Paragraf Clark Campbell seolah-olah membangunkan Max Julius Campbell dari tidurnya yang panjang. Kini jelas terlihat sinar semangat dan antusiasme di kedua bola matanya.
"Astaganaga, Clark… Kau benar… Kau benar… Ada kemungkinan besar Junny Darlingku masih hidup sekarang dan dia sedang bersembunyi di suatu tempat. Ada kemungkinan besar kedua anak kembarku masih hidup…"
"Bukan kemungkinan besar… Aku yakin istri dan anakmu itu masih hidup… Kau sendiri saja yang mendadak menjadi goblok apabila sudah dihadapkan pada berita kematian istri dan kedua anakmu itu yang belum tentu benar."
"Istri ya…" Terlihat Max Julius mengelus-elus dagunya seraya senyam-senyum sendiri.
"Oh, Max Julius Campbell… Tadi kau begitu putus asa dan menangis sesenggukan. Sekarang kau senyam-senyum sendiri dan kembali merasa begitu bersemangat. Segala suasana hati dan emosimu bergantung penuh pada Junny Belle Polaris itu deh… Entah apa yang sudah dilakukannya terhadapmu…"
"Sama dong denganmu… Kau sudah bertemu dengan seorang gadis yang benar-benar kausukai dan kaucintai bukan? Aku yakin kau pasti sedang merasakan seperti apa yang kurasakan sekarang ini." Max Julius masih menerawang keluar jendela kamarnya sambil tersenyum-senyum sendiri.
"Melihat dirimu yang bisa menangis dan tersenyum-senyum dalam rentang waktu yang tidak begitu jauh, aku jadi takut terhadap perasaanku ini. Bisa-bisa aku ikut-ikutan gila sepertimu," sungut Clark Campbell.
"Jatuh cinta memang beginilah rasanya… Kau akan dikendalikan sepenuhnya olehnya… Segala tindak-tanduk, ekspresi wajah, emosi dan semua perasaanmu akan sepenuhnya berada di bawah pengaruhnya. Yang lebih mengerikan lagi, hidup dan matimu juga akan berada dalam genggaman tangannya…"
"Seandainya suatu hari nanti Junny Belle terancam bahaya mengerikan, apakah kau rela mengorbankan segalanya demi menolong dan menyelamatkannya – bahkan itu termasuk mengorbankan nyawamu sendiri?" tanya Clark Campbell sedikit merasa bergidik.
Max Julius justru menjawab pertanyaan tersebut dengan ringan nan santai sekarang. "Tentu saja… Kalau tidak ada dia, hidupmu takkan lagi berarti. Justru dengan adanya dirinya di sampingmu, hidupmu menjadi bermakna. Justru dengan keberadaannya di sisimu, segalanya di semesta raya ini menjadi tidak tergantikan."
Max Julius Campbell berdiri dari duduknya. Dia meraih kembali ponselnya dari atas meja tulisnya. Dia juga meraih kembali segala semangat, kesadaran, dan sinar matanya yang penuh dengan antusiasme.
Max Julius terlihat menelepon seseorang melalui ponselnya.
"Aku ingin kau cari tahu tentang nama Junny Belle Polaris lagi… Cari tahu apakah namanya memang resmi terdaftar di kantor akta kematian atau tidak. Jika tidak ada, tolong bantu aku cari tahu apakah nama itu ada mendaftarkan diri untuk melakukan sesuatu atau tidak. Kabari aku secepatnya…"
"Oke, Pak Max…" jawab sang detektif sewaan. Hubungan komunikasi pun terputus setelah itu.
Max Julius berpaling ke arah saudara sepupunya lagi, kini dengan sinar mata yang benar-benar menyala terang-benderang.
"Sudah bisa mengurusnya sendiri ya… Sudah tidak goblok lagi ya…" tukas Clark Campbell dengan sedikit sinisme.
Max Julius menyeringai lebar. "Aku akan segera mengetahui di mana istri dan anakku bersembunyi. Aku akan segera bertemu dengan istri dan anakku sebentar lagi."
"Setelah bertemu, kau akan segera menikah dengannya?"
"Tentu saja… Aku akan berusaha meyakinkannya penyakit kanker darahnya sama sekali bukan halangan bagi kami untuk bisa hidup bersama dan berkeluarga. Aku pasti akan bisa menyembuhkan penyakit kanker darahnya itu – lihat saja nanti…"
"Kau kok bisa seyakin itu?" Clark Campbell mengerutkan dahinya.
"Waktu kecil kau juga pernah mengalami suatu kecelakaan mobil parah yang membuatmu nyaris kehilangan nyawa kan, Clark? Kau bilang kalau tidak salah waktu itu kau koma hampir sebulan lamanya. Buktinya, tetap saja ada obat yang bisa meloloskanmu dari kematian kan?"
Clark Campbell sungguh tercengang sekarang. Dia sungguh tidak menyangka Max Julius masih mengingat soal cerita kecelakaan mobil yang luar biasa parah yang pernah dia alami ketika ia berusia sembilan tahun.
"Tapi, obat itu…" Clark Campbell belum selesai bicara, Max Julius sudah duluan menginterupsinya.
"Daddy juga pernah mengalami suatu kecelakaan kereta api yang membuatnya kehilangan salah satu dari kedua kakinya. Tapi lihat kondisinya sekarang…"
"Yang dipakai Paman Concordio itu kaki palsu, Max…" celetuk Clark Campbell.
"Kendati itu adalah kaki palsu, berapa banyak kolega dan teman-teman bisnisnya yang bisa mengenali itu adalah kaki palsu? Hampir tidak ada kan, Clark…? Itu jelas adalah kaki palsu, Clark. Namun, ada semacam obat yang sedemikian sempurnanya menyatukan kaki palsu tersebut dengan tubuh Daddy. Sempurna bukan?"
"Kalau tidak salah, obat ajaib itu direkomendasikan oleh salah satu kenalan lama Paman Concordio. Sudah lama juga bukan Paman Concordio tidak ada contact dengan si kenalan lama itu? Kau yakin bisa menemukan si kenalan lama itu dan memperoleh obat ajaib itu darinya?" Clark Campbell mengerutkan dahinya lagi.
Max Julius mengangguk cepat. Tentu saja Clark Campbell kembali tercengang dibuatnya. Di saat semangat, kesadaran dan antusiasmenya sudah kembali, takkan ada yang bisa mengalahkan kepintaran Max Julius Campbell.
"Di situ ada kemauan, di situ ada jalan," tukas Max Julius singkat.
"Okelah… Kalau kau sudah merasa seyakin itu, aku juga tidak bisa bilang apa-apa lagi…" sahut Clark Campbell kemudian mengatupkan sepasang bibirnya.
"Aku akan menemukan dulu Junny Belle dan kedua anak kembar kami… Setelah itu, masalah-masalah yang berikutnya akan aku atur dan selesaikan satu demi satu…"
Sinar semangat dan antusiasme dari mata Max Julius bersaing gemintang ribuan bintang di padang sanubarinya.
***
Aira Antlia terduduk lemas di meja bagian depan toko roti tempatnya bekerja. Dia sudah putus asa mencari ke sana ke sini sahabatnya. Akan tetapi, sudah empat hari berlalu dan sahabatnya tak kunjung ditemukan.
"Menghilang ke mana dia? Apakah dia sudah tidak berada di Sydney sini lagi?" celetuk Aira Antlia yang lebih mirip bersenandika terhadap dirinya sendiri daripada berbicara dengan kedua sahabatnya.
"Bisa saja ia sudah tidak berada di Sydney, Aira… Bahkan, bisa dibilang Junny Belle mungkin sudah meninggalkan Australia," kata Daniela Helena Johnson dengan tebakannya.
Aira Antlia menatap Daniela Helena dengan sorot mata nanar.
"Bisa jadi ya… Pasalnya Junny Belle mungkin saja was-was dan takut si Qaydee Zax itu akan datang dan mencari masalah dengannya lagi. Sedikit banyak Qaydee Zax pasti curiga kedua anak kembar yang ada dalam kandungan Junny Belle adalah anak Max Julius, iya nggak sih?" tukas Tasma Jones.
Aira Antlia hanya mengangguk-ngangguk ringan.
"Dan dia tidak beritahu kita sama sekali… Aku harap dia akan segera menelepon dan mengabari kini ia sedang berada di mana…" kata Aira Antlia bersandar lemas pada dinding kaca toko roti.
Mendadak sebuah mobil berhenti di toko roti pagi itu dan keluarlah Clark Campbell – tepat di hadapan mata Aira Antlia. Clark Campbell tersenyum pada Aira Antlia sejenak sebelum ia berjalan masuk.