Nyonya Smith ingin membuka mulutnya dan membantah lagi ketika Max Julius mengangkat tangannya ke udara dan menginterupsinya,
"Pembahasan kita selesai sampai di sini, Tuan & Nyonya Smith… Anda berdua bisa pulang dan mempertimbangkannya dulu. Dalam waktu seminggu, saya tunggu keputusan final dari Anda berdua. Jika dalam waktu seminggu Anda tidak memberi kabar, saya anggap kerja sama ini batal. Anda bisa cari hotel lain yang ingin bekerja sama dengan Anda," tukas Max Julius setengah menyindir setengah mengejek.
"Anda tidak bisa berbuat seperti ini terhadap kami, Tuan Max Julius! Saya sudah mempersiapkan semua bahan baku dan para karyawan untuk proyek pembangunan hotel ini! Jika kerja sama ini batal, siapa yang akan membayar semua biaya bahan baku dan para karyawan yang telah saya persiapkan!" teriak Tuan Smith seperti setengah kerasukan sembari mencekal kerah kemeja berlengan panjang milik Max Julius.
"Tenang… Tenang… Tenang, Tuan Smith… Ada apa-apa, kita bisa bicarakan semua ini dengan baik-baik… Anda tidak harus menggunakan kekerasan seperti ini, Tuan Smith…" Clark Campbell berusaha melerai baku hantam yang sebentar lagi akan terjadi di antara direktur tertingginya dengan si Tuan Smith yang hidungnya sudah kembang kempis gegara menahan emosi.
Dengan senyuman sinis yang begitu intens, Max Julius menyingkirkan tangan Tuan Smith dari kerah kemejanya. Max Julius sekonyong-konyong membuka topeng yang menutupi sebagian besar luka bakar pada wajahnya. Masih dengan senyuman sinis yang begitu intens, Max Julius kini menatap Tuan Smith yang berdiri di depannya.
Sontak sepasang mata Tuan Smith membeliak lebar. Penampakan wajah tampan nirmala yang kini tidak tertutupi topeng apa pun lagi kontan membuatnya mundur beberapa langkah. Mata Nyonya Smith juga langsung membelalak lebar dan kondisinya tak jauh berbeda dengan kondisi sang suami. Dia terlihat menutupi mulutnya dengan satu tangan.
"Jadi… Jadi… Jadi kau adalah… adalah… Max Julius yang itu…?" Tuan Smith bertanya dengan napas yang tertahan-tahan.
"Hanya ada satu Max Julius di Sydney ini, Kawan-kawan… Lagipula, kalau kalian tidak bisa mengingatku melalui nama Max Julius ini, setidaknya kalian bisa mengingatku melalui luka bakar pada wajah ini kan? Tidakkah luka bakar pada wajah ini mengingatkan kalian akan sesuatu?" Terdengar tawa renyah Max Julius yang begitu menusuk nan mengerikan.
Sepasang kaki kedua pasutri Smith itu kontan melemas. Tidak mereka sangka-sangka selama ini mereka telah menyerahkan diri mereka ke seorang algojo yang sudah mengintai dan siap untuk memangsa mereka sedemikian lama. Sungguh tidak mereka sangka-sangka sebelumnya, mereka telah masuk ke dalam suatu jebakan yang telah dipersiapkan oleh sang algojo sedemikian lama. Di saat mereka menyadari semuanya sekarang, semuanya sudah terlanjur. Mereka sudah maju kena mundur kena.
"Jadi benar kau… kau adalah… kau adalah Max Julius yang itu?" Mulut Tuan Smith terbabang lebar. Hanya napas tersengal yang mengalir keluar dari mulut tersebut.
"Oh, Adam Levano Smith… Lolita Jacqueline Smith… Ini belum seberapa… Ini baru permulaan… Kalian akan menerima pembalasan yang jauh lebih mengerikan lagi daripada ini nanti… Bersiap-siap saja ya…" Max Julius Campbell meledak dalam tawa lepasnya yang terdengar mengerikan.
"Maafkan aku, Max… Maafkan aku, Max… Aku memang salah waktu itu… Aku memang salah… Aku akan melakukan apa saja untuk menebusmu, Max… Aku rela melakukan apa saja untuk menebus kesalahanku padamu, Max… Kumohon jangan batalkan kerja sama ini… Kumohon jangan… Aku tidak tahu ke mana lagi aku harus pinjam uang untuk menutupi semua kerugian ini seandainya saja kerja sama kita batal, Max… Aku rela memberikan 60% kepadamu dan aku bersedia mengambil 40% saja… Bagaimana?" Terlihat sekujur tubuh Adam Levano Smith yang bergelugut hebat.
Terdengar derai tawa nyaring Max Julius Campbell.
"Kalau kau tidak ingin hancur, kau pikirkan sendiri caranya bagaimana membayar semua bahan baku dan para karyawanmu itu. Yang jelas, aku tidak ingin meneruskan kerja sama ini lagi. Anggap saja kita tidak pernah membicarakan tentang kerja sama ini sebelumnya," tukas Max Julius ringan nan santai.
"Dengan melihat pertemanan kita di Indonesia dulu, tidak bersediakah kau melepaskan aku kali ini?" Terdengar Adam Levano Smith berusaha membujuk Max Julius sekali lagi.
"Takkan ada kerja sama lagi di antara kita… Aku masih memiliki segudang pekerjaan lain yang belum aku selesaikan… Aku permisi dulu ya…" kata Max Julius ringan nan santai sembari akan berlalu keluar dari ruang rapat tersebut.
Clark Campbell tentu saja bergidik ngeri melihat bagaimana Max Julius Campbell menyingkirkan semua musuhnya dengan keji nan tidak berperasaan.
"Tidak! Kau tidak bisa memperlakukan kami seperti ini, Max Julius! Kau tak bisa berbuat begini pada kami, Max Julius! Aku takkan mendiamkan perkara ini begitu saja! Aku akan menuntutmu ke pengadilan, Max Julius!" teriak Lolita Jacqueline Smith bagai orang kerasukan setan.
"Tuntutlah kalau bisa! Sejak awal tidak pernah ada hitam di atas putih bahwasanya aku sudah menyetujui kerja sama ini. Sejak awal tidak pernah ada perjanjian tertulis bahwasanya aku menyuruh kalian mempersiapkan bahan baku dan para karyawan untuk proyek pembangunan yang belum jelas ini. Silakan kalian lanjutkan kasus ini ke pengadilan jika kalian menginginkannya. Aku ingin lihat apakah kalian masih memiliki uang untuk membayar pengacara sementara ada segudang bahan baku dan sekumpulan karyawan yang sedang menunggu pembayaran dari kalian."
Sambil tertawa renyah penuh kemenangan dan kepuasan, Max Julius Campbell berlalu keluar dari ruangan rapat begitu saja, meninggalkan Adam Levano Smith dan Lolita Jacqueline Smith yang sudah terpuruk kalah nan tidak berdaya di lantai.
"Kau akan kena karmanya nanti! Tuhan pasti akan membalaskan apa yang kaulakukan pada kami hari ini, Max Julius! Kau akan menerima pembalasan yang setimpal nanti!" teriak Lolita Jacqueline Smith histeris. Adam Levano Smith hanya bisa meraih sang istri ke dalam dekapannya dengan pasrah.
"Panggil satpam! Aku tidak ingin ruang rapat kita terkotori dan ternodai!" desis Max Julius sinis.
Clark Campbell hanya mengangguk cepat. Dia segera menghubungi beberapa satpam untuk mengeluarkan kedua pasutri Smith dari ruang rapat mereka sekaligus dari bangunan hotel The Pride mereka. Meski dia sedikit tidak menyetujui cara pembalasan dendam dari sang saudara sepupu, walau dia sesungguhnya tidak mengerti apa yang telah terjadi pada sang saudara sepupu tatkala dia tinggal di Indonesia dulu, dia tetap harus menuruti perintah sang saudara sepupu karena ialah sang direktur tertinggi di The Pride saat ini.
"Apa sebenarnya yang terjadi pada dirimu, Max?" tanya Clark Campbell sepeninggal Adam Levano Smith dan Lolita Jacqueline Smith dari ruang rapat mereka.
"Akan tiba waktunya aku memberitahumu, Clark…" kata Max Julius menyunggingkan sebersit senyuman misterius.
"Kok tidak kau bunuh saja mereka? Aku tidak habis pikir kenapa kau bisa memakai cara yang demikian untuk membalas mereka…" kata Clark Campbell sedikit mengerutkan dahinya.
"Tentu saja kematian terlalu gampang buat orang-orang seperti itu… Makanya kan, terkadang aku tidak begitu setuju dengan hukuman mati, Clark. Aku lebih setuju dengan hukuman zaman dulu yang dipenuhi dengan metode penyiksaan sebelum akhirnya si tersangka benaran meregang nyawa." Max Julius bersiul santai sebelum akhirnya melangkah keluar dari ruangan rapat tersebut.
Clark Campbell kembali bergidik ngeri dan merasa bingung pada saat bersamaan.