"Laris berapa banyak pagi ini?" tanya Dokter Norin lagi.
"Sudah dua tray besar itu…" balas Junny Belle sembari tersenyum lemah lembut. Dari kejauhan wajah Junny Belle yang sedang tersenyum lemah lembut itu memang sangat cantik memesona.
"Baru dua jam kau berjualan di sini, Jun… Lumayan bagus loh itu… Ke depannya, daripada terus bekerja di toko roti itu, alangkah baiknya kau mempertimbangkan untuk buka toko rotimu sendiri saja deh…" tukas Dokter Norin santai.
"Untuk saat ini, hal itu belum masuk dalam daftar pertimbanganku, Dokter Norin…" kata Junny Belle mulai sibuk menata kembali roti-roti yang dijualnya pagi itu.
"Bagaimana… Bagaimana… Bagaimana kondisi kandunganmu selama beberapa hari terakhir ini?" tanya Dokter Norin deg-degan, dengan raut wajah dan sorot mata yang begitu sulit diartikan.
"Baik-baik saja, Dokter Norin… Morning sickness sudah lumayan berkurang…" kata Junny Belle singkat, jelas, padat, berisi. Tentu saja dia tidak berniat berterus-terang kepada Dokter Norin obat dan vitamin yang diberikan oleh si dokter muda tampan tersebut tempo hari telah menghilang entah ke mana.
Sambil terus menatap Junny Belle yang masih sibuk menata dan menyusun roti-roti dagangannya pagi itu, terlihat Dokter Norin Apus Brown sedikit menyipitkan matanya.
"Oke… Kau ada makan makanan yang bergizi, memperbanyak sayur, buah dan minum susu ibu hamil?" tanya Dokter Norin.
"Tentu saja ada… Aku membeli susu ibu hamil segera setelah aku tahu aku hamil dari laporan hasil pemeriksaan tempo hari. Aku bahkan membeli yang paket kecil supaya dengan mudah bisa kubawa ke mana-mana dan bisa kukonsumsi di mana-mana…" kata Junny Belle memperlihatkan sebentar susu ibu hamil berukuran kecil dari dalam tas tangannya sembari sedikit mengulum senyumannya, tanpa ada kecurigaan sedikit pun terhadap reaksi yang ditunjukkan oleh Dokter Norin Apus Brown.
"Okelah kalau begitu… Jaga diri baik-baik, Jun… Jangan sampai terlalu lelah… Kau tidak boleh terlalu lelah karena kini kau tengah mengandung bayi kembar," ujar Dokter Norin Apus Brown dengan sebersit senyuman simpul. Akan tetapi, dia sedang berusaha mati-matian membendung emosi dan kemarahannya.
Dokter Norin Apus Brown kembali bergabung ke barisan dokter-dokter yang mengikuti pertemuan pada pagi hari itu. Sepuluh menit kemudian, acara pertemuan kembali dilanjutkan dan kini sudah masuk ke topik yang jauh lebih rumit nan membingungkan lagi daripada topik pengenalan yang tadi. Dokter Norin Apus Brown harus berkonsentrasi penuh dan benar-benar fokus supaya ia bisa memahami apa yang tengah dibicarakan dan disampaikan dalam pertemuan pagi hari itu.
Terlihat Junny Belle memakan buburnya dan sup daging ayam herbal yang dimasaknya sendiri di apartemennya sesaat sebelum ia berangkat ke hotel The Pride tadi pagi. Dari kejauhan, tentu saja Max Julius tetap memperhatikan perempuan yang benar-benar ia sayangi dan ia cintai. Matanya tidak pernah luput dari sosok Junny Belle yang sedang menikmati sarapannya. Sesekali akan terlihat Junny Belle menyibakkan rambutnya yang tergerai indah ke belakang punggungnya. Ingin sekali Max Julius mendekati gadis itu, memeluknya, bercanda tawa, mengobrol dan bercengkerama dengannya. Akan tetapi, pemikiran bahwa sebenarnya gadis itu tidak pernah mencintainya selama ini kembali menggelimuni relung sanubarinya.
Terlihat sang gadis cantik jelita sudah selesai makan. Sang gadis cantik jelita kini menitip pesan pada salah satu rekan kerja dan terlihat berjalan ke arah dapur setelah itu. Max Julius celingak-celinguk ke kanan dan ke kiri. Karena tidak ada yang memperhatikan dirinya, karena semuanya sedang fokus dengan apa yang dibicarakan dan disampaikan dalam pertemuan para dokter pagi itu, Max Julius berkesempatan menyelinap ke arah dapur. Dua pelayan yang sedang berjaga-jaga di dapur tentu saja terperanjat kaget melihat sang direktur utama bisa berada di dapur – suatu tempat yang sungguh tidak lazim bagi seorang direktur tinggi. Kedua pelayan itu lebih terperanjat lagi melihat kini Max Julius tidak lagi mengenakan topeng. Ia tampil dengan wajah putih polos yang sungguh tampan nirmala.
Max Julius memberi isyarat kepada kedua pelayan itu keluar dari ruangan dapur. Kendati tidak mengerti apa yang sedang terjadi, kedua pelayan tersebut hanya bisa mengangguk menyetujui. Setelah keduanya menghilang keluar dari dapur, Max Julius mengunci pintu ruangan dapur tersebut.
Terlihat Junny Belle berdiri membelakangi Max Julius. Sang gadis cantik jelita sedang menyeduh susu hamilnya dengan air hangat. Setelah berdiri cukup dekat dengan sang gadis cantik jelita, tentu saja kedua mata Max Julius membelalak lebar melihat bungkusan susu ibu hamil yang diletakkan Junny Belle di atas meja dapur begitu saja.
Junny Belle juga terhenyak kaget bukan main begitu ia berbalik badan setelah menyeduh susu ibu hamilnya.
"Susu ibu hamil? Kau… Kau… Kau sedang hamil…?" tanya Max Julius dengan napas yang mulai memburu.
Junny Belle membuang pandangannya ke arah lain. Ia sungguh tidak ingin berhadapan dengan Max Julius Campbell di saat-saat seperti ini.
"Kau hamil anak siapa, Junny Belle? Anak siapa yang ada dalam kandunganmu itu?" tanya Max Julius setengah berteriak setengah menghardik.
Beribu duka, luka, kecewa dan sakit hati memalu dan menghantam padang kesadaran Junny Belle. Dia masih membuang muka ke arah lain. Diam-diam pandangannya mulai kabur oleh air mata.
"Menurutmu aku hamil anak siapa? Anak Adam Levano Smith atau anak Dokter Norin Apus Brown?"
"Kau hamil anak dokter itu ya! Iya! Kau hamil anak dokter itu! Dalam waktu hanya beberapa hari setelah menyerahkan diri kepadaku, kini kau menyerahkan diri kepada dokter bajingan itu dan kini kau tengah hamil anaknya! Betapa tidak berharganya dirimu jadi seorang perempuan, Junny Belle!" tuding Max Julius kalap.
Bukan main sakitnya hati dan perasaan Junny Belle Polaris dicurigai, dituduh dan dihina sedemikian kejam oleh lelaki yang selama ini dicintainya.
Ya… Ya… Ya… Aku tidak usah susah-susah membela diri di sini. Memang sejak awal Max Juliusku ini tidak pernah mempercayaiku. Dia tidak pernah bisa percaya padaku… Aku hanya bisa berdiam diri, menelan bulat-bulat segala kecurigaan dan tuduhannya kepadaku…
Terdengar gerunyam senandika batin Junny Belle yang benar-benar terpuruk ke jurang neraka yang terdalam.
"Itu sama sekali bukan urusanmu, Max… Kau sendiri yang mengatakan kau akan membayarku kan? Ya, kau sudah membayarku… Urusan di antara kita sudah selesai… Kau tidak usah merisaukan aku akan tidur dengan siapa dan hamil anak siapa setelah itu…"
"Kau…" Tangan Max Julius sudah terangkat ke udara hendak mendaratkan satu tamparan ke wajah Junny Belle. Namun, semarah-marahnya dia pada Junny Belle, dia tidak pernah bisa memukul, menyakiti apalagi melukai sang gadis cantik jelita kesayangannya. Setiap kali setelah tidak bisa membendung emosi dan kemarahannya kepada Junny Belle, dia hanya bisa berakhir dengan menyakiti dan melukai dirinya sendiri.