Chereads / 3MJ / Chapter 244 - Saksi PMS yang Pertama Kali

Chapter 244 - Saksi PMS yang Pertama Kali

Junny Belle perlahan-lahan berdiri. Ia menganggukkan kepalanya.

"Tak apa-apa, Max… Aku tahu tadi kau tidak punya pilihan lain." Rona merah mulai menghiasi wajah Junny Belle yang cantik jelita. "Thanks banget sudah menolongku ya…"

Junny Belle berbalik badan dan mulai berjalan pergi meninggalkan Max Julius yang masih berdiri terpaku di pinggiran kolam renang.

"Jun… Jun…"

Junny Belle berhenti dan sedikit berbalik badan tatkala didengarnya sang lelaki tampan nirmala memanggil namanya.

"Apakah… Apakah kau menyesal telah kehilangan ciuman pertamamu tadi?" tanya Max Julius deg-degan.

Junny Belle menjadi serba salah. "Tidak… Tapi…"

Senyuman cerah merekah mendekorasi wajah Max Julius yang tampan nirmala. Dia mengambil beberapa langkah lebar mendekati sang bidadari cantik jelita dan menggenggam kedua tangannya.

"Aku tahu aku tidak pantas mengatakan ini kepadamu, tapi aku sudah menyimpan rasa ini sedemikian lama, sudah sejak hari pertama kita berkenalan di kantin sekolah. Aku tahu aku mungkin tidak bisa memberikanmu kebahagiaan yang selama ini diberikan oleh kedua orang tuamu. Aku tahu mungkin aku tidak mempunyai apa-apa yang bisa kuberikan kepadamu. Akan tetapi, aku tetap ingin mengatakan… mengatakan… mengatakan aku menyukaimu, Junny."

Max Julius mengumpulkan segenap keberaniannya hampir sampai dua tahun lamanya baru hari ini dia bisa menyatakan perasaannya di depan sang gadis cantik jelita yang ditaksirnya.

Junny Belle terkejut bukan main. Terlihat sepasang bibirnya yang terbabang lebar. Untuk beberapa detik lamanya, dia hanya berdiri terpaku di tempat – tidak tahu apa yang mesti diucapkan ataupun diperbuatnya.

"Aku benar-benar menyukaimu, Junny… Aku terus memikirkanmu hampir setiap malam, semenjak hari pertama kita berkenalan di bawah pohon mangga taman belakang sekolah itu…"

Junny Belle menjadi serba salah, terseret ke dalam situasi yang begitu dilematis. "Aku… Aku… Aku tidak bisa memberimu jawaban sekarang, Max. Aku... Aku… Aku masih tidak mengerti bagaimana rasanya menyukai seseorang itu."

"Aku tidak akan memaksamu memberiku jawaban sekarang, Jun… Aku mengatakan ini karena aku tidak kuat memendamnya sendiri lagi. Aku memberitahumu perasaanku ini karena aku ingin kau tahu kau memiliki aku yang selalu bisa kaumintai tolong dan bisa kauandalkan. Aku selalu berusaha membantumu sebisaku, Jun…" kata Max Julius dengan perasaan deg-degan yang kian merecup kehangatan di padang sanubarinya.

Junny Belle hanya mengangguk cepat. Dia berlalu begitu saja dan meninggalkan Max Julius sendirian di pinggiran kolam renang tersebut. Perasaannya mulai kacau balau. Segala jenis perasaan mulai berkecamuk nan bergejolak di beranda pikirannya.

Mimpi tersebut meloncat dari satu titik ke titik yang lain. Kali ini mimpi meloncat ke masa ketika Junny Belle sudah duduk di kelas satu SMP dan Max Julius duduk di kelas tiga SMP.

Bel tanda pulang sekolah sudah berbunyi. Max Julius juga terlihat menyandang tas di bahu dan hendak bergerak menuju ke pintu keluar sekolah ketika ia mendapati Junny Belle duduk seorang diri di bawah pohon mangga di taman belakang sekolah. Gadis cantik jelita itu terlihat menungkupkan kepalanya sendiri ke dalam lipatan kedua lengannya. Max Julius mengernyitkan keningnya. Diputuskannya untuk menghampiri sang gadis cantik jelita sejenak.

"Jun… Jun… Ada apa? Kenapa kau belum pulang? Kau sakit?"

"Ya… Aku tidak enak badan…" jawab sang gadis cantik jelita, masih dengan posisi kepala yang tertungkup dalam lipatan kedua lengannya sendiri.

"Sakit apa?" Kerutan di dahi Max Julius semakin dan semakin dalam. Dia hanya bisa duduk di samping sang gadis cantik jelita, membelai-belai kepala hingga punggungnya.

Mendadak saja sang gadis cantik jelita mengangkat kepalanya dan kini ia mendadak menyandarkan kepalanya ke dada bidang kekar nan bedegap milik Max Julius. Max Julius terkesiap sejenak. Mulai terasa gelenyar-gelenyar aneh nan misterius yang membuat jantungnya berpacu kencang nan tak karuan.

"Perutku terasa kram… Sangat tidak nyaman… Sepertinya… Sepertinya aku mulai merasakan gejala datang bulan, Max…" Tangan sang gadis cantik jelita kini mencengkeram bagian depan kemeja seragam yang dipakai oleh Max Julius.

Dengan takut-takut Max Julius melirik ke bawah. Sontak kedua matanya membesar ketika dilihatnya bercak-bercak darah di bawah bangku kayu tempat Junny Belle duduk. Ternyata benar… Gadis cantik jelita itu sepertinya mengalami PMS untuk yang pertama kali.

Tanpa berpikir panjang lagi, Max Julius menyandangkan tas Junny Belle ke bahunya dan ia mulai menggendong Junny Belle masuk ke lift bagian belakang bangunan sekolah. Dua menit kemudian, ia sudah tiba di ruangan UKS sekolah. Untunglah sang dokter yang bertugas di UKS hari itu adalah dokter wanita.

"Ada apa, Max?" Ternyata si dokter wanita itu juga mengenal Max Julius. Memang sudah tidak terbantahkan lagi popularitas Max Julius di sekolah tersebut.

"Ini temanku… Dia sakit…" kata Max Julius membaringkan Junny Belle ke tempat tidur di ruangan UKS tersebut. Dia meletakkan tas Junny Belle dan tasnya sendiri di lantai, di samping tempat tidur.

"Sakit apa?" Si dokter wanita sedikit mengerutkan dahi.

"PMS pertama kali…" Max Julius menunjuk ke noda darah yang sekarang mulai menempel pada seprai tempat tidur UKS yang berwarna putih polos.

Si dokter wanita terhenyak kaget dan spontan mengangkat kedua tangannya menutupi mulutnya. Akan tetapi, beberapa detik kemudian, ia sudah mulai bisa menguasai diri dan berkata,

"Oke… Ini masalah perempuan… Kau seharusnya tidak boleh mengetahui tentang hal ini, Max. Akan tetapi, aku salut terhadap keberanianmu dan kecepatan berpikirmu dengan langsung membawanya ke sini. Sekarang kau boleh tunggu di luar ya…"

Max Julius mengangguk cepat. Beberapa menit lamanya dia menunggu di bangku panjang di luar ruangan UKS, sementara si dokter wanita membersihkan darah PMS Junny Belle di dalam, menggantinya dengan rok cadangan yang memang disediakan dalam ruangan UKS. Setelah itu, si dokter wanita memberi sedikit suntikan dan memberinya obat untuk mengurangi senggugutan yang ia rasakan.

"Ini obat yang aku berikan… Namun, jikalau kau merasa masih senggugutan dua tiga hari ke depan, kau bisa minta obat yang baru saja dari dokter pribadimu. Mengerti kan?" Si dokter wanita memberikan sedikit penjelasan.

"Terima kasih, Dokter…" Junny Belle meraih bungkusan obat yang diberikan oleh si dokter wanita dan meletakkannya di atas nakas di samping tempat tidurnya.

"Oke… Ada teman laki-lakimu di luar sana yang menungguimu. Aku suruh dia masuk saja ya… Kau tidak keberatan kan? Pasalnya tadi dia yang menggendongmu ke sini. Biar dia saja yang menemanimu di sini. Aku sudah mau pulang…" kata si dokter wanita.

Junny Belle hanya mengangguk sembari sedikit tersipu malu. Si dokter wanita terlihat sedikit mengulum senyumannya,