"Hai… Namaku Gover Robin Polaris… Biasa dipanggil Gover saja… Siapa namamu?" tanya Gover Robin memancarkan sebersit senyuman cerah sembari mengulurkan tangan kanannya.
Si remaja perempuan malu-malu menyambut uluran tangan Gover Robin. "Namaku Talitha Thompson… Biasa dipanggil Litha saja…"
Talitha Thompson terlihat begitu cantik tatkala ada semilir angin pagi hari yang berhembus masuk dan menerpa rambutnya. Kendati wajah tersebut pucat dan terlihat lemah tidak berdaya, wajah tersebut masih menyisakan kecantikan dan kelembutan yang terpoles jelas.
"Kau juga sudah satu bulan di sini, iya kan?" tanya Gover Robin memulai pembicaraan mereka. Junny Belle tersenyum lemah lembut. Akhirnya dia bisa sedikit mengalihkan konsentrasi adik lelakinya ke hal lain.
"Iya… Bagaimana denganmu? Sudah berapa lama kau di sini?" tanya Talitha Thompson.
"Aku sudah lupa… Mungkin sudah empat sampai lima tahun aku berada di sini… Semenjak aku sampai di Australia sini, aku sudah tinggal di rumah sakit ini." Gover Robin meledak dalam tawa lepasnya. Ia terlihat santai menceritakan segala beban hidupnya kepada remaja perempuan yang baru saja dikenalnya ini.
"Kau sakit apa?" tanya Talitha Thompson lagi.
"Katup jantungku bermasalah… Sudah bawaan lahir... Akibatnya darah bersih dan darah kotor dalam tubuhku ini tercampur baur semua…" kata Gover Robin dengan ringan nan santainya. "Kau sendiri sakit apa?"
"Kanker hati…" Terlihat senyuman lirih Talitha Thompson.
Perasaan Junny Belle juga trenyuh seketika. Ada seorang remaja perempuan yang juga menderita penyakit kanker – sama sepertinya.
"Oh… Lalu apa kata dokter? Apa kau tahu?" tanya Gover Robin lagi, dengan sebersit senyuman lemah lembut terpatri pada wajah tampannya.
"Iya… Ayah, Ibu, dan dokter yang menanganiku ini tidak pernah menyembunyikan apa pun dariku. Aku sekarang sedang menunggu seorang pendonor berhati mulia yang bersedia mendonorkan hatinya kepadaku…"
"Kau akan sembuh, Litha… Percayalah… Akan ada seorang pendonor berhati mulia yang akan mendonorkan hatinya kepadamu…"
"Kenapa kau seyakin itu?" tanya Talitha Thompson lirih.
"Karena si pendonor itu yakin dan percaya kau akan mencintai seluruh dunia ini, memperlakukan seisi dunia ini dengan cinta yang terpancar dari hati yang ia donorkan itu…" gumam Gover Robin memberikan dorongan semangat kepada si remaja perempuan ini. Entah dari mana datangnya kata-kata itu sehingga bisa terlontar keluar dari mulutnya. Gover Robin sendiri saja merasa bingung.
Junny Belle hanya membisu seribu bahasa sampai Dokter Norin Apus Brown menghampirinya dan berbisik,
"Pagi, Junny… Ada yang ingin kubicarakan denganmu. Kita ke taman samping saja oke…?"
"Oke… Baiklah…" bisik Junny Belle lemah lembut karena dia tidak ingin mengganggu perbincangan seru adiknya dengan si remaja perempuan itu.
Dokter Norin dan Junny Belle berlalu keluar dari kamar rawat inap tersebut.
"Terima kasih, Gover… Seandainya saja ada seorang pendonor yang mendonorkan hatinya kepadaku nanti, benaran aku akan mempergunakan hati itu untuk mencintai seisi alam semesta ini. Terlalu banyak keindahan alam semesta ini yang ingin kutuangkan ke dalam bentuk lukisan. Namun, saat ini kondisiku tidaklah memungkinkan."
"Kau suka melukis, Litha?"
Talitha Thompson mengangguk cepat nan bersemangat.
"Aku yakin setelah sembuh nanti, kau akan kembali bisa melukis, menuangkan semua keindahan alam semesta ini ke dalam beragam lukisan."
"Thanks, Gover… Bagaimana kau sendiri? Dokter ada menjadwalkan operasi katup jantung untukmu?" tanya Talitha Thompson ke Gover Robin Polaris.
"Masih dalam pemeriksaan mereka. Seandainya saja katup jantung buatan itu cocok untukku, bulan depan aku akan menjalani operasi katup jantung. Seandainya katup jantung itu tidak cocok untukku, aku akan bersiap-siap…"
Gover Robin tersenyum cerah kepada remaja perempuan yang ada di hadapannya.
"Siap-siap apa?" Talitha Thompson merasa sedikit kebingungan.
"Aku bersiap-siap akan ke surga…" Masih sebersit senyuman cerah yang sama terpancar dari wajah tampan Gover Robin.
"Itukah sebabnya kau selalu membicarakan soal surga dengan kakak perempuanmu itu?"
"Benar… Dan selama ini diam-diam kau menguping pembicaraan kami ya?" ujar Gover Robin sedikit berseloroh.
Kedua anak remaja itu hanya meledak dalam tawa lepas mereka.
"Entah kenapa aku juga merasa aku harus bersiap-siap ke surga, Gover…" gumam Talitha Thompson. "Bagiku pendonor hati yang mulia itu takkan pernah ada. Tak ada orang yang sudi mengorbankan nyawa mereka dan memberikan sesuatu yang begitu penting dari diri mereka kepada seseorang lain yang sama sekali tidak mereka kenal. Iya nggak sih?"
Gover Robin hanya menatap Talitha Thompson dalam kebisuan.
"Entah kenapa aku terkadang merasa aku harus berhenti – berhenti mengharapkan sesuatu yang belum tentu ada, atau yang sebenarnya takkan pernah ada…"
"Kau juga pernah membayang-bayangkan surga?" tanya Gover Robin lemah lembut.
Talitha Thompson mengangguk cepat. "Iya… Pernah suatu kali aku ingin melukiskan penampakan surga yang ada dalam mimpiku. Entah kenapa imajinasiku tersangkut di pertengahan. Mungkin penampakan surga yang sebenarnya itu tetap akan menjadi misteri sampai kita benar-benar menginjakkan kaki ke sana. Iya nggak sih?"
"Mungkin saja… Jadi kau ingin pergi ke surga suatu hari nanti? Kau… Kau… Kau ingin pergi ke sana bersama-sama denganku tidak?" tanya Gover Robin ragu-ragu.
"Memangnya bisa?" Talitha Thompson membulatkan kedua bola matanya.
"Tentu saja bisa… Asalkan ada tekad dalam hati kita, aku yakin kita bakalan bisa berangkat bersama-sama… Lagipula, aku tidak ingin berangkat sendiri. Kesendirian dan kesepian itu rasanya sungguh tidak menyenangkan…" kata Gover Robin meledak dalam tawa lepasnya.
"Memangnya kau ingin aku menemanimu ke surga sana, Gover?" tanya Talitha Thompson kini tersenyum lemah lembut.
"Tentu saja… Aku rasa kita bakalan cocok dan bisa menjadi rekan seperjalanan yang bisa membantu satu sama lain…" kata Gover Robin penuh dengan semangat.
"Oke deh… Terima kasih banyak… Terima kasih banyak karena sudah mau menjadi temanku…" kata Talitha Thompson dengan sebersit senyuman lemah lembutnya.
"Oke… Mari kita berjanji ya…"
"Janji apa…?" Talitha Thompson sedikit menaikkan kedua alis matanya.
"Kalau ada kemungkinan sembuh untuk salah satu di antara kita berdua, kita harus berjuang maksimal sampai benar-benar sembuh. Kita akan terus hidup di dunia ini untuk yang lain. Kalau tidak…" tukas Gover Robin Polaris sampai setengah.
"Kalau tidak, kita akan sama-sama berangkat ke surga…" sambung Talitha Thompson.
Kedua anak remaja itu sama-sama mengaitkan jari kelingking mereka sembari sedikit tersenyum cerah terhadap satu sama lain.
Tentu saja ayah Talitha Thompson mulai menguping pembicaraan keduanya beberapa menit setelah Dokter Norin dan Junny Belle keluar tadi. Tak kuasa air mata bergulir turun dari pelupuk mata.