Punya Clark ternyata sebesar dan setinggi itu… Oh, Tuhan… Apakah semua barang cowok sebesar dan setinggi itu? Tidak… Pasti akan sakit sekali rasanya apabila benda sebesar itu masuk ke… masuk ke… Aira Antlia menungkupkan wajahnya dengan panik.
Tak berapa lama kemudian, Clark Campbell pun mencapai puncaknya dan menyemburkan banyak sekali cairan vital di kamar mandi apartemen Aira Antlia. Ia beristirahat sejenak untuk menenangkan kembali napasnya yang tersengal-sengal. Sejurus kemudian, ia mengenakan celana dan undies-nya kembali dan membersihkan sisa-sisa pertempurannya barusan di kamar mandi. Dalam sekejap, kamar mandi kembali ke kondisi sedia kala.
Dengan wajah malu-malu, Clark Campbell berjalan keluar dari kamar mandi dan akhirnya kini ia duduk di samping bidadarinya yang cantik jelita. Aira Antlia juga merasa gugup dan tidak bisa berkata-kata. Ia hanya menyibakkan rambutnya ke belakang.
"Kau… Kau… Kau melihatnya dengan jelas tadi?" tanya Clark Campbell deg-degan.
Aira Antlia menggeser posisi duduknya dan kini ia duduk berhadap-hadapan dengan Clark Campbell. Rasa penasarannya jauh lebih kuat daripada rasa malunya.
"Apakah… Apakah… Apakah semua barang cowok sebesar itu, Clark?"
Clark Campbell menelan ludah ke dalam kerongkongannya. Terlihat jakunnya bergerak naik turun seimbang dengan rasa malunya yang semakin mengeriap.
"Ukuran masing-masing cowok berbeda-beda, Aira Sayang…" kata Clark Campbell berusaha setenang dan senetral mungkin.
"Hah…? Jadi ukuranmu memang tergolong ke dalam…" Sungguh Aira Antlia tidak sanggup menyelesaikan pertanyaannya.
"Ke dalam ukuran yang kurang biasa…" kata Clark Campbell mengangguk cepat.
Aira Antlia menelan ludah ke dalam kerongkongannya. Ia tampak bingung dan gugup sekarang. Clark Campbell memberanikan diri memeluk sang bidadari dari belakang dan berbisik mesra di balik daun telinganya.
"Jangan cemas… Aku sedikit banyak bisa membaca apa yang ada dalam pikiranmu… Ketika tiba waktunya bagiku untuk memilikimu, aku akan melakukannya dengan sangat lembut dan memastikan kau akan sangat menikmatinya."
Aira Antlia bergidik dan berbunga-bunga pada saat yang bersamaan. Rona merah delima kembali menyelangkupi kedua belahan pipinya.
"Mana mungkin kau bisa lembut… Kudengar kau adalah seorang international playboy, Clark. Menggasak habis gadis-gadis perawan sudah menjadi santapanmu sehari-hari kan? Di saat di puncak nafsu seperti tadi, international playboy sepertimu biasanya akan kasar, cepat dan agresif bukan?"
Raut muka Clark Campbell berubah menjadi cemberut dan masam. Statusnya sebagai lelaki player selama ini sungguh tidak membuatnya bangga di depan sang bidadari cantik jelitanya.
"Apakah aku seburuk itu di matamu, Aira Sayang?" Tangan masih memeluk nan melingkar di pinggang sang gadis cantik jelita.
"Entahlah… Kita baru saja berkenalan… Mungkin aku membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengenalmu dengan lebih baik lagi…" kata Aira Antlia mengulum senyuman nakalnya.
"Oke… Beri aku waktu untuk membuktikan bahwasanya terhadapmu aku takkan sekejam, sesadis, dan sebejat itu. Aku… Aku… Aku…" Clark Campbell berhenti sejenak. Ia mengumpulkan lebih banyak keberanian lagi sebelum bisa berujar,
"Aku mencintaimu, Aira Sayang… Kurasa aku sudah begitu tergila-gila padamu…" Clark Campbell mempererat pelukannya dan ia merebahkan kepalanya ke bahu sang gadis cantik jelita.
"Oke… Aku percaya… Berhentilah memelukku… Kau harus ke kantor kan? Aku mau buat sarapan sekarang…" kata Aira Antlia menepuk-nepuk ringan kedua lengan Clark yang masih melingkar di pinggangnya.
"Aku ingin sarapan bersama-sama denganmu di sini saja. Tadi kukira aku ingin mengajakmu pergi sarapan bersama dulu sebelum mengantarmu ke toko roti. Rupanya kau lagi tidak enak badan…"
Aira Antlia tersenyum lebar dan cerah.
"Oke deh… Pagi ini kita makan waffle saja ya… Aku ada bawa pulang sedikit strawberry dan blueberry jam dari toko roti kemarin. Di kulkas juga ada pir, apel, dan anggur."
"Terserah padamu saja… Yang kau masak semuanya terasa lezat di lidahku…" kata Clark Campbell mulai melonggarkan pelukannya karena sang bidadari cantik jelita akan segera mulai memasak sarapan mereka pagi itu.
Demikianlah ceritanya Aira Antlia sarapan di apartemennya sendiri bersama-sama dengan Clark Campbell. Menjelang pukul sebelas siang, mereka baru keluar dari apartemen. Clark Campbell mengantarnya ke toko roti dulu sebelum tancap gas menuju The Pride.
Sesampainya di toko roti, Aira Antlia bertemu dengan Junny Belle Polaris yang terlihat sedang beristirahat sejenak di ruangan dapur. Baru saja Aira Antlia ingin menyapa sahabatnya itu, terlihat raut wajah sang sahabat yang menunjukkan kondisinya yang tidak begitu baik. Junny Belle cepat-cepat menyerbu ke kamar mandi dan memuntahkan sebagian isi perutnya di dalam kamar mandi.
Aira Antlia mengerutkan dahinya. Dia berjalan mendekati kamar mandi. Junny Belle yang baru saja selesai dari kamar mandi sedikit terperanjat kaget bertemu dengan sang sahabat.
"Baru datang, Aira? Kau kenapa?" tanya Junny Belle lemah lembut.
"Aku PMS hari ini, Jun… Aku sudah minta izin bos tadi pagi bahwa aku hari ini masuk setengah hari…" kata Aira Antlia memasukkan tas tangannya ke dalam locker dan kembali menghampiri sang sahabat.
"Ngomong-ngomong soal PMS, sudah berapa hari kau telat PMS bulan ini, Jun?" tanya Aira Antlia langsung mengarah ke pokok permasalahannya.
Junny Belle terkesiap di tempatnya. Sungguh ia tidak siap dicerca pertanyaan seperti itu.
"Tidak kok, Aira… PMS-ku lancar-lancar saja bulan ini…" kata Junny Belle singkat, jelas, padat, berisi.
"Tidak… Kau sedang berbohong padaku… Kau sering muntah-muntah akhir-akhir ini. Aku juga sering baca majalah dan buku-buku pengetahuan umum juga, Junny Belle… Kau sedang hamil kan? Kau hamil anak Max Julius kan?" cerca Aira Antlia tanpa ampun.
Junny Belle terhenyak kaget. Kedua bola mata mencelang dan mulut melangah. Dia sedikit menutup mulutnya yang terbabang lebar dengan tangan kanannya.
"Iya… Iya… Kau sedang hamil… Kau sedang mengandung anak Max Julius, iya kan?" kejar Aira Antlia terus – tanpa jeda, tanpa ampun.
Akhirnya benteng pertahanan Junny Belle hancur. Ia tahu tidak bisa selamanya ia menyembunyikan keberadaan kedua bayi kembarnya dari orang-orang terdekat yang ada di sekitarnya.
"Ada apa ini?" tanya Tasma Jones yang melihat percakapan serius antara Junny Belle dan Aira Antlia. Ia memberondong masuk karena rasa penasarannya.
"Aku ketinggalan berita apa nih?" tanya Daniela Helena Johnson yang juga memberondong masuk karena tidak bisa membendung rasa penasarannya.
"Junny Belle hamil…" kata Aira Antlia tenang dengan sinar matanya yang berkelebat serius.
Tentu saja Tasma Jones dan Daniela Helena terhenyak kaget bukan main. Mereka menatap Junny Belle dengan kedua bola mata mereka yang membelalak lebar.
"Pantasan akhir-akhir ini kau tampak pucat, mudah lelah dan sering muntah-muntah…" tukas Tasma Jones sedikit melemparkan tangannya ke depan.
"Kau… Kau… Kau hamil anak si Max Julius itu, Jun?" tanya Daniela Helena Johnson pelan-pelan.