Chereads / 3MJ / Chapter 225 - 'Kan Kujalani Perananku dengan Baik

Chapter 225 - 'Kan Kujalani Perananku dengan Baik

"Jangan salahkan dia, Aira… Aku yang selama ini menolaknya terus-menerus… Aku yang berada dalam pelukan Dokter Norin Minggu pagi itu dan dia memergokiku… Aku membuatnya terbakar api cemburu dan kemarahan…"

"Tapi dia sendiri punya si Qaydee Zax centil yang datang ke sini tempo hari kan? Dia sudah ada si cewek kurang ajar itu di sampingnya. Kenapa dia mesti menuntut Junny kita untuk membalas cinta dan perasaannya? Bukankah itu egois namanya?" celetuk Tasma Jones dengan dahi yang berkerut dalam.

"Mungkin saja kebersamaannya dengan Qaydee Zax itu hanyalah sebuah pelarian, Tasma. Melihat apa yang diperbuatnya pada Junny kita begitu dia memergokinya berada dalam pelukan Dokter Norin, aku yakin sih sebenarnya selama ini dia tidak membenci Junny kita. Sebenarnya dia sangat mencintai Junny kita. Hanya saja… Hanya saja…" Daniela Helena Johnson tidak kuasa menyelesaikan pernyataannya.

"Jun… Jun… Aku ingin menanyakan sesuatu padamu…"

"Apa itu, Tasma?" gumam Junny Belle lirih.

"Jikalau seandainya saja kau tidak mengidap kanker darah detik ini, akankah kau menerima cinta Max Julius Campbell?"

"Seandainya saja aku tidak mengidap kanker darah hari ini, aku yang akan berdiri di samping Max Juliusku, Tasma. Kupastikan si Qaydee Zax itu takkan memiliki kesempatan sedikit pun… Akan tetapi, semua seandainya tinggal seandainya saja… Terlalu banyak seandainya yang takkan terjawab dan takkan terwujud…" gumam Junny Belle lirih.

Ketiga teman kerja Junny Belle saling berpandangan sesaat. Mereka meraih Junny Belle Polaris ke dalam dekapan kehangatan mereka.

"Lalu bagaimana dengan pemeriksaan katup jantung buatan yang katanya akan dipasang di tubuh Gover itu, Jun?" tanya Aira Antlia begitu ia teringat pada adik lelaki temannya yang kondisinya juga tak jauh berbeda.

Junny Belle mulai terisak lembut. "Dokter Norin bilang katup jantung itu tak cocok dengan jantung Gover, Aira. Jantung Gover memang sudah terlalu lemah sejak lahir. Itu adalah bawaan lahir."

"Jadi… Jadi… Jadi… Jadi kemungkinan besar Gover tidak bisa sembuh?" tanya Aira Antlia menelan ludah ke dalam kerongkongannya yang tercekat.

"Jika ada pendonor berbaik hati dan berhati mulia yang bersedia mendonorkan jantungnya untuk Gover, kemungkinan Gover bisa sembuh… Tapi, aku tahu… Sama seperti diriku yang menunggu seorang pendonor sumsum tulang belakang ini, pendonor jantung itu juga merupakan sesuatu yang hampir mustahil."

Junny Belle sungguh tidak bisa membendung tangisannya lagi. Tangisannya bersenandung dalam pelukan kehangatan ketiga teman kerjanya.

"Kami akan selalu berada di sampingmu, Junny… Kami takkan pernah meninggalkanmu… Kami akan terus menemanimu…" kata Aira Antlia Dickinson.

"Jangan patah semangat… Kami yakin tetap akan ada sebuah jalan terang yang terbuka untukmu…" sahut Tasma Jones.

"Tetap semangat sampai titik akhir penghabisan, Junny… Tetap semangat kendati harapan tinggal setitik dan masa depan tinggal sekelumit. Jika kau tidak mencoba, kau takkan pernah tahu bagaimana hasilnya," tukas Daniela Helena Johnson.

Junny Belle kembali tenggelam dalam alam kesedihannya. Dalam dekapan kehangatan ketiga teman baiknya di toko roti tempat ia bekerja ini, ia bebas menyalurkan semua ruap lara yang menggelincir di rangkup pikirannya.

***

Junny Belle ke rumah sakit sehabis ia pulang kerja. Ia tidak langsung pulang ke apartemennya. Ia ingin menengok keadaan adik lelakinya sebentar sebelum ia pulang ke apartemennya.

Karena dilihatnya si adik lelaki sudah terlelap nyenyak sehabis makan malam, Junny Belle pun mengundurkan diri perlahan-lahan dari kamar sang adik lelaki. Junny Belle sempat mengintip ke ranjang sebelah. Si Talitha Thompson juga terlihat terlelap nyenyak sehabis makan malam. Oleh sebab itu, Junny Belle memutuskan untuk tidak mengganggu mereka dan segera keluar dari kamar rawat inap tersebut.

Di lobi lantai bawah, Junny Belle bertemu dengan Dokter Norin Apus Brown. Dokter jantung muda tampan tersebut tersenyum ramah kepada si gadis cantik jelita.

"Aku tidak tahu kau akan datang…" Dokter Norin terlihat memasukkan kedua tangannya ke dalam saku pakaian seragamnya.

"Aku khawatir dengan keadaan Gover. Apakah hari ini dia baik-baik saja?"

"Semuanya lancar, Jun… Tenanglah… Ada kami di sini… Kami akan menjaganya dengan baik… Seharian ini dia mengobrol panjang lebar dengan si Talitha Thompson si pengidap kanker hati itu. Mereka cepat sekali akrab…"

"Iya… Berbagi nasib dan penderitaan yang sama…"

"Aku kira dia akan bisa menghadapi kenyataan dengan tenang. Aku kira dia akan bisa menunggu datangnya sang pendonor jantung dengan sabar…"

"Tapi kemungkinan tersebut sangatlah kecil, Dokter Norin…"

"Jangan patah semangat dulu, Junny… Tetap akan ada jalan untuk para manusia yang berhati baik dan mulia seperti dirimu dan Gover…"

"Inikah yang kami dapat karena telah menjadi manusia yang berhati mulia dan baik hati?"

"Dengan menjadi manusia yang baik hati, meski sekarang kau masih dikelilingi oleh penderitaan, setidaknya kebahagiaan sudah mendekat. Dengan menjadi manusia jahat, meski penderitaan belum mendekat, aku yakin pasti kebahagiaan sudah menjauh…"

Junny Belle tergelak kecil.

"Kau selalu bisa membuatku tertawa di saat aku hampir menangis, Dokter Norin…"

Dokter Norin memberanikan diri mengajukan pertanyaan yang berisiko.

"Kau… Kau… Kau tidak lagi terpikir untuk melakukan tindakan-tindakan bodoh untuk menyelamatkan Gover bukan?"

Junny Belle menoleh ke arah Dokter Norin Apus Brown. Di luar dugaan Dokter Norin, sang gadis cantik jelita malah menganggukkan kepalanya dengan ringan nan santai.

"Jika aku diharuskan memilih antara diriku sendiri atau adik lelakiku, aku akan memilih adik lelakiku, Dokter Norin. Hanya dia satu-satunya keluarga yang kumiliki sekarang."

Dokter Norin Apus Brown menelan ludahnya ke dalam kerongkongannya yang tercekat.

"Aku bersedia melakukan apa saja untuk menyelamatkan Gover, Dokter Norin…" sahut Junny Belle. Kali ini, dia terlihat lebih santai dan mantap. Akan tetapi, serentetan kata-katanya itu terdengar begitu memilukan dan menyakitkan.

"Gover takkan setuju dengan hal ini. Seandainya dia sudah sembuh nanti dan tahu jantungnya adalah jantung yang kaudonorkan untuknya, dia akan terus hidup dalam penyesalan seumur hidupnya."

"Tapi dia akan memiliki Talitha Thompson di sisinya. Aku juga akan mendonorkan hati ini kepada si remaja perempuan itu. Aku yakin Gover dan Talitha Thompson akan saling menjaga dan memiliki sepanjang sisa hidup mereka."

Dokter Norin Apus Brown menundukkan kepalanya petanda menyerah. Setetes air mata gelingsir di pelupuk mata – setetes air mata ketidakberdayaan dan keputusasaan.

"Apakah keputusanmu ini tidak bisa lagi diubah? Apakah bahkan aku juga tidak bisa mengubah keputusanmu ini?"

"Aku sedang berusaha berbuat baik dengan menyelamatkan dua orang, Dokter Norin. Seharusnya kau turut bergembira untukku. Setidaknya dengan kepergianku ini, aku bisa memberikan pengaruh besar kepada orang-orang yang ada di sekelilingku, dan aku bisa memainkan perananku dengan baik terhadap orang-orang yang ada di sekelilingku. Kau akan membantu dan mendukungku kan?"

Junny Belle berusaha menampilkan senyuman yang secerah dan semenenangkan mungkin.

Dokter Norin Apus Brown jadi tidak bisa berkata-kata. Dia mulai menundukkan kepalanya dan akhirnya malah membenamkan kepalanya ke pangkuan lutut Junny Belle. Tangisannya mulai meledak di sana – tangisan seorang dokter yang tidak berdaya menyelamatkan pasien-pasiennya.

Tangan Junny Belle terangkat dan membelai-belai kepala sang dokter.

"Terima kasih untuk semua nasihat, bantuan dan penghiburanmu selama ini, Dokter Norin… Terima kasih juga untuk cintamu… Maaf juga untuk perasaan dan cintamu, Dokter Norin… Mungkin seumur hidup ini aku takkan bisa membalasnya. Aku hanya bisa bilang terima kasih yang berkali-kali nan tak terhingga kepadamu, Dokter Norin… Aku yakin ke depannya nanti kau akan bertemu dengan wanita lain yang merupakan belahan hatimu, yang memang mencintaimu apa adanya, yang akan membahagiakanmu… Aku yakin kalian akan hidup berbahagia dan menua bersama…"

Sambil terus membelai-belai kepala Dokter Norin Apus Brown yang menangis di pangkuan lututnya, Junny Belle tersenyum lemah lembut.

Sebutir air mata gelingsir di pelupuk mata Junny Belle Polaris.