Di dapur, diam-diam Junny Belle bernapas lega dan berharap ketiga temannya tidak mencurigai apa-apa.
Ketiga teman dekat yang masih duduk mengelilingi meja makan mereka kembali saling pandang-memandang di antara mereka bertiga. Rasa curiga memang sudah mulai menggelimuni kuncup pikiran ketiganya. Akan tetapi, baru saja Aira Antlia ingin membuka mulut melontarkan apa yang menjadi kecurigaannya, pintu toko roti dibuka dari luar dan masuklah seorang tamu.
Aira Antlia segera berdiri dan berjalan ke depan melayani si tamu lelaki muda awal dua puluhan yang ingin membeli beberapa roti pada siang hari itu. Begitu keduanya bertemu, begitu mata si tamu lelaki dan mata Aira Antlia saling terikat dan beradu, keduanya langsung terkesima di tempat masing-masing. Keduanya tidak tahu apa yang mesti diperbuat dan diucapkan selama beberapa detik ke depan.
Astaga! Pria ini tampan sekali… Bagai dewa yang diturunkan dari langit… Siapa sih dia? Selama ini aku tidak pernah melihatnya membeli roti di sini. Seharusnya ini baru pertama kali baginya membeli roti di sini. Akan kutunjukkan performaku yang sebaik-baiknya… Tanpa sadar Aira Antlia mengulum senyumannya dan memandangi pria tampan nirmala di hadapannya seraya menggigit bibir bawahnya.
Wow… Cantik sekali… Bagai bidadari yang turun dari kahyangan. Rekan kerja Junny Belle saja bisa secantik ini… Yah tidak mengherankan lagi kenapa Max bisa jatuh cinta berat dan begitu tergila-gila pada Junny Belle itu… Aduh! Cantik sekali… Dan tubuhnya itu juga… juga… juga padat seksi berisi… Apakah… Apakah dia sudah ada yang punya? Apakah aku punya kesempatan? Tanpa sadar Clark Campbell menjilati bibir bawahnya beberapa kali sembari terus menatap lekat-lekat ke Aira Antlia yang berdiri tegak di hadapannya.
"Anda ingin membeli roti, Tuan?" tanya Aira Antlia dengan senyum yang seramah mungkin.
"Iya… Ada rekomendasi roti-roti mana yang enak di toko ini?" tanya Clark Campbell memulai basa-basi di antara mereka berdua sehingga ia berkesempatan mengobrol lebih lama dengan gadis cantik jelita yang bekerja di toko roti yang baru pertama kali didatanginya ini.
Tentu saja dengan senang hati Aira Antlia merekomendasikan roti-roti andalan mereka yang menjadi bestseller toko tersebut. Setelah diskusi selama beberapa menit, akhirnya Clark Campbell memilih chicken burger dan beef croissant. Untuk minuman, dia memilih Blue Ocean yang dingin. Itu pun setelah ia melalui beberapa menit diskusi dengan Aira Antlia yang cantik jelita dan bertubuh seksi menggemaskan.
"Oh ya… Karena aku masih baru di kota ini, bisa kau juga merekomendasikan aku tempat-tempat hiburan terbaik yang bisa menarik perhatian para wisatawan di kota Sydney ini?" tanya Clark Campbell lagi ketika Aira Antlia berjalan mendekat ke mejanya menghidangkan roti dan minuman pesanannya.
Aira Antlia sedikit menaikkan kedua alisnya. Dia tampak sedikit salah tingkah dan serba salah.
"Kan sekarang lagi tidak ada tamu yang datang membeli roti kan?" gumam Clark Campbell mengindikasikan bread bar yang kosong-melompong.
Aira Antlia melirik ke arah bread bar yang memang tidak ada tamu seorang pun di sana. Dengan senyuman salah tingkah dan sedikit tidak enak hati, akhirnya ia duduk di kursi di hadapan Clark Campbell.
"Anda dari mana memangnya, Tuan?"
"Kita hampir sebaya. Panggil saja aku Clark… Namaku Clark…" Tentu saja Clark Campbell tidak berniat memperkenalkan nama belakangnya kepada gadis cantik jelita itu saat ini. Ia baru akan memperkenalkan nama belakangnya seandainya Junny Belle tidak sengaja berjalan ke arah depan toko roti dan menangkap basah dirinya berada di sana. Selagi itu belum terjadi, dia akan memanfaatkan waktunya sebaik mungkin untuk menarik perhatian sang gadis cantik jelita ini dulu. Dia menjulurkan tangannya ke depan.
"Namaku Aira… Senang berkenalan denganmu, Clark…" kata Aira Antlia menyambut uluran tangan si lelaki tampan nirmala. Begitu tangan mereka bersentuhan, mulai terasa gelenyar-gelenyar aneh yang menggelincir di seluruh rangkup kesadaran dan pikirannya.
"Kau berasal dari kota mana, Clark?" tanya Aira Antlia di detik-detik berikutnya.
"Dari New York… Baru pertama kali aku menginjakkan kaki di Australia dan mengunjungi kota Sydney ini…" kata Clark Campbell penuh percaya diri. Merayu para gadis dan membuat mereka bertekuk lutut memang sudah merupakan keahliannya. Ia sudah banyak makan asam garam di bidang itu.
"Oh… Ke sini dalam rangka…?"
"Bisnis… Perusahaan keluargaku membuka cabang hotel baru di sini…"
Seharusnya Aira Antlia sudah boleh curiga kepada kebohongan Clark Campbell ini begitu ia mendengar kata 'hotel'. Namun, memang pada saat itu dirinya begitu terbius oleh ketampanan Clark Campbell yang tiada tara. Hilang sudah semua akal sehat dan pertimbangan rasionalnya selama ini.
"Wow… Kau pasti kaya raya dan menjadi incaran banyak gadis selama ini," kata Aira Antlia jujur dari lubuk hatinya yang terdalam.
Clark Campbell tertawa lepas. "Aku sekarang masih sendiri… Mungkin belum menemukan gadis yang tepat dan cocok denganku…"
"Jadi hiburan mana yang kaumaksud tadi?" tanya Aira Antlia dengan kerlingan mata nakal yang sedikit menggoda.
Sebenarnya ia hanya ingin mengejek Clark Campbell. Namun, tanpa disadarinya ia telah membangkitkan hasrat kelelakian Clark Campbell dengan kerlingan matanya itu. Clark Campbell hanya tetap berusaha duduk tenang di depan Aira Antlia, berusaha mengontrol dan mengendalikan hasrat kelelakiannya yang mulai bergejolak.
"Hiburan apa yang bisa kaurekomendasikan kepadaku, Aira? Hiburan apa pun yang cocok buatku pasti akan kuterima. Aku bisa menikmati hiburan jenis apa pun – jika kau mengerti apa yang kumaksud…" kata Clark Campbell dengan sinar mata penuh arti.
Mendengar itu, Aira Antlia tertawa lepas. Dia sedikit menyibakkan rambut panjangnya ke belakang. Lagi-lagi gairah kepriaan Clark Campbell tersulut lagi menyaksikan gerak-gerik sang gadis cantik jelita yang sama sekali tidak disadarinya itu.
"Iya, aku mengerti apa maksudmu… Mustahil lelaki tampan dan kaya raya sepertimu tidak pernah menikmati hiburan segala jenis. Namun, aku hanya bisa merekomendasikan tempat-tempatnya kepadamu ya. Aku tidak… tidak… tidak bisa memberikannya kepadamu secara langsung karena aku tidak bergelut langsung di bidang itu. Bagaimana?"
Wow… Gadis cantik ini begitu berterus-terang… Aku suka tipe gadis seperti ini. Selain cantik, dia juga jujur, berani dan terbuka apa adanya… Terdengar lagi gerunyam senandika batin Clark Campbell.
"Oke… Mari kita dengarkan tempat-tempat mana yang bisa kaurekomendasikan kepadaku…" kata Clark Campbell mulai menikmati makanan dan minumannya siang itu.
Pembicaraan mereka begitu larut, begitu seru dan begitu asyik. Hampir satu jam Clark Campbell duduk di toko roti tersebut, larut dalam obrolannya dengan sang bidadari cantik jelita yang baru saja dikenalnya. Hilang sudah rencana awalnya ke toko roti tersebut, yakni guna menyelidiki latar belakang dan masa lalu kehidupan Junny Belle Polaris.