Aira Antlia memekik nyaring. Tentu saja Clark Campbell yang sedang menunggu di luar terjengat kaget bukan main. Dia segera memburu masuk ke dalam kamar tidur sang gadis cantik jelita. Menyaksikan keadaan sang gadis cantik jelita yang setengah telanjang seperti itu sungguh membuat mata mencelang dan mulut melangah. Kali ini gairah kelelakian dan iman Clark Campbell benar-benar mendapat ujian pada saat yang bersamaan.
"Kenapa kau masuk, Clark!" Aira Antlia menjerit nyaring lagi. Buru-buru dia meraih selimutnya dan menutupi tubuh bagian bawahnya yang tanpa sehelai benang pun.
"Kau berteriak seperti itu bagaimana mungkin aku tidak berlari masuk menengok apa sebenarnya yang telah terjadi padamu…" protes Clark Campbell juga dengan suara yang agak meninggi.
"Iya… Iya… Sorry… Sorry, Clark… Aku tak sengaja menjatuhkan baskom air hangat itu. Bisakah… Bisakah kau merebus air hangat lagi untukku?" tanya Aira Antlia mulai tidak enak hati merepotkan Clark Campbell. Lelaki itu jadi terlambat berangkat kerja gara-gara dirinya.
"Oke deh… Tunggu dulu sebentar ya…" Clark Campbell mengambil baskom dan handuk basah tersebut dari lantai dan keluar dari kamar tidur Aira Antlia.
Aira Antlia menahan deg-degan pada jantungnya dan juga kram pada perut bagian bawahnya yang semakin menjadi-jadi.
Tak lama kemudian, Clark Campbell kembali masuk ke dalam kamar tidur Aira Antlia membawa handuk basah yang sama dan baskom berisi air hangat yang baru. Dia meletakkan baskom berisi air hangat tersebut di atas nakas di samping tempat tidur sang gadis cantik jelita dan hendak berjalan keluar lagi.
Setelah terjadi pergolakan batin yang benar-benar luar biasa di padang sanubari Aira Antlia, mendadak saja Aira Antlia menggenggam tangan sang lelaki tampan nirmala yang hendak berjalan keluar. Tentu saja langkah-langkah Clark Campbell langsung terhenti dan ia terlihat terkesiap di tempatnya.
"Clark… Clark… Bisakah kau membantuku kompres perut bagian bawahku ini?" Begitu mengajukan pertanyaan tersebut, kontan wajah, leher, dan bagian belakang daun telinga Aira Antlia memerah dan memanas.
"Kau… Kau yakin?" tanya Clark Campbell merasa tidak percaya.
Aira Antlia hanya mengangguk cepat. Tatkala Clark Campbell duduk di atas ranjangnya dan menyibak selimut putih yang menutupi perut bawah dan daerah kewanitaannya, ia hanya bisa memalingkan wajahnya ke arah lain dengan rona merah delima yang masih menyelangkupi kedua belahan pipinya.
Ya Tuhan… Seorang international playboy sepertiku ini ternyata mendapat ujian kemanusiaan yang seperti ini. Mudah-mudahan aku bisa lulus ujian kemanusiaan ini, Ya Tuhan. Beri aku iman yang kuat… Beri aku ketabahan dan ketegaran yang berlebih pagi ini, Ya Tuhan… Gerunyam senandika batin Clark Campbell terus mendesah tanpa henti.
Clark Campbell mulai mengompres handuk dengan air hangat. Handuk ditempelkan dan dieluskan dengan lembut pada perut bagian bawah Aira Antlia.
"Apakah bagian ini?" tanya Clark Campbell lemah lembut. Tentu saja ketika matanya tertuju ke daerah pribadi sang gadis cantik jelita yang ada di bawah sana, barang juniornya juga langsung mendesak naik seolah-olah akan mengoyak boxers yang dikenakannya pagi itu.
Aira Antlia mengangguk cepat. "Kau… Kau… Kau sudah melihat semuanya?"
"Munafik jika aku bilang aku tidak melihat, Sayang…"
"Jangan berpikiran yang tidak-tidak, Clark…" pinta Aira Antlia memejamkan kedua bola matanya dengan erat sembari berusaha mengontrol detak jantungnya yang sudah berdebar-debar nan tidak karuan.
"Oke…" jawab Clark Campbell menelan ludahnya beberapa kali ke dalam kerongkongannya yang serasa tercekat. Dia mencelupkan handuk ke dalam air hangat dan mengompresnya lagi. Handuk hangat dipindahkan lagi ke atas perut bagian bawah Aira Antlia.
Mana mungkin aku tidak berpikiran yang tidak-tidak… Astaga, Joe… Begitu melihat Jessica yang masih fresh dari pabriknya dan jarak Jessica yang sedemikian dekat denganmu, kau langsung mendesak naik seperti itu. Kau bisa mengoyak dan melubangi boxers-ku nanti, Joe. Kumohon berhentilah memberontak di bawah sana. Sekarang bukan saatnya… Jessica sedang kram dan sedang PMS. Kau bisa melukainya nanti. Akan ada saatnya nanti kau bisa bersemayam dengan tenang di dalam Jessica sana. Sekarang belum saatnya, Joe…
Berkali-kali Clark Campbell berusaha menenangkan pemberontakan dan pendesakan Joe di bawah sana. Joe sangat bandel dan tidak ingin mendengar – terus saja mendesak dan mendesak naik. Bagi Clark Campbell, rasanya serasa mau kiamat. Peluh mulai membutir besar-besar di dahi, leher dan tengkuk belakangnya.
Setelah sepuluh menit mengompres perut bagian bawa Aira Antlia, akhirnya Clark Campbell bisa terbebaskan dari tugas yang menyiksa nan mengerikan tersebut.
"Sudah tidak begitu kram lagi, Clark… Thanks very much ya, Clark…" kata Aira Antlia lemah lembut.
"Oke…" Clark Campbell langsung berdiri dan mengambil keluar baskom berisi air hangat beserta handuknya. Ketika ia melewati pintu kamar tidur Aira Antlia, terdengar ia mengumpat halus, "Oh, shit!"
Aira Antlia sedikit mengernyitkan dahinya. Dia mengenakan kembali dalaman dan celananya. Dia duduk di pinggiran tempat tidurnya yang lembab-lembab basah seraya menenangkan detak jantungnya yang masih berdebar-debar nan tak karuan.
Clark Campbell buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Ia tidak punya waktu untuk mengunci pintu lagi dan ia hanya sedikit merapatkan pintu kamar mandi yang tadinya menganga. Clark Campbell hanya bisa duduk di atas jamban dan menyerah terhadap hasrat kodratinya sebagai seorang laki-laki. Benar saja… Begitu ia menanggalkan celana dan undies warna biru gelap yang dikenakannya, barang juniornya langsung menjulang tinggi, besar, dan keras. Maka dari itu, olahraga lima jari pun dimulai.
"Shit! Shit! Aira… Oh, Aira… Kau membuatku sungguh tidak tahan, Sayang… Kau membuatku sungguh tersiksa… Hanya ini yang bisa kulakukan sekarang…" kata Clark Campbell mengumpat-ngumpat halus seraya membawa dirinya sendiri menuju ke puncak olahraga lima jarinya.
Namun, nasib Clark Campbell memang sungguh nahas pagi itu. Aira Antlia yang merasa heran kenapa Clark Campbell bisa sedemikian lama di dalam toilet mulai berjalan mendekati kamar mandi. Ia mengernyitkan dahinya karena pintu toilet tidak tertutup rapat dan hanya dirapatkan begitu saja. Oleh sebab itu, dia memberanikan diri mengintip apa sebenarnya yang tengah dilakukan oleh Clark Campbell di dalam.
"Hah…!" pekik Aira Antlia dan Clark Campbell tatkala mata keduanya saling beradu dan terkunci. Tentu saja mata Aira Antlia sempat tertuju ke senjata kejantanan sang pangeran tampan yang menjulang tinggi bagai Menara Eiffel. Aira Antlia terhenyak kaget seketika.
"Jangan lihat, Aira! Jangan lihat! Kumohon tinggalkan aku sendirian! Aku akan segera selesai!" teriak Clark Campbell panik dari dalam kamar mandi.
Aira Antlia menelan ludah ke kerongkongannya yang tercekat. Dia menutup pintu kamar mandi. Dengan jantung yang berdebar-debar makin tak karuan sekarang, Aira Antlia kini hanya bisa mengistirahatkan diri di kursi ruang tamu apartemennya.
Punya Clark ternyata sebesar dan setinggi itu… Oh, Tuhan… Apakah semua barang cowok sebesar dan setinggi itu? Tidak… Pasti akan sakit sekali rasanya apabila benda sebesar itu masuk ke… masuk ke… Aira Antlia menungkupkan wajahnya dengan panik.