"Aku juga berharap dua bayi kembar yang ada dalam kandungannya itu adalah anakku… Aku juga berharap akulah yang duluan mengambil keperawanannya dan menanamkan benihku dalam rahimnya! Tapi, kau telah mendahuluiku, Max Julius! Atas dasar apa kau bisa mengambil keperawanan gadis yang kucintai selama ini! Atas dasar apa kau bisa menanamkan benihmu dalam kandungannya sehingga pada waktu itu ia bisa mengandung kedua bayi harammu itu! Atas dasar apa!"
Kali ini gantian Dokter Norin Apus Brown yang mencengkeram kerah baju Max Julius Campbell.
"Seenaknya kau bisa menyentuhnya, bisa menggagahinya, bisa merenggut keperawanannya, bisa menanamkan benihmu di dalam rahimnya! Sementara dia tidak pernah memberiku kesempatan bahkan untuk memegang tangannya selama lebih dari satu menit! Kau itu laki-laki bajingan kau tahu tidak! Laki-laki sepertimu ini seharusnya dikebiri saja dan dienyahkan dari dunia ini!"
Satu tinju didaratkan ke wajah Max Julius yang tampan nirmala. Max Julius jatuh tersungkur ke lantai. Ia sama sekali tidak bisa memberikan perlawanan lagi. Seperdelapan jiwa, kekuatan dan keseimbangan sukmanya sudah menguap entah ke mana, terbawa oleh kepergian sang gadis cantik jelita yang selama ini dicintainya secara mendalam.
Senyuman sinis kembali terbit mendekorasi wajah tampan Dokter Norin Apus Brown.
"Tapi sekarang kita impas… Tidak ada satu pun dari kita yang berhasil memilikinya… Kanker darahnya kambuh ketika ia tengah mengandung kedua bayi kembarmu itu! Kanker darah itu merenggut nyawanya seketika. Saat kami memindahkan jantungnya ke tubuh Gover Robin Polaris, juga terjadi komplikasi pada organ-organ vital Gover Robin Polaris. Keduanya sudah pergi meninggalkan kita untuk selamanya… selamanya…"
Dokter Norin Apus Brown menekankan kata demi kata dalam paragrafnya lagi supaya Max Julius bisa sadar benar gadis yang mereka perebutkan selama ini kini sudah tiada.
"Tidak ada satu pun di antara kita yang berhasil memilikinya… Kau hanya satu langkah lebih cepat dariku, berhasil mendapatkan keperawanannya dan berhasil menanamkan benihmu di dalam rahimnya, tapi lihatlah kondisi sekarang… Kita benar-benar impas! Kita benar-benar impas!"
Terdengar sedikit tawa renyah Dokter Norin Apus Brown. Dia mengumpulkan berkas-berkas yang dilihat oleh Max Julius Campbell tadi dan memasukkannya kembali ke dalam laci meja kerjanya.
"Tapi kalau kupikir-pikir, kau sedikit lebih menderita daripada aku, Max Julius… Kau bukan hanya kehilangan gadis yang kaucintai dan kauharap-harapkan selama ini, tetapi kau juga kehilangan kedua bayi kembarmu! Bagaimana rasanya? Oh… Umpamanya aku adalah kau, aku bisa gila dan bisa-bisa aku akan mengakhiri hidupku sendiri saja. Untuk apa lagi aku hidup jika gadis yang aku cintai saja tidak bisa kulindungi, jika saja kedua bayi kembarku, kedua darah dagingku sendiri tidak bisa kupertahankan! Iya tidak!"
Dokter Norin Apus Brown kini berjongkok di depan Max Julius Campbell yang terlihat sudah benar-benar tidak berdaya, sudah benar-benar terpuruk ke dalam neraka tingkat kedelapan belas.
"Aku sudah ingin pulang… Jika kau sudah selesai meratap di sini, jika kau sudah siap kembali menghadapi kenyataan, jangan lupa matikan lampu dan tutup pintu ruanganku ini sebelum kau pergi…"
Sambil mendengus sinis, Dokter Norin Apus Brown berlalu keluar begitu saja.
Rasakan itu! Sungguh menyakitkan bukan mengetahui fakta yang sebenarnya, yang disembunyikan oleh Junny Belle selama ini! Lebih menyakitkan lagi mengetahui kematian gadis yang selama ini kauharap-harapkan dan kaucintai dan kematian kedua bayi kembar harammu itu, Max Julius! Aku berharap kau terus terpuruk dalam penyesalanmu itu! Aku berharap kau takkan pernah bisa keluar dari limbah penyesalanmu itu! Aku ingin melihat hidupmu yang tak lebih dari neraka yang penuh dengan bilur-bilur penyesalan! Jika aku tidak bisa mendapatkan Junny Belle, jangan pernah berharap kau bisa mendapatkannya! Jangan bermimpi!
Terdengar gerunyam senandika batin yang sedemikian kejam dari balik wajah polos Dokter Norin Apus Brown ketika ia menuruni tangga dan berjalan keluar dari rumah sakit tersebut sembari bersiul merdu.
Perlu waktu dua jam bagi Max Julius untuk mengumpulkan segenap kekuatannya kembali dan berjalan keluar dari bangunan rumah sakit tersebut.
Max Julius menginjak pedal gas dengan kuat. Mobil melaju dengan sangat kencang meninggalkan pelataran parkir rumah sakit tersebut. Mobil meliuk-liuk tak terkendali di sepanjang jalan lintas yang menghubungkan daerah pinggiran kota tersebut dengan pusat kota.
Dari arah berlawanan, datanglah sebuah truk yang mengangkut bahan bakar. Di kegelapan malam dengan penerangan yang terbatas, dan juga dengan konsentrasi Max Julius yang benar-benar minim, kecelakaan sungguh tidak terhindarkan lagi. Max Julius terpaksa banting setir ke kanan. Mobil tergelincir keluar dari jalan lintas dan menabrak pepohonan yang ada di samping jalan lintas.
Setelah itu, suasana menjadi begitu tenang, tenggelam dalam gelap gulita yang tak terdeskripsikan. Dunia Max Julius pecah dalam kegelapan yang berbintang-bintang.
Tak lama kemudian, pihak kepolisian dan pihak rumah sakit sudah terlihat mendekati tempat terjadinya kecelakaan tersebut.
***
Pasangan suami istri Campbell dan kedua anak perempuan mereka berangkat ke rumah sakit di pusat kota Sydney pada jam empat subuh begitu menerima kabar kecelakaan Max Julius Campbell.
"Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Pak Concordio cemas.
"Terjadi benturan di kepala Pak Max Julius. Pak Max Julius mengeluarkan cukup banyak darah. Namun, luka sudah kami jahit dan sudah kami obati. Tidak apa-apa lagi…" kata si dokter tersenyum profesional.
"Aduh… Aku takut sekali Max akan kenapa-kenapa, Concordio…" gumam Bu Desenda masih merasa cemas.
"Mungkin Pak Max Julius masih shocked sehingga kini ia masih tidak sadarkan diri. Tunggu beberapa jam kemudian setelah shocked-nya mereda, dia akan sadar. Kami permisi dulu, Pak Concordio, Bu Desenda…" kata si dokter berlalu dari kedua suami istri yang memang sudah cukup dikenal oleh sebagian besar dokter dan staff di rumah sakit besar tersebut.
Pak Concordio dan Bu Desenda mengangguk.
"Aku ingin masuk dan menengok keadaan Bang Max sekarang," kata Fernanda Julia masuk ke dalam kamar rawat inap Max Julius.
"Aku ikut…" sahut Fenny Julia.
Akhirnya kedua suami istri Campbell beserta anak perempuan mereka masuk ke dalam kamar rawat inap Max Julius. Terlihat Max Julius masih terkulai lemas di atas tempat tidurnya, dengan mata yang masih terpejam, sama sekali belum sadarkan diri.
"Dia baik-baik saja, Desenda…" kata Pak Concordio menggenggam tangan istrinya.
"Entah apa yang terjadi sehingga ia bisa pergi ke daerah pinggiran kota seperti itu pada malam hari. Tidak bisakah dia menunggu sampai besok paginya ketika langit sudah terang baru dia pergi ke sana?"
"Setelah dia sadar nanti, kita akan menanyainya, Desenda…" timpal Pak Concordio.
Suasana di dalam kamar rawat inap tersebut menjadi hening. Kedua anak perempuan Campbell hanya memandangi abang sulung mereka dengan sorot mata cemas.