Chereads / 3MJ / Chapter 219 - Yang Terpenting Adalah Waktu yang Bergulir

Chapter 219 - Yang Terpenting Adalah Waktu yang Bergulir

Hari Minggu yang tenang… Seperti Minggu-Minggu yang lalu, Junny Belle akan menghabiskan pagi sampai sore hari di rumah sakit menjaga sang adik lelaki. Hari ini juga sama… Junny Belle sedang mempersiapkan sarapan adiknya di piring yang biasa dipakainya di rumah sakit. Sehabis itu, Junny Belle akan duduk di sisi ranjang sang adik dan memperhatikan sang adik lelaki menghabiskan sarapannya.

Sambil tersenyum lembut, Junny Belle membereskan piring, sendok dan garpu bekas makan adik lelakinya. Sehabis itu, dia akan menuntun sang adik untuk masuk ke kamar mandi dan membersihkan badan adik lelakinya dengan handuk basah yang direndam dalam air hangat. Dia juga akan menghabiskan waktu beberapa menit untuk memakaikan pakaian baru ke tubuh adik lelakinya dan membantu sang adik menyisir rambutnya.

"Oke… Kini adikku sudah terlihat sangat tampan…" celetuk Junny Belle sembari tergelak kecil.

"Takkan ada yang memperhatikan, Kak…" kata Gover Robin hanya bisa tersenyum lemah lembut.

"Aku yakin ketika kau sudah sembuh nanti, akan ada banyak gadis yang tergila-gila pada ketampananmu ini, Gover. Kau terlihat sangat tampan… Sungguh…" kata Junny Belle memberi dorongan semangat kepada adik lelakinya.

"Apa kau yakin, Kak? Adakah gadis yang bisa tertarik pada lelaki yang penyakitan dan bahkan memiliki jantung yang cacat sepertiku ini?" tanya Gover Robin pesimis.

"Aku yakin kau akan sembuh, Gover. Kau akan sembuh… Kau akan memiliki jantung yang kuat; kau akan memiliki tubuh yang kuat dan berotot; dan kau akan memiliki kharisma yang bakalan membuat banyak orang menyukaimu. Aku yakin akan hal itu…" kata Junny Belle duduk di sisi tempat tidur adik lelakinya dan menatap adik lelakinya dengan sinar mata lurus-lurus.

"Bagaimana dengan pengobatanmu, Kak?" tanya Gover Robin mengalihkan pembicaraan mereka ke topik yang lain.

"Lancar, Gover… Aku masih minum obat dan vitamin-vitaminnya seperti biasa…"

"Dokter tidak menjadwalkan kemoterapi untukmu lagi?"

Junny Belle menggeleng. "Tidak… Mungkin karena akhir-akhir ini penyakitku jarang kambuh ya…"

Junny Belle sendiri juga merasa heran kenapa dalam setahun ini dokternya tidak menyarankan kemoterapi lagi. Apakah jumlah sel-sel darah putihnya sudah bisa ditekan penambahannya? Ataukah justru si dokter merasa takkan ada gunanya lagi sejumlah cairan obat kemoterapi itu? Junny Belle hanya bisa menghela napas panjang. Dia hanya bisa pasrah dan menyerahkan nasib dan hidupnya kini pada Yang Di Atas.

"Kau juga akan sembuh, Kak… Aku yakin…"

"Kenapa kau bisa merasa yakin aku akan sembuh? Justru aku merasa kaulah yang akan sembuh…"

"Karena akhir-akhir ini aku sering sekali bermimpi aku sedang bermain-main di taman surgawi yang begitu menyenangkan. Di taman surgawi tersebut, aku berkenalan dengan banyak teman baru. Mereka adalah teman-teman baik hati yang menyenangkan. Hanya saja, di antara teman-teman yang aku kenal itu, sama sekali tidak ada dirimu, Kak. Itu menandakan kau tidak terlahirkan ke surga bersama-sama denganku, Kak. Waktumu di dunia manusia ini masih belum selesai, Kak."

"Bisa saja aku dilahirkan di surga yang tidak sama denganmu… Bisa jadi kita baru akan bisa bertemu lagi setelah beberapa waktu kita menetap di surga…" tukas Junny Belle asal-asalan sembari sedikit bergurau.

Mendadak saja anggota keluarga sang pasien yang ada di sebelah mereka menarik kain pembatas. Anggota keluarga si pasien sebelah itu memandangi mereka dengan sorot mata tajam dan kening yang mengerut dalam.

"Bisa tidak sih jangan bicarakan hal-hal yang berbau surga dan kematian di sini!"

Gover Robin dan Junny Belle memandangi anggota keluarga pasien sebelah itu dengan mulut mereka yang sedikit terbabang lebar.

"Anakku lagi sakit… Namun, masa depannya masih panjang. Aku tidak ingin gara-gara diskusi dan pembahasan kalian, anakku jadi membayang-bayangkan segala sesuatu yang berbau surga dan kematian. Kumohon mengertilah…"

"Tapi memang kehidupan ini tidak pasti kan, Pak?" gumam Gover Robin lemah lembut kepada lelaki setengah baya itu – kira-kira berumur akhir empat puluhan atau awal lima puluhan.

"Jadi yang pasti itu apa? Kematian?"

Gover Robin mengangguk mantap. Junny Belle hanya bisa tersenyum lirih.

"Walaupun yang pasti adalah kematian, bukan berarti kita akan menyerah dan mengantarkan diri kita sendiri ke depan pintu kematian kan? Walaupun pada akhirnya kita semua akan mati, kita tidak hidup di dunia ini hanya untuk menunggu datangnya kematian kan?"

Gover Robin dan Junny Belle sedikit terhenyak.

"Dengarkanlah aku, Anak-anak Muda… Aku tidak tahu apa-apa saja yang selama ini sudah terjadi pada kalian. Aku juga tidak ingin tahu. Beban hidup dan pikiranku sendiri saja sudah cukup banyak. Namun, asal kalian tahu saja ya… Yang penting bukanlah kehidupan atau kematian itu sendiri, melainkan waktu yang bergulir ini. Yang penting adalah apa-apa saja yang telah kita lakukan, yang telah kita wujudkan, yang telah kita raih dalam perjalanan waktu yang sebegitu singkat ini. Kalian mengerti kan?"

Junny Belle dan Gover Robin terpaksa mengangguk mengiyakan. Si lelaki setengah baya itu menarik kembali kain pembatas dan kembali berkonsentrasi menyuapi anaknya yang juga sedang sarapan.

Junny Belle dan Gover Robin hanya membisu seribu bahasa sampai akhirnya si lelaki setengah baya itu selesai menyuapi anaknya dan membereskan peralatan makan minum anaknya. Sejurus kemudian, terlihatlah si lelaki setengah baya itu berjalan keluar dari kamar anaknya.

"Apa kau dengar apa yang dibilang oleh bapak-bapak tadi, Gover?" tegur Junny Belle lemah lembut.

"Oke… Dalam waktu yang sebegitu singkat ini, dan dengan tubuh yang sebegitu lemah ini, bisa kau beritahu aku kira-kira apa yang bisa kulakukan, bisa kuraih, dan bisa kuwujudkan?" tanya Gover Robin dengan sedikit sorot mata menantang.

Junny Belle terlihat termenung selama beberapa detik. Muncul ide dalam benak pikirannya. Junny Belle berdiri dan berjalan ke kain pembatas tersebut. Dengan perlahan, ia menyibak kain pembatas itu. Terlihat seorang remaja perempuan yang duduk di atas tempat tidurnya. Begitu kain pembatas disibak, remaja perempuan tersebut menoleh ke arah Gover Robin dan Junny Belle sembari memancarkan sebersit senyuman cerah.

"Hai… Adikku ingin berkenalan denganmu… Bolehkah adikku berkenalan denganmu…?" tanya Junny Belle to the point.

Kontan sepasang kedua mata Gover Robin membelalak lebar. Dari mana kakaknya mendapatkan ide seperti ini menyuruhnya untuk berkenalan dengan seorang remaja perempuan di rumah sakit ini? Selama ini dia tidak pernah bertegur sapa apalagi berkenalan dengan siapa pun yang tidur di ranjang sebelahnya itu.

Gover Robin sebenarnya enggan berkenalan dengan si remaja perempuan yang ada di sebelahnya itu. Namun karena kakak perempuannya terus mendelikkan mata tajam ke arahnya, mau tidak mau ia turun juga dari tempat tidur dan menghampiri tempat tidur remaja perempuan itu.