"Jika Anda membutuhkan sesuatu, Anda bisa menekan tombol tersebut. Suster akan segera datang membantu Anda," tukas Dokter Norin Apus Brown kepada ayah Talitha Thompson yang kini mulai duduk di sisi tempat tidur anak perempuannya.
Lelaki setengah baya tersebut hanya mengangguk. Keluarlah Dokter Norin Apus Brown dan Junny Belle dari kamar rawat inap tersebut. Mereka bergerak menuju kantin rumah sakit.
Terlihat Dokter Norin Apus Brown meletakkan secangkir teh manis hangat di depan Junny Belle. Dengan tangan yang sedikit gemetaran, Junny Belle menyesap sedikit demi sedikit teh manis hangat tersebut.
"Kau baik-baik saja, Jun?" Kening Dokter Norin Apus Brown sedikit mengernyit. Dia meletakkan tangannya di dahi Junny Belle guna memeriksa kondisi kesehatan sang gadis cantik jelita.
Junny Belle hanya menggeleng ringan.
"Aku baik-baik saja… Hanya sedikit pusing dan tadi pagi sedikit muntah… Mungkin karena aku kelelahan beberapa hari terakhir ini…"
"Oh ya…? Jangan terlalu lelah kalau begitu. Kau tidak perlu datang ke sini setiap malam, Jun. Apabila kau merasa lelah setelah seharian kau bekerja, kau bisa langsung pulang beristirahat. Apabila ada apa-apa mengenai kondisi Gover, aku bisa menelepon dan mengabarimu."
Junny Belle menganggukkan kepalanya dengan sebersit senyuman simpul di wajahnya yang cantik jelita. Sambil mengibaskan rambutnya yang panjang ke belakang punggung, dia kembali menyesap teh manis hangatnya.
"Aku sudah menyuarakan ingin mencarikan seorang pendonor jantung yang cocok buat Gover. Ada beberapa pasien penyakit kritis di beberapa rumah sakit lain di Sydney sini yang sedang dimintai kesediaan mereka untuk mendonorkan jantung mereka buat Gover jika seandainya mereka meninggal nanti. Kita tinggal tunggu kabar baik dari beberapa rumah sakit tersebut," gumam Dokter Norin sembari menghela napas panjang.
"Terima kasih, Dokter Norin… Jika mereka tidak bersedia, jangan didesak terus. Aku tidak ingin terkesan mengharapkan kematian orang lain supaya adikku bisa sembuh dan hidup," tukas Junny Belle sambil menerawang keluar jendela kantin.
"Begitulah hidup, Jun…" desah Dokter Norin Apus Brown dengan sekerjap perasaan bersalah. "Menjadi seorang dokter begini, melihat kelahiran, kehidupan dan kematian sudah menjadi santapan sehari-hariku. Surga dan neraka semuanya ada di sini… Lengkap… Tidak usah pergi jauh-jauh untuk mencari surga dan neraka. Sesungguhnya surga dan neraka itu berbaur di sini, di rumah-rumah sakit begini."
Junny Belle memutar kembali kepalanya dan kembali menoleh kepada Dokter Norin.
"Dengan kondisi demikian, sampai kapan Gover bisa terus bertahan, Dokter Norin?" Sebuah pertanyaan yang sungguh ditakutkan oleh Dokter Norin kembali terlontar keluar dari mulut sang gadis cantik jelita.
"Pasti akan ada harapan sembuh bagi Gover, Jun. Kau jangan berpikiran yang tidak-tidak. Kau harus senantiasa berpikir positif sehingga kau bisa tetap ceria dan bisa tetap menyemangati Gover, Jun…" Dokter Norin menaikkan tangan ke atas meja dan menggenggam tangan Junny Belle dengan lemah lembut.
Junny Belle tersenyum lemah lembut pula. Ia menghabiskan teh manis hangatnya dan berdiri perlahan.
"Aku akan berangkat kerja sekarang, Dokter. Ada apa-apa dengan Gover, kau harus mengabariku ya…" kata Junny Belle lemah lembut.
"Pasti…" Dokter Norin tersenyum lemah lembut lagi.
Akan tetapi, baru saja Junny Belle bergerak beberapa langkah, rasa pusing yang tiada tara kembali memalu dan menghantam kepalanya. Dunia terasa berputar-putar tak mengenal arah. Pandangan matanya mulai memutih. Alhasil, tubuhnya ambruk ke lantai seketika.
"Jun! Jun! Junny Belle! Junny Belle!" Sayup-sayup terdengar teriakan Dokter Norin yang panik dan segera berlari menghampirinya. Setelah itu, pandangan Junny Belle menjadi gelap semua. Dia tidak mendengar dan merasakan apa-apa lagi.
***
Entah berapa lama Junny Belle pingsan. Yang jelas hari itu dia tidak jadi berangkat kerja di pagi hari. Begitu terbangun dari pingsannya, dia mendapati dirinya sudah berada di IGD. Dia bangun dan kini tengah duduk di atas tempat tidur di IGD. Dia celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Tidak ada orang sama sekali dalam ruangan IGD tersebut.
Junny Belle melirik ke jam dinding di ruangan IGD sebentar. Sudah pukul dua belas siang lewat sepuluh menit. Selama itukah dia tidak sadarkan diri?
Pintu terkuak dan masuklah Dokter Norin. Dokter Norin kini berjalan mendekatinya dengan ekspresi wajah yang sulit ditebak.
"Kau menyerahkan segalanya kepada Max Julius Campbell itu guna mendapatkan uang untuk melunasi biaya operasi dan biaya perawatan Gover di rumah sakit ini bukan?" Nada suara Dokter Norin menjadi meninggi satu oktaf.
Junny Belle menelan ludah ke dalam tenggorokannya yang serasa tercekat. Dari mana Dokter Norin Apus Brown ini bisa mengetahui hal itu? Apakah selama ia pingsan nan tidak sadarkan diri tadi, Dokter Norin Apus Brown ini melakukan pemeriksaan keperawanan terhadapnya?
"Dari mana… Dari mana…?" Pertanyaan Junny Belle terdengar menggantung di udara. Sungguh gugup bagi dirinya untuk meneruskan dan menyelesaikan pertanyaan tersebut.
"Kau tahu kenapa kau bisa pingsan tadi?" tanya Dokter Norin masih dengan nada suara yang meninggi satu oktaf.
"Aku merasa pusing mendadak… Badanku seketika menjadi lemas…"
"Kenapa kau bisa pusing mendadak tadi? Tadi kau juga bilang akhir-akhir ini kau sering pusing, mual dan muntah-muntah bukan? Sama sekali tidak terbersit dalam pikiranmu apa penyebabnya kira-kira?" desis Dokter Norin merendahkan nada suaranya sembari sedikit memicingkan kedua bola matanya.
Jantung Junny Belle semakin deg-degan. Dia menyadari sesuatu. Terasa seperti ada halilintar yang mendera kesadaran tingkat kedelapannya – bagai gementam meriam yang mengoyak keheningan.
"Tidak mungkin… Tidak mungkin… Tidak mungkin aku sekarang ini…" Terdengar warna suara Junny Belle yang bergelugut hebat.
Dokter Norin sedikit menghempaskan kertas-kertas berupa laporan hasil pemeriksaan kandungan Junny Belle ke tempat tidur sang gadis cantik jelita. Dengan tangan yang agak gemetaran, Junny Belle memungut kertas-kertas hasil pemeriksaan kandungannya itu.
"Sayangnya tidak mungkin menjadi mungkin, Jun… Kau positif hamil dua minggu…"
"Aku… Aku benaran hamil dua minggu?"
"Iya… Kau hamil dua bayi, Jun… Kau hamil bayi kembar…" Kata-kata Dokter Norin Apus Brown yang berikutnya ini sungguh laksana tembakan beruntun yang dibombardir ke saraf pendengaran Junny Belle.
"Apa? Bayi kembar?" Junny Belle menutup mulutnya sejenak. Rasa bahagia, terharu, panik, takut, cemas, khawatir, sedih, putus asa – semuanya berbaur menjadi satu dalam relung-relung sanubarinya.
"Kenapa kau bisa berpikiran pendek begini, Jun? Aku sudah bilang biaya pengobatan dan operasi Gover tidak usah terlalu kaurisaukan karena aku akan bisa memiliki caraku sendiri dalam menyelesaikannya. Sebegitu tidak percayakah kau kepadaku? Sebegitu tidak percayakah kau kepadaku sampai-sampai kau bisa mencari lelaki brengsek itu dan menyerahkan segala kehormatan yang kaumiliki kepadanya?"
Tampak sorot mata kecewa dan sakit hati di kedua bola mata Dokter Norin. Mulut Junny Belle menjadi gemetaran hebat nan terbabang lebar tanpa tahu apa yang mesti diucapkannya.