"Kenapa kau merasa begitu gugup? Bukankah kau sudah terbiasa melakukan hal ini dengan banyak lelaki di luar sana dengan syarat lelaki-lelaki itu bersedia membayarmu dengan mahal, iya kan?" tukas Max Julius tajam, sinis nan menohok.
Junny Belle membuang muka ke arah lain. Dia terlihat sedikit kesal. Sesungguhnya, berbagai macam perasaan tengah berkecamuk dan bergolak dalam padang sanubarinya – sedih, kecewa, sakit hati, cinta, bahkan sedikit bahagia dan sedikit marah. Semuanya bercampur baur menjadi satu.
Kesal kembali membelandang dalam sukma dan jiwa Max Julius Campbell. Dengan kesal, dia mencium paksa Junny Belle. Dia mendorong tubuh gadis muda itu ke dinding dengan kasar, menguncinya dengan kedua tangan, dan mendaratkan ciuman paksa ke sepasang bibir gadis muda itu yang terlihat begitu seksi menggiurkan.
Junny Belle sedikit memberontak. Namun, dia tahu dengan jelas. Sejak kecil, ketika remaja dan bahkan sampai sekarang, dia takkan pernah bisa menang melawan tenaga lelaki tampan nirmala ini.
Max Julius terus memberondong Junny Belle dengan ciuman paksa. Sesekali dia akan menggigit dan menyesap bibir gadis muda itu. Terdengar beberapa kali pekikan tertahan Junny Belle. Ia benar-benar tidak berdaya dalam pelukan dan ciuman lelaki tampan nirmala itu.
Junny Belle mengumpulkan seluruh tenaganya dan mendorong Max Julius dengan sedikit kasar. Max Julius melepaskan ciuman kasarnya sejenak.
"Kenapa? Kau tidak mau kucium? Kau tidak mau kusentuh? Lelaki-lelaki lain di luar sana boleh menciummu, boleh menggerayangimu, boleh menyentuhmu sesuka hati mereka! Aku tidak boleh menciummu dan tidak boleh menyentuhmu! Kenapa? Kenapa? Kau takut aku tidak sanggup membayarmu sehabis aku menyentuhmu? Kau takut aku tak sanggup membayar semahal lelaki-lelaki di luar sana itu membayarmu? Iya kan?"
Max Julius kembali mendorong tubuh Junny Belle ke dinding yang lain. Ia mendaratkan ciuman paksa lagi ke bibir seksi menggiurkan milik gadis muda itu. Junny Belle kali ini hanya bisa pasrah dan menerima ciuman kasar sang lelaki tampan nirmala yang kini mulai turun ke leher dan akhirnya sampai ke dua gundukan kembarnya. Dengan kasar, tangan Max Julius menanggalkan pakaian Junny Belle dan pakaian dalamnya. Junny Belle tidak melawan lagi. Dia tahu segala macam perlawanan akan percuma di depan sang lelaki tampan nirmala ini. Lelaki itu selalu bisa mendapatkan apa yang dia inginkan dari Junny Belle. Junny Belle hanya memekik tertahan sembari beberapa kali meneteskan air matanya tatkala kedua gundukan kembarnya menerima perlakuan yang sedikit kasar dari mulut dan sepasang bibir sang lelaki tampan nirmala.
Mendadak saja, Max Julius menghentikan aksinya ketika ia sudah puas bermain-main dengan kedua gundukan kembar Junny Belle. Dia membopong gadis muda itu masuk ke dalam kamar tidurnya. Dia menghempaskan tubuh gadis muda itu ke atas ranjangnya dengan kasar. Dia menanggalkan seluruh pakaiannya sendiri dengan cepat. Dengan hanya terbalut undies yang berwarna hitam pekat, dia menindih tubuh gadis muda yang sudah tidak berdaya itu dengan kasar.
Terdengar beberapa isakan halus dari Junny Belle. Malam ini dia akan kehilangan kegadisannya. Dia akan kehilangan keperawanannya dengan cara yang teramat kasar, teramat kejam.
"Kenapa kau menangis? Kau kira aku akan memperlakukanmu dengan lemah lembut? Perempuan sepertimu ini, yang sudah terbiasa buka kaki demi mendapatkan uang banyak di luar sana, seharusnya sudah terbiasa dengan perlakuan kasar dan agresif seperti ini bukan? Kenapa kau menangis dan berlagak sok suci jadi gadis yang masih perawan di sini, hah!" serang Max Julius ketus nan tanpa ampun.
"Pelan-pelan, Max… Aku mohon…" kata Junny Belle lirih.
Dengan sebersit senyuman sinis yang masih bertengger di sudut bibirnya, kembali Max Julius melumat kedua gundukan kembar Junny Belle. Permainan bibir dan lidah berlanjut terus dan akhirnya sampai ke ngarai kewanitaan yang ada di bawah sana. Terlihat tubuh Junny Belle yang menggelinjang dan menggelung ke belakang tatkala dirasakannya tubuh bagian bawahnya sana diobrak-abrik oleh permainan lidah sang lelaki tampan nirmala.
Setelah puas memporak-porandakan ngarai kewanitaan Junny Belle yang ada di bawah sana, Max Julius kini berdiri. Dia menanggalkan undies yang dikenakannya. Tampaklah batang kejantanannya yang kini sudah tegak lurus menjulang tinggi. Mata Junny Belle sedikit membesar tatkala dilihatnya barang junior sang lelaki tampan nirmala yang begitu besar nan berbahaya. Akan tetapi, dia sungguh tidak bisa mengelak, tidak bisa mundur, dan tidak bisa menghindar lagi. Dia hanya bisa menerima dan menjalani semua ini.
Max Julius mendorong dengan kasar senjata pamungkasnya ke dalam ngarai kewanitaan Junny Belle. Junny Belle menjerit kesakitan. Kedua tangannya langsung mengepal dan menggenggam erat seprai tempat tidur yang berwarna putih bersih. Air mata kembali berlinang. Terasa rasa sakit yang begitu perih membakar nan menyayat pada perut bagian bawahnya. Terasa semacam ada cairan pekat kental di daerah pangkal paha sekitar daerah selangkangannya. Asumsinya adalah keperawanannya sudah pecah, kegadisannya sudah pergi, kesuciannya sudah jatuh ke tangan lelaki tampan nirmala yang kini tengah menggagahinya.
Max Julius mulai merasa heran nan terhenyak kaget. Kenapa liang tersebut susah sekali ditembus? Kenapa dia begitu susah payah dan harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk membobol benteng pertahanan yang ada di bawah sana? Dia mendorong lagi dan lagi. Akan tetapi, batang kejantanannya hanya masuk setengah. Dia mengeluarkan tenaga ekstra sedikit lebih banyak. Barulah benteng pertahanan yang ada di bawah sana berhasil ditembusnya dan kini terasa senjata pamungkasnya sudah terbalut rapi, terselimuti penuh dan terbungkus rapat dalam liang yang ada di bawah sana.
Dilihatnya air mata Junny Belle sudah berlinang. Dilihatnya raut wajah gadis muda itu yang begitu tersiksa dan menderita menahan rasa sakit dan perih yang sungguh tidak terperikan di bawah sana.
Serasa disayat-sayat pisau bedah tanpa obat bius, Junny Belle mulai merasa sekujur tubuhnya, terutama daerah selangkangannya, bergetar nan bergelugut hebat.
Max Julius melirik sebentar ke bawah. Alangkah terhenyaknya dirinya ketika dilihatnya banyak sekali darah yang menetes-netes keluar dari ngarai kewanitaan si gadis cantik jelita. Sebagian kecil membasahi senjata kejantanannya. Sebagian besar lagi menodai seprai tempat tidur yang berwarna putih bersih.
Bagaimana mungkin Junny Belle masih perawan? Demi uang, seharusnya dia sudah terbiasa buka kaki untuk banyak lelaki yang rela membayarnya dengan mahal di luar sana. Demi uang, dia menolakku ketika aku menyatakan perasaanku padanya saat kami remaja dulu. Demi uang, seharusnya dia sudah sejak lama menjual keperawanannya ini. Bagaimana mungkin dia masih perawan hingga saat ini? Bagaimana mungkin?
Gerunyam dan senandika batin Max Julius terus berlanjut.