Gerunyam dan senandika batin Max Julius terus berlanjut.
Jadi… Jadi akulah lelaki pertama untuk Junny? Akulah yang menjadi lelaki pertama yang akhirnya mendapatkan keperawanannya? Astaga… Apa yang harus aku lakukan sekarang? Haruskah aku berhenti? Ini sudah di tengah jalan… Aku tidak mungkin berhenti… Aku… Aku juga membutuhkan apa yang namanya pelepasan…
"Kau… Kau… kesakitan, Darling?" Mendadak tanpa disadarinya, Max Julius kembali memanggil sang kekasih pujaan hati dengan panggilan sayangnya dulu.
Junny Belle mengangguk cepat. Air matanya masih berlinang dan raut wajahnya masih berkerucut.
"Apa kau ingin berhenti dulu…? Apa kau ingin istirahat terlebih dahulu…?" tanya Max Julius menjadi sedikit serba salah.
Alangkah terkejut dan terheran-heran Max Julius tatkala dilihatnya Junny Belle menggeleng-gelengkan kepala dengan cepat.
"Kau cukup lakukan dengan lembut, Max Sayang… Aku tidak apa-apa… Sambil melakukannya, bisakah… bisakah... bisakah… bisakah kau…?" Sungguh Junny Belle tak kuasa menyelesaikan pertanyaan tersebut.
"Bisa apa?" Kini Max Julius memandangi gadis muda yang ada di bawah tubuhnya dengan sorot mata lembut, diselingi sedikit cinta dan kerinduan. Dia membelai-belai kepala dan rambut sang gadis cantik jelita dengan lemah lembut.
"Sambil melakukannya, bisakah kau terus menciumku? Dengan ciuman-ciuman darimu, rasa sakit itu sedikit banyak akan teralihkan, Max Sayang…" Tampak napas Junny Belle yang tersengal sekarang. Keringat juga mulai membutir besar-besar di kening dan wajahnya.
Max Julius menganggukkan kepalanya. Dia mulai menghujani wajah, bibir, bahkan sampai leher sang gadis cantik jelita dengan ciuman-ciuman yang jauh lebih lembut, penuh dengan cinta dan kerinduan yang selama ini berakumulasi dalam padang sanubarinya.
Dengan kekuatan yang jauh lebih lembut sekarang, Max Julius mulai menggerak-gerakkan badannya dengan kecepatan menengah. Terdengar erangan dan desahan Max Julius dan Junny Belle ketika Max Julius menyatukan tubuh keduanya. Seolah-olah dunia menjadi kosong, hanya menyisakan Max Julius dan Junny Belle. Seakan-akan Junny Belle diciptakan hanya untuk Max Julius dan Max Julius hadir ke dunia ini untuk melengkapi kehidupan Junny Belle.
Max Julius terus bergerak memompa, perlahan-lahan tapi pasti membawa Junny Belle ke puncak hubungan mereka.
"Darling… Darling… Jangan menjepit seperti itu… Kau akan membuatku sampai ke puncak pelepasan lebih cepat nanti…" Terdengar erangan panjang sang lelaki tampan nirmala.
"Max… Max…" Terus terdengar erangan tiada henti dari Junny Belle. Tanpa disadarinya, dia melingkarkan kedua lengannya ke leher sang lelaki tampan nirmala dan mendekatkan tubuh lelaki itu ke tubuhnya sendiri. Entah dari mana keinginan gila yang tidak masuk akal itu… Dia ingin terus bersatu dengan tubuh sang lelaki tampan nirmala.
"Darling… Aku tidak bisa menahannya lagi… Aku ingin keluar sekarang…" Terdengar lenguhan panjang sang lelaki tampan nirmala ketika akhirnya ia sampai ke titik klimaks pelepasannya.
"Max… Oh, Max…" Terdengar juga erangan panjang Junny Belle seiring dengan tubuhnya yang sedikit menggelung ke belakang. Tanpa disadarinya, dia meremas-remas rambut sang lelaki tampan nirmala dan juga mendekatkan kepala lelaki itu ke tubuhnya sendiri.
Max Julius membenamkan kepalanya di antara kedua gundukan kembar sang gadis cantik jelita. Dengan sekali sentakan finalnya, dia menyemburkan banyak sekali cairan vitalnya ke dalam ngarai kewanitaan sang gadis cantik jelita. Perlahan-lahan pergerakan tubuhnya mulai melambat seiring dengan tubuhnya yang memasuki tahap relaksasi.
Saat Max Julius ingin bangkit dan memisahkan penyatuan tubuh mereka berdua, mendadak saja Junny Belle menahan tubuh lelaki itu.
"Jangan… Jangan… Jangan pisahkan dulu tubuhmu dari tubuhku, Max… Jangan…"
Junny Belle kembali teringat ke percakapan kedua wanita muda sewaktu di Indonesia. Dia menjadi takut terhadap rasa sakit dan perih yang akan kembali dirasakannya tatkala Max Julius memisahkan penyatuan tubuh mereka berdua.
"Kenapa?"
"Aku dengar… dengar… Setelah klimaks apabila kau tidak memisahkan penyatuan tubuh kita berdua, itu akan sedikit mengurangi rasa sakit dan perih pada daerah… daerah… daerah pribadiku…" kata Junny Belle malu-malu, dengan kedua belahan pipi yang masih merona merah. Junny Belle terpaksa sedikit membuang pandangannya ke arah samping guna menetralisir rasa malu tersebut.
Max Julius tersenyum tipis. Dia kembali membelai-belai kepala dan rambut sang gadis cantik jelita.
"Kau yakin ingin tetap bersatu denganku seperti ini? Kau tidak takut aku akan melakukannya lagi dan lagi kepadamu?" Terlihat sebersit seringai nakal yang bertengger pada wajah Max Julius yang tampan nirmala.
"Terserah padamu, Max… Terserah padamu saja…" Mendadak saja kedua tangan Junny Belle meraih kedua belahan pipi sang lelaki tampan nirmala. Junny Belle mendaratkan ciuman mesra ke wajah sang lelaki tampan nirmala yang dipenuhi oleh luka bakar 90%.
Terasa semacam gelenyar aneh nan hangat yang menjalar ke sekujur tubuh Max Julius. Untuk pertama kalinya selama belasan tahun dalam hidupnya, dia kembali merasa pantas untuk dicintai. Apakah Junny Belle sudah mencintainya? Apakah Junny Belle, yang begitu diinginkannya, yang begitu diharapkannya, yang begitu diimpikannya sejak lama ini, sudah memiliki perasaan cinta terhadapnya?
"Aku bebas menyentuhmu kan, Darling…?" Max Julius kembali membenamkan kepalanya di antara kedua gundukan kembar sang gadis cantik jelita.
Junny Belle tidak menjawab apa pun. Dia hanya mengangguk ringan dan cepat.
"Aku akan melakukannya lagi, Darling… Kau sudah siap?"
Junny Belle kembali mengangguk ringan dan cepat.
"Lihat aku, Darling… Panggil namaku…" desah Max Julius seiring dengan pergerakan memompa yang diberikannya ke tubuh sang gadis cantik jelita.
"Oh, Max… Max… Aarrhh…" Terdengar desahan dan erangan Junny Belle ketika dirasakannya rasa perih yang berangsur-angsur hilang dan berganti menjadi rasa nikmat yang perlahan-lahan mendominasi.
Menit demi menit berlalu… Jam demi jam berlalu… Menjelang pukul empat subuh, barulah Max Julius berhenti dan perlahan-lahan memisahkan penyatuan tubuh mereka berdua. Terlihat Junny Belle memejamkan kedua matanya dengan erat dan sedikit mendesis keperihan.
"Masih sakit, Darling?" tanya Max Julius dengan raut wajah khawatir.
Junny Belle mengulas sebersit senyuman tipis. Dia menggeleng lembut. Melihat gelengan kepala sang gadis cantik jelita, kekhawatiran Max Julius berangsur-angsur sirna. Dia kini berbaring di samping sang gadis cantik jelita dan memeluk gadis cantik jelita itu dari belakang.
Tanpa sadar tangan Junny Belle juga terangkat. Dia mengusap dan membelai lembut kedua lengan kekar yang kini tengah melingkar di perutnya.
"Boleh aku tanya sesuatu padamu…?" tanya Max Julius memecah kebisuan dan kekakuan di antara mereka.
"Apa itu, Max?"
"Kenapa… kenapa kau menyerahkan segalanya kepadaku malam ini? Kenapa kau menjadikan aku yang pertama?" tanya Max Julius setelah ia mengumpulkan segenap keberaniannya.
"Aku… Aku…" Junny Belle tidak kuasa meneruskan jawabannya. Terjadi pergolakan senandika batin dalam padang sanubarinya. Tentu saja aku sangat mencintaimu, Max… Aku sangat mencintaimu sampai-sampai aku rela menyerahkan segala yang ada pada diriku kepadamu malam ini. Namun, Tuhan takkan mengizinkan kita bersatu, Max. Kita takkan pernah bersatu… Aku akan cepat mati dan pergi meninggalkanmu sendirian suatu hari nanti. Aku tidak ingin kau bersedih dan hidup dalam kesendirian setelah aku pergi meninggalkanmu. Aku ingin kau tetap hidup, tetap melanjutkan hidupmu yang berharga itu sebagai Max Julius Campbell.