Mata Max Julius mulai tampak menyala-nyala, penuh dendam dan kebencian.
Clark Campbell menghela napas panjang. Wajar saja jika Max Julius Campbell bisa mempunyai dendam dan kebencian yang seintens itu karena apa yang telah diperbuat oleh orang-orang itu terhadapnya di masa lalu.
"Ayah Junny Belle Polaris ini kerja apa sih? Pengusaha ya sehingga dia bisa sedemikian kaya?" tanya Clark Campbell lagi supaya topik pembicaraan mereka sedikit banyak teralihkan.
"Penemu… Sering bolak-balik antara Surabaya dan US… Setidaknya itulah yang kudengar dulu… Entah bagaimana caranya dia bisa meninggal atau ada kejadian apa sehingga keluarga mereka bisa bangkrut, entahlah… Aku tidak pernah mau tahu lagi… Sama sekali bukan urusanku…" Max Julius mendengus sembari mengarahkan sorot matanya ke jalanan sibuk di bawah sana melalui jendela kaca ruangan kerjanya.
Clark Campbell terlihat sedikit tertegun dan mereka-reka sesuatu.
"Kenapa? Kau berpikir aku adalah seseorang yang begitu keji dan tidak berperasaan?"
"Tidak… Wajar kalau kau bisa membenci mereka dan membalaskan dendammu pada mereka, pada keempat orang yang kausebutkan tadi… Tapi, untuk Junny Belle ini… untuk Junny Belle… aku rasa… rasa…"
"Apa yang kaupikirkan, Clark?" tanya Max Julius dengan dahi yang berkerut dalam.
"Waktu kau meniduri gadis itu seminggu lalu, jelas-jelas dia masih perawan kan?" tanya Clark Campbell.
"Iya… Maksudmu adalah dia masih perawan dan kenapa tidak dia obral saja keperawanannya itu kepada lelaki-lelaki lain yang rela membayarnya dengan mahal selain aku?" tanya Max Julius Campbell bisa menebak ke mana jalan pemikiran sang saudara sepupu.
"Iya loh… Aneh bukan? Dia bangkrut sudah lama… Dia hidup dalam garis kemiskinan sudah lama, tapi kenapa dia baru menjual keperawanannya sekarang? Dan lebih anehnya lagi, dia bisa mencarimu sampai ke Australia sini, menemukanmu dan akhirnya menawarkan keperawanannya kepadamu dengan harga fantastis? Tidakkah kau pernah merenungkan hal ini? Tidakkah kau merasa hal ini ada sedikit keanehannya?"
Max Julius hanya membisu seribu bahasa. Dia terdiam dan tidak melontarkan bantahan apa pun.
"Mungkin di antara semua pria muda kaya raya di Australia sini, akulah yang paling tampan dan tak ada yang bisa mengalahkan ketampananku…" sahut Max Julius asal-asalan sembari terkekeh kecil.
Clark Campbell meledak dalam tawa kecilnya. "Kau yang selalu menyembunyikan wajahmu di balik topeng seperti itu, gadis mana yang akan bisa melihat dan menyadari kau adalah seorang pria yang tampan?"
"Oke… Kalau begitu… Aku akan buka topeng ini saja mulai sekarang… Aku tidak akan mengenakan topeng ini lagi…"
Max Julius membuka topeng penutup wajahnya dan asal melemparkan topeng tersebut ke atas meja tulisnya. Melihat wajah Max Julius yang kini tidak tertutupi topeng lagi, tentu saja kedua mata Clark Campbell kontan membelalak lebar. Dia terperanjat kaget bukan main. Dia kontan memajukan wajah dan tubuhnya beberapa senti ke depan guna melihat wajah Max Julius dengan lebih jelas lagi.
"Aku tahu aku seperti monster… Jangan menghinaku dengan menatapku dari jarak dekat seperti ini ya, tolong…" kata Max Julius ketus.
"Tidakkah kau pernah bercermin setiap kali menyisir rambut?" tanya Clark Campbell lagi.
"Tidak… Aku biasanya merapikan rambut pakai tangan… Aku tidak suka bercermin… Setiap kali bercermin dan melihat luka bakar di wajahku, kejadian kebakaran itu kembali hadir membayang-bayangi…" tukas Max Julius kesal.
"Sekarang kau ambil cermin dan lihatlah wajahmu sendiri di cermin…" sahut Clark Campbell.
"Aku tahu wajahku sudah seperti monster loh, Clark… Kau tidak usah…" Belum selesai Max Julius dengan protesnya, Clark Campbell sudah menginterupsinya.
"Lihat saja dulu wajahmu sekarang di cermin…" kata Clark Campbell sedikit kesal.
Mau tidak mau, Max Julius mengeluarkan sebuah cermin kecil dari laci meja kerjanya. Dilihatnya wajahnya sendiri di cermin. Dia juga terhenyak kaget nan terheran-heran bukan main. Luka bakar pada wajahnya sama sekali sudah menghilang, sudah tidak ada. Kini wajah itu sungguh putih, sungguh tiada cela sedikit pun, sungguh tampan nirmala. Tidak terlihat luka apa pun pada wajah yang sungguh tampan nirmala tersebut.
"Ada apa ini? Apakah ini wajahku sendiri?" Tampak alis mata Max Julius yang naik dengan sepasang bibirnya yang terbabang lebar.
"Aku saja heran… Luka bakar pada wajahmu itu sungguh misterius… Sembuh dengan misterius juga… Aku rasa takkan ada dokter yang bakalan sanggup menjelaskan fenomena ini secara ilmiah…" kata Clark Campbell dengan kerutan dalam-dalam pada dahinya.
"Kenapa ya? Kok bisa?" Sungguh Max Julius sendiri juga kehabisan kata-kata untuk menjelaskan keanehan ini. Segala macam perasaan mulai berkecamuk dalam padang sanubarinya.
"Sudah kubilang keperawanan Junny Belle itu menjadi obat mujarab yang takkan bisa kaudapatkan di mana pun juga…"
"Tapi jelas itu tidak mungkin… Bagaimana mungkin keperawanan seorang perempuan bisa menjadi obat? Aku sudah meniduri banyak perempuan perawan dan Junny Belle ini hanya salah satu di antara mereka."
"Faktanya adalah luka bakar di wajahmu itu sembuh seminggu setelah keperawanan Junny Belle jatuh ke tanganmu, Max. Ya aku sendiri juga tidak bisa menjelaskan secara terperinci kenapa hal ini bisa terjadi, tapi fakta tetaplah fakta," bantah Clark Campbell sengit.
Max Julius kembali membisu seribu bahasa. Tanda tanya dan tanda seru yang sudah meragas benak pikirannya seminggu belakangan ini kini menjadi semakin rumit terbelit.
"Jadi ada dua misteri besar di sini… Kenapa gadis itu mesti menyerahkan keperawanannya kepadamu, hingga mengharuskannya mencarimu sampai ke Sydney sini? Kenapa luka bakar pada wajahmu bisa sembuh total sekarang setelah keperawanan Junny Belle itu jatuh ke tanganmu?"
"Dan, kenapa mesti kali kau merincikan dua misteri itu di hadapanku kini?" tanya Max Julius sedikit ketus.
"Karena jika kau tidak ingin mencari tahu, aku yang akan mencari tahu… Jadi penasaran aku…" kata Clark Campbell segera angkat kaki dari ruangan kerja sang direktur tertinggi.
Clark Campbell meninggalkan Max Julius yang juga mulai berpacu dengan beragam tanda tanya dan tanda seru yang lagi-lagi mulai meragas seluruh alam pikirannya.
"Aku harus mencari tahu juga… Jangan pula nanti Clark yang duluan mendapatkan kebenarannya daripada aku, padahal hal ini berkaitan langsung denganku…"
Max Julius menekan-nekan sesuatu pada ponselnya dan mulai mendekatkan ponsel tersebut ke daun telinganya.
***
Pas pada saat ingin pulang kerja, seorang perempuan muda berjalan masuk ke dalam toko roti. Dia berjalan menghampiri Junny Belle dengan gaya angkuh dan sorot mata melecehkan.
"Sudah lama tidak ketemu, Junny Belle…" Terlihat sebersit senyuman sinis nan mengejek dari Qaydee Zax Thomas.
Junny Belle menelan ludahnya ke dalam kerongkongannya yang tercekat. Dia mengumpulkan segenap keberaniannya dan membalas dengan tenang tatapan sinis nan mengejek yang diberikan oleh Qaydee Zax Thomas.
"Iya… Sudah lama tidak ketemu… Dari mana kau bisa tahu aku bekerja di sini?"
"Ayahku memiliki pabrik minyak goreng yang cukup terkenal di kota Sydney ini. Status sosialku cukup lumayan di kota ini. Tidak akan sulit kan bagiku jika aku ingin mencari informasi di mana kau tinggal dan di mana kau bekerja?"
"Oke… Mau apa kau ke sini?"
"Tidak bertele-tele… Aku hanya ingin tanya kenapa sampai sekarang kau masih terus mengusik dan mengganggu hubunganku dengan Max…"
"Aku tidak pernah mengusik ataupun mengganggu hubungan kalian… Aku tahu diri posisiku ada di mana…"
"Semoga saja tindakanmu akan selaras dengan ucapanmu tadi, Junny Belle… Kau pernah mendatanginya dan meminta bantuan uang 100 ribu dollar. Apa maksudmu yang sebenarnya?"
"Aku memang dalam keadaan terdesak waktu itu… Aku tidak kenal siapa-siapa lagi di kota ini yang bisa memberiku bantuan yang sebesar itu…"
"Max sangat membencimu atas apa yang telah kaulakukan terhadapnya sewaktu kita tinggal di Surabaya dulu. Aku tidak percaya Max akan memberikan uang itu kepadamu begitu saja."
Junny Belle hanya membisu seribu bahasa. Dia membuang pandangannya ke arah lain.
"Kau menyerahkan dirimu dan bersedia ditiduri oleh Max semalaman penuh?" Terdengar tawa sinis Qaydee Zax di sini.
Junny Belle mulai mengepalkan tangan dan mengeraskan rahangnya.