Sydney, pertengahan April 2013
Mimpi itu kembali datang menghampiri relung kesadaran Max Julius.
Sayup-sayup dirasakannya angin sepoi-sepoi di siang hari yang menerpa wajahnya. Mendadak dia mendapati dirinya kembali ke masa sekolah ketika ia menetap di Indonesia dulu. Dia mendapati dirinya kembali mengenakan pakaian seragam SMP ketika ia bersekolah di sekolah international plus di masa lampau. Dia mendapati dirinya berdiri di lapangan sekolah, di depan pintu kantin sekolah. Banyak murid yang berlalu-lalang keluar masuk dari pintu kantin sekolah tersebut. Akan tetapi, fokus dan pandangan Max Julius hanya tertuju pada sosok sang gadis cantik jelita yang tengah makan siang di dalam kantin sekolah bersama-sama dengan beberapa teman perempuannya.
Tampak Junny Belle, di tahun pertama masa SMP, tengah makan siang di dalam kantin sekolah bersama-sama dengan beberapa teman perempuannya. Sesekali teman-teman perempuannya akan tertawa cekikikan ketika mereka menceritakan lelucon-lelucon masa SMP. Akan tetapi, Junny Belle tidak ikut tertawa cekikikan. Dia hanya mengulum senyumannya nan tersenyum lemah lembut mengikuti guyonan teman-teman perempuannya.
Tangan Max Julius mulai berkeringat dingin. Tangannya menggosok-gosok bungkusan plastik yang membungkus hadiah boneka Doraemon yang akan dihadiahkannya kepada sang bidadari cantik jelita. Mengenal Junny Belle Polaris sejak di tingkat SD, tentu saja dia tahu hari ini adalah hari ulang tahun gadis cantik jelita itu. Sejak jauh-jauh hari dia sudah menyisihkan sebagian uang gaji kerja sampingannya untuk membelikan hadiah boneka Doraemon yang akan diberikannya hari ini.
Kaki Max Julius mulai hendak melangkah masuk ke dalam kantin sekolah. Namun, baru dua langkah Max Julius berjalan, langkah-langkahnya terhenti seketika. Mendadak terdengar lagu ulang tahun yang mengalun di dalam kantin sekolah tersebut. Tampak seorang teman perempuan Junny Belle Polaris yang membawakan kue ulang tahun dengan beberapa lilin warna-warni di atasnya dan meletakkan kue tersebut di atas meja makan Junny Belle Polaris. Junny Belle Polaris terlihat tersenyum lemah lembut karena kejutan ulang tahun yang dipersiapkan oleh teman-temannya.
Melihat senyuman tulus nan lemah lembut sang bidadari cantik kesayangannya, senyuman Max Julius juga merekah mendekorasi wajahnya yang tampan nirmala.
"Happy birthday ya, Jun… Ini kejutan dari kami semua…" kata salah satu dari teman-teman perempuannya.
"Happy birthday, Jun… Semoga di tahun pertama SMP ini kau segera jadian dengan si Adam Levano itu ya…" kata teman perempuannya yang lain. Teman-teman perempuan yang lain kontan meledak dalam tawa cekikikan mereka.
"Thanks very much, Friends…" Junny Belle sedikit menundukkan kepalanya karena tersipu malu.
Mendengar nama Adam Levano Smith yang terbawa-bawa ke dalam percakapan teman-teman perempuan sang bidadari cantik kesayangannya, tentu saja api kecemburuan segera tersulut di dalam jiwa sanubari Max Julius. Tangannya sedikit mengepal. Dia terus memperhatikan jalannya kejutan ulang tahun tersebut dari balik jendela kayu dengan sorot mata yang sedikit tajam.
"Kalau si Adam Levano Smith itu menyatakan perasaannya terhadapmu hari ini, apakah kau akan menerima perasaannya dan jadian dengannya, Jun?" tanya teman perempuan yang lain lagi.
Kembali Junny Belle Polaris menundukkan kepalanya dan tersipu malu.
"Mana mungkin dia memiliki perasaan terhadapku… Kalian mengada-ada…"
"Tidak mungkin tidak ada… Segala perhatiannya kepadamu dan kedekatan yang ditunjukkannya kepadamu selama ini sudah menjadi rahasia umum, Jun…"
Junny Belle hanya mengulum senyumannya.
"Ada Max Julius juga kan? Aku dengar Max Julius yang super tampan dan super pintar itu juga selama ini ada menaruh hati terhadap Junny Belle kita loh… Jadi deg-degan nih… Bakalan ada dua pangeran negeri antah berantah yang bersaing memperebutkan Junny Belle kita…"
Teman-teman perempuan Junny Belle sedikit menyoraki Junny Belle. Itu membuat rona merah delima mulai menyelangkupi kedua belahan pipinya.
"Kalian jangan mengada-ada lagi, Teman-teman… Nanti orang luar yang tidak tahu apa-apa benaran mengira ada persaingan di antara mereka berdua untuk mendekatiku. Padahal kita semua hanya berteman satu sama lain bukan?"
Terdengar gerunyam senandika batin Max Julius.
Sayangnya aku tidak merasa demikian, Junny… Aku tidak ingin berteman denganmu… Sejak aku pertama kali bertemu denganmu dan mengenalmu hari itu, aku tidak pernah ingin berteman ataupun bersahabat denganmu. Aku hanya ingin menjadi orang dekatmu, orang dekat yang sangat berarti dan spesial buatmu… Bisakah…?
Adam Levano Smith juga datang menghampiri pintu kantin sekolah. Dia juga membawa bungkusan plastik kecil yang berisi hadiah – hadiah jam tangan perempuan yang tentunya jauh lebih mahal daripada hadiah boneka Doraemon yang dibelikan oleh Max Julius. Adam Levano tertegun sejenak. Amarahnya mulai mengerabik di semenanjung pikirannya tatkala dilihatnya sang saingan sudah duluan berdiri di depan pintu kantin dengan bungkusan hadiah yang akan diberikan kepada sang bidadari hari itu.
"Wow… Saingan terberat kembali muncul ya…" Vallentco Harianto meledak dalam tawa sinisnya.
Jay Frans Xaverius juga berjalan menghampiri Vallentco Harianto dan melingkarkan lengannya ke bahu teman dekatnya itu. Tidak ada seorang pun yang menduga mereka bakalan menjadi pasangan homo di masa depan – bahkan diri mereka berdua sendiri sekalipun.
"Wow… Haha… Ada saingan terberat yang tampaknya sudah mendahului langkah-langkahmu hari ini, Adam… Tidak kusangka kau bakalan didahului oleh si Max Julius yang super tampan dan super pintar itu…" kata Jay Frans Xaverius dengan nada yang begitu sinis.
Adam Levano Smith mengepalkan kedua tangan dan mengeraskan rahangnya.
"Ternyata dia juga tahu hari ulang tahun Junny ya…"
"Tentu saja dia tahu, Adam… Bagaimana mungkin dia bisa tidak tahu? Dia sudah mengenal Junny Belle semenjak dia duduk di kelas enam SD sementara kau… kau… kau… kau barusan mengenal Junny Belle ketika kau pindah ke sekolah ini setahun lalu." Terdengar lagi tawa mengejek Vallentco Harianto.
"Daripada hanya mengejekku di sini, lebih baik kalian berdua bantu aku bagaimana supaya si pengganggu itu tidak menggangguku ketika aku memberikan hadiah ini kepada Junny nanti," kata Adam Levano Smith masih mengepalkan tangan dan mengeraskan rahang.
Vallentco Harianto dan Jay Frans Xaverius saling bertukar pandang sejenak.
"Bagaimana kalau kita permalukan saja dia di depan Junny Belle?" Vallentco Harianto menaikkan kedua alis matanya dengan sebersit seringai jahat di wajahnya yang biasa-biasa saja.
"Bagaimana caranya?" Jay Frans Xaverius mengerutkan dahinya.
"Dia membeli boneka Doraemon saja loh… Tuh lihat… Bagaimana mungkin hadiah semurah itu bisa menang bersaing dengan hadiah dari Pangeran Adam kita? Ada-ada saja… Lihat tuh… Dia menunggu di luar kantin sampai teman-teman Junny Belle keluar dulu semuanya baru dia berani memberikan hadiahnya. Dia pasti malu hanya bisa memberikan hadiah boneka Doraemon yang tidak berharga itu kepada Junny Belle di hadapan teman-teman perempuannya."
Jay Frans Xaverius mulai mendengus sinis dan menyeringai jahat. Aura jahat yang mendekorasi wajahnya – yang juga biasa-biasa saja – sungguh tidak sedap dipandang mata.