil-kecilannya. Meski baru memasuki bulan pertama, kandungan Junny Belle sudah mulai tampak membesar. Sekali melihat, orang-orang akan langsung tahu perempuan muda itu tengah berbadan dua. Oleh sebab itu, dia menyerahkan sebagian besar pekerjaan di toko roti kepada ketiga karyawatinya. Dia hanya memberikan mereka tepung roti yang sudah ia campur dan ia racik – tinggal dicetak menjadi adonan roti.
Pagi ini toko tampak lumayan ramai. Karena ada beberapa penghuni kompleks yang langsung berangkat kerja atau ke sekolah tanpa sarapan, mereka berpikir lebih praktis makan roti saja sebagai sarapan.
Sambil terus memperhatikan keadaan toko rotinya yang sedikit ramai, pikiran Junny Belle mulai kembali menerawang ke masa-masa silam – ke masa-masa remaja ketika ia menetap dan bersekolah di kota Surabaya.
Jam istirahat ketiga sudah berbunyi. Sambil membawa bekal makan siangnya, Junny Belle celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri. Dia menunggu Max Julius di depan kelas pemuda itu. Namun, tidak tampak batang hidung si pemuda tampan nirmala.
Ke mana dia? Tadi saat jam istirahat kedua masih terlihat ia membaca-baca buku di dalam kelas. Kenapa jam istirahat ketiga ini mendadak tidak tampak batang hidungnya? Ke mana ya? Junny Belle mulai bertanya-tanya dalam hati karena tidak biasanya Max Julius tidak bisa dijumpainya di dalam kelasnya.
"Permisi… Kau melihat Max Julius?" tanya Junny Belle pada salah seorang teman sekelas Max Julius.
"Tadi ada tiga siswa dan satu siswi yang menemuinya. Setelah itu, mereka mengajak Max Julius entah ke mana deh…" kata si teman sekelas seraya mengangkat bahu.
"Oh… Oke deh… Terima kasih ya atas informasinya…" kata Junny Belle tersenyum lemah lembut.
Mulai terdengar bisik-bisik di sekeliling Junny Belle Polaris. Junny Belle Polaris mengabaikan saja semua bisik-bisik dan selentingan-selentingan tersebut.
"Itu kalau tidak salah si Junny Belle kan? Si Junny Belle Polaris itu… Kudengar dia dekat banget sama Max Julius – pangeran es dari kelas kita…"
"Benarkah? Benaran dia bisa menaklukkan si Max Julius yang sama sekali tidak pernah tersenyum itu? Wow… Dia sungguh hebat luar biasa…"
"Tapi dia sangat cantik sih… Lihat saja paras wajah dan perawakan tubuhnya… Cantiknya berlebih-lebih… Tidak heran Max Julius yang tidak pernah tersenyum itu bisa takluk dan bertekuk lutut. Si Adam Levano Smith itu saja bertekuk lutut di depan Junny Belle ini."
"Dan kudengar si Junny Belle ini lebih memilih bersama-sama dengan Max Julius yang hanyalah seorang anak panti asuhan daripada bersama-sama dengan si Adam Levano Smith yang merupakan anak seorang usahawan dari Australia."
"Wow… Apakah bisa dibilang cinta Junny Belle ini benaran cinta sejati dan sama sekali tidak memandang materi?"
"Ssstt… Tadi aku dengar si Adam, si Vallentco, dan si Jay itu ada ketemu dengan Max Julius. Habis dari kelas ini, mereka entah mengajak Max Julius pergi ke mana."
"Hah? Mereka mengajak Max Julius pergi ke suatu tempat? Apakah mereka ingin membuat perhitungan dengan Max Julius soal insiden ulang tahun Junny Belle yang terjadi di kantin tempo hari?"
"Memangnya ada terjadi sesuatu?"
"Tentu saja… Bagaimana sih dengan kabar informasimu itu? Tidak up-to-date! Junny Belle lebih memilih hadiah boneka Doraemon yang tidak seberapa dari Max Julius daripada hadiah jam tangan yang super mahal dari Adam Levano Smith. Adam Levano Smith marah sekali sampai-sampai ia membanting hancur jam tangan mahal itu ke lantai. Aduh… Sayang sekali jam tangan semahal itu dihancurkan begitu saja…"
"Iya ya… Mendingan kasih ke aku, iya kan?"
Gosip-gosip dan selentingan-selentingan terus beredar di sekitar saraf pendengaran Junny Belle. Junny Belle mulai panik. Dia berlari-lari di sepanjang koridor mencari Max Julius, sang kekasih pujaan hatinya yang tampan nirmala. Dia mengeluarkan ponsel dari saku roknya dan mulai menelepon Max Julius. Akan tetapi, ponsel sang lelaki tampan nirmala hanya terus berdering tanpa ada yang menjawabnya.
Perasaan Junny Belle mulai tidak enak.
"Apa yang ingin kalian bicarakan di sini?" tanya Max Julius mulai kesal ketika keempat orang itu mengajaknya ke pelataran parkir yang ada di samping bangunan sekolah.
"Sudah kuperingatkan bukan bahwasanya kau tak boleh mendekati Junny Belle karena Junny Belle adalah milikku?" ancam Adam Levano Smith mencengkeram kerah baju Max Julius.
Max Julius mengernyitkan dahinya dalam-dalam.
"Aku rasa kau ada sedikit salah paham di sini, Orang Kaya… Junny Belle bukan milikmu. Dia bukan milik siapa-siapa. Dia bebas memilih dia mau dengan siapa…" kata Max Julius menepis kedua tangan Adam Levano Smith dengan mudah.
"Gara-gara kau ada di sampingnya, dia tidak jadi memilihku! Gara-gara kau selalu ada di sampingnya, dia jadinya tidak bisa bebas memilih laki-laki lain! Jangan kira dengan terus lengket di samping Junny Belle, Junny Belle akan menjadi kekasihmu dan kau akan bisa memilikinya di masa depan! Jangan pernah coba-coba bermimpi seperti itu! Itu adalah hal yang tidak mungkin akan terjadi!"
"Jangan hanya bisa mengancamku dong! Kalau kau merasa kau lebih cocok mendapatkan Junny Belle, dapatkanlah hatinya dengan perjuangan dan usahamu sendiri! Jangan hanya berani main mengancam-ngancam di belakang seperti ini saja!" desis Max Julius dengan serentetan sarkasmenya.
Mendadak saja Vallentco Harianto dan Jay Frans Xaverius melemparkan serbuk warna kuning kemerahan ke wajah Max Julius. Max Julius merasa pening seketika. Dia mulai terombang-ambing. Pandangannya mulai kabur.
"Kalian hanya bisa mempergunakan bubuk ruby arsenik itu kepadaku! Kalian sungguh tidak jantan! Kalian tidak bisa menghadapiku secara langsung dan kalian mempergunakan bubuk ruby arsenik itu ya!"