Clark Campbell meledak dalam tawa renyahnya.
"Benaran kau harus berterima kasih pada Junny Belle Polaris itu, Max…" tukas Clark Campbell.
Max Julius mengernyitkan keningnya. "Omong kosong… Tidak mungkin keperawanan seorang gadis itu bisa menjadi obat. Dalam sejarah umat manusia di dunia ini, aku tidak pernah mendengar hal yang demikian, Clark…"
"Tunggu saja sampai aku mendapatkan informasi dari kenyataan ini, Max…" kata Clark Campbell sedikit mengerling-ngerlingkan kedua matanya dengan penuh arti.
"Bagaimana perkembangan penyelidikanmu sejauh ini?"
"Hanya sedikit… Kedua orang tua Junny Belle adalah penemu. Keduanya meninggal dalam kecelakaan pesawat terbang saat dia duduk di kelas satu SMP – sama seperti yang kaukatakan deh… Namun, ada satu informasi baru nih yang berhasil diperoleh oleh si detektif sewaanku kemarin siang. Entah kau tahu atau tidak ya…"
Max Julius kontan menaikkan kedua alisnya. "Apa itu?"
"Junny Belle Polaris bukan anak tunggal. Katanya dia masih memiliki seorang adik. Namanya Gover Robin… Gover Robin Polaris…"
"Adik? Kok Junny Belle tidak pernah cerita kepadaku ya? Kau yakin itu adiknya? Bisa saja hanya saudara sepupunya dan mereka dibesarkan bersama…"
Clark Campbell menggeleng dengan penuh keyakinan. "Nggak… Detektif sewaanku ini tidak pernah keliru dalam memperoleh dan menyaring informasi apa pun, Max. Gover Robin Polaris ini adalah adik sedarah dari Junny Belle Polaris. Hanya saja, sejak kecil keberadaan Gover Robin Polaris ini memang dirahasiakan dari publik. Kedua orang tua Junny Belle Polaris ini memang membuat seolah-olah keberadaan Gover Robin Polaris ini tidak pernah ada. Sangat sulit memperoleh informasi mengenai Gover Robin Polaris ini… Entah apa alasan kedua suami istri Polaris itu berbuat begitu… Membingungkan…"
Clark Campbell mengakhiri narasinya yang cukup panjang. Max Julius hanya tenggelam dalam kebingungannya sendiri. Adegan dalam mimpi tadi pagi dan kata-kata Junny Belle sewaktu zaman SMP dulu kembali bergelitar di beranda pikirannya.
Oh, Junny Darling… Apa sebenarnya yang ingin kaukatakan kepadaku waktu itu? Apakah itu ada hubungannya dengan adik lelakimu ini? Apakah terjadi sesuatu pada adik lelakimu sewaktu kalian kecil sehingga kedua orang tuamu merahasiakan keberadaannya? Oh, Junny Darling… Apa sebenarnya yang menjadi rahasiamu yang kelam itu? Kenapa mendadak kau memiliki banyak rahasia dan tanda tanya?
Lindap kebingungan masih meragas alam pikiran Max Julius Campbell.
***
Pagi ini Junny Belle terbangun dengan kondisi perut yang begitu mual dan kepala yang begitu pusing. Dia memuntahkan isi perutnya yang berupa asam lambung berwarna bening polos di kamar mandi. Dia sudah terus menderita kondisi perut yang begitu mual dan isi kepalanya yang terasa berputar-putar selama beberapa hari terakhir ini. Dia tidak mengerti apa sebenarnya yang tengah terjadi pada dirinya. Apakah dia sekarang menderita penyakit asam lambung karena terlalu lelah bekerja? Apakah penyakit kanker darahnya menjadi semakin memburuk selama beberapa hari terakhir ini?
Setelah puas memuntahkan segala cairan perutnya ke wastafel di kamar mandi, Junny Belle memutuskan untuk segera gosok gigi, cuci muka dan mandi. Pagi ini dia akan ke rumah sakit lagi karena baru saja beberapa menit yang lalu Dokter Norin Apus Brown meneleponnya dan mengabarinya kondisi Gover Robin – sang adik lelaki – yang sedikit memburuk pagi ini.
"Dia akan baik-baik saja… Dia akan baik-baik saja…" Sedikit resah gelisah mengeriap di padang sanubari hati ketika Junny Belle menggosok gigi, mencuci muka dan membersihkan diri pagi itu.
Pas saat dia selesai dan keluar dari kamar mandinya, mendadak isi perutnya bergejolak lagi. Kembali dia memuntahkan isi perutnya lagi di wastafel kamar mandi selama beberapa menit sebelum akhirnya dia merasa agak lega dan bisa meninggalkan apartemennya pagi itu.
Dengan naik bus yang biasa, Junny Belle Polaris akhirnya tiba di rumah sakit tempat Gover Robin dirawat setengah jam lebih kemudian. Dia terlihat berlari-lari kecil ke kamar adiknya. Dia segera menghampiri Dokter Norin Apus Brown yang berdiri di sisi ranjang sang adik lelakinya.
Melihat kondisi sang adik yang tidak sadarkan diri sekarang kontan membuat Junny Belle terperanjat kaget bukan main. Dia membeliakkan kedua matanya dan mengangkat kedua tangannya untuk menutupi mulut yang sudah terbabang lebar.
"Kemarin malam dia masih baik-baik saja… Kemarin malam dia masih bisa mengobrol dan tertawa bersama-sama denganku… Kenapa pagi ini mendadak dia bisa tidak sadarkan diri?" Junny Belle setengah berteriak setengah melolong pada saat yang bersamaan.
Junny Belle melirik ke Talitha Thompson yang menempati ranjang sebelah. Kondisi Talitha Thompson ternyata juga tak jauh berbeda dengan kondisi Gover Robin Polaris. Petugas rumah sakit dan dokter yang menangani mereka bahkan harus mempergunakan kejut listrik untuk membuat jantung mereka bekerja kembali. Mesin pendeteksi detak jantung sudah dipasang dan diletakkan di samping ranjang mereka. Tampak grafik pada layar monitor masih membentuk garis lurus.
Kepanikan dan ketakutan semakin mengeriap dan menggelepar di lubuk sanubari hati Junny Belle. Junny Belle mulai terisak. Dia tidak bisa berbuat banyak selain membiarkan para petugas rumah sakit dan dokter-dokter tersebut melakukan tugas-tugas mereka.
Tampak ayah Talitha Thompson juga berdiri di pinggir tempat tidur anak perempuannya. Ketakutan dan kekhawatiran serupa juga tergores dan tergurat pada raut wajah sang ayah – tidak jauh berbeda dengan raut wajah Junny Belle Polaris.
"Apakah mereka bisa selamat? Apakah mereka bisa sadar kembali dan membuka mata mereka kembali, Dokter Norin?" Tangisan Junny Belle Polaris mulai menganak sungai dan menyeruak.
"Biarkan dokter dan petugas rumah sakit melakukan tugas mereka, Jun… Serahkan semuanya kepada mereka. Mereka akan berbuat yang terbaik untuk menyelamatkan Gover dan Talitha…"
Dokter Norin Apus Brown juga tidak bisa berkata banyak lagi. Untuk menenangkan gejolak emosi Junny Belle, ia hanya bisa meraih sang gadis cantik jelita ke dalam pelukannya. Tangan terangkat dan mengelus-elus pundak hingga punggung sang gadis cantik jelita.
Kejut listrik terus diberikan kepada Gover Robin Polaris dan Talitha Thompson. Tubuh mereka terangkat naik dan kemudian terhempas kembali ke tempat tidur. Berkali-kali kejut listrik diberikan oleh dokter ke tubuh kedua pasien tersebut. Akan tetapi, tetap terlihat tubuh keduanya yang masih belum bergeming dan mata mereka berdua yang masih terpejam erat. Kesedihan semakin menyesakkan dada. Air mata kian bergulir kian deras.
Namun, seakan Tuhan masih berkehendak lain. Setelah kejut listrik yang diberikan untuk yang kesekian kalinya, grafik lurus pada layar monitor di samping tempat tidur keduanya mulai menunjukkan perubahan naik turun yang menandakan jantung keduanya kembali bekerja. Mulai terdengar suara komputer yang berbunyi satu-satu.
"Apakah… Apakah… Apakah mereka telah kembali?" tanya Junny Belle di antara rasa takut yang masih menggeliat dalam naluri perasaannya.
"Tenanglah, Jun… Mereka sudah tidak kenapa-kenapa…" bisik Dokter Norin Apus Brown mengelus-elus pundak hingga punggung Junny Belle.
Dua dokter yang menangani Gover Robin Polaris dan Talitha Thompson kini terlihat berbicara pada Junny Belle Polaris dan ayah Talitha Thompson sebagai keluarga dari kedua pasien di kamar tersebut.
"Detak jantung mereka telah normal. Kami akan berikan sedikit penenang. Selama beberapa waktu ke depan, kedua pasien tidak boleh merasa stressed. Mereka tetap harus tenang," kata salah satu dari kedua dokter tersebut.
"Sebagai anggota keluarga mereka, kami berharap Anda-anda bisa terus menemani kedua pasien dan mengupayakan supaya mereka berdua tidak terlalu banyak berpikir," sahut dokter yang satunya lagi.
Junny Belle dan ayah Talitha Thompson hanya mengangguk lirih nan lemas.
Petugas-petugas rumah sakit dan kedua dokter tersebut berlalu keluar dari kamar Gover Robin dan Talitha Thompson.
"Jangan khawatir, Jun… Yang penting jantung mereka telah kembali bekerja. Mereka akan diberikan sedikit obat penenang sesaat lagi. Setelah efek obat penenang menurun, mereka pasti akan sadar kembali. Sekarang mereka harus banyak istirahat," kata Dokter Norin Apus Brown menenangkan.
Junny Belle mengangguk-nganggukkan kepalanya yang sedikit gemetaran.
"Kita ke kantin saja dulu, Jun… Kau juga perlu menenangkan diri sejenak… Aku akan membuatkanmu teh manis hangat dulu…" bisik Dokter Norin Apus Brown dengan lemah lembut.