Chereads / 3MJ / Chapter 204 - Segalanya demi Adik Lelakiku

Chapter 204 - Segalanya demi Adik Lelakiku

"Kau benar-benar telah merusak dan menghancurkannya, Max…" bisik Clark Campbell sedikit tidak percaya.

"Aku sudah meniduri banyak gadis perawan. Kenapa perkataanmu ini seolah-olah aku baru pertama kali melakukannya dan kau sangat terkejut dengan kenyataan ini?"

"Biasanya selama ini kau mengenakan pelindung dan paling banyak kaugagahi mereka tiga kali kan, Max? Sungguh tidak habis pikir aku kau bisa tidak menggunakan pengaman terhadap si perawan ini dan kau menggagahinya hampir semalaman. Kau sungguh sudah tidak waras, Max…" tuding Clark Campbell terang-terangan.

Max Julius hanya membisu seribu bahasa. Dengan sebersit senyuman misterius yang masih bertengger di wajahnya yang tampan nirmala, ia kini kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela kaca.

"Sejak awal kau bertemu dengannya ketika ia melamar pekerjaan di sini, kau langsung menolaknya terang-terangan padahal kau belum sempat mendengarkan wawancaranya. Sekarang dia butuh uang dan meminta tolong padamu. Kau memberinya uang itu, tapi kau juga meminta dia menyerahkan tubuh dan kegadisannya kepadamu. Boleh aku tahu kenapa kau begitu terobsesi pada wanita ini?"

Max Julius masih membisu seribu bahasa. Segala macam pemikiran mulai bergolak nan berkecamuk dalam benak kesadarannya.

"Aku tidak bisa memberitahumu sekarang…" kata Max Julius setelah lewat beberapa detik.

"Apakah ada… ada hubungannya dengan masa kecilmu ketika kau tinggal di Indonesia dulu?" tanya Clark Campbell sedikit memberanikan diri.

"Aku bilang aku tidak bisa memberitahumu sekarang. Berarti jika sudah tiba waktunya aku akan memberitahumu, Clark. Apa mesti kali kau mendesakku untuk menceritakannya kepadamu sekarang dan detik ini!" Mata Max Julius Campbell mulai mendelik tajam. Nada suaranya pun mulai tidak bersahabat.

Clark Campbell mengangguk cepat dan menelan air liurnya. Jelas Max Julius Campbell yang ada di hadapannya ini takkan menjadi sesosok lelaki yang hangat nan bersahabat ketika ia sedang marah. Takkan ada yang bisa menenangkannya. Emosi dan kemarahannya itu akan sangat sulit ditenangkan.

Mendadak saja Max Julius Campbell menghela napas panjang. Bayangan Junny Belle Polaris dan malam sebelumnya yang barusan mereka lewatkan bersama terus terpatri dalam kesadarannya. Berkali-kali Max Julius tidak ingin dibilang dia telah merusak dan menghancurkan Junny Belle Polaris. Sama seperti gadis-gadis perawan yang digerayanginya selama ini, dia telah membayar mahal dan dia berhak menikmati apa yang telah ia bayar mahal bukan?

Max Julius Campbell membuka topeng yang menutupi luka bakar di wajahnya yang tampan nirmala. Mendadak saja kedua mata Clark Campbell agak membelalak lebar dan ia terus menatap wajah sang sepupu tampan di hadapannya dengan sorot mata tanpa berkedip.

"Ada apa? Kenapa kau terus melihat wajahku seperti itu? Apa luka bakarku ini bertambah parah sekarang?" tanya Max Julius masih dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.

"Hei! Justru sebaliknya! Aku kok merasa luka-luka bakar pada wajahmu itu sudah sedikit menghilang ya? Apakah memang demikian adanya atau hanya khayalanku?" Terlihat mimik wajah Clark Campbell yang agak berseri-seri.

Tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh sang sepupu, Max Julius Campbell mengambil sebuah cermin kecil dari dalam laci meja tulisnya dan melihat sendiri bayangannya di cermin. Dia juga sedikit membeliakkan kedua matanya. Luka-luka bakar pada wajahnya yang biasanya berwarna merah gelap kini sudah memutih dan sudah menghilang sedikit demi sedikit.

Max Julius Campbell dan Clark Campbell saling berpandangan sesaat. Keduanya tampak terheran-heran.

"Benaran ya… Kok bisa begitu ya?" Terlihat Max Julius Campbell mengernyitkan dahinya.

"Bahkan dua tahun lalu seorang dokter oplas dari Korsel saja angkat tangan dengan luka bakar pada wajahmu itu, Max… Kenapa sekarang mendadak tidak merah lagi luka-luka bakar itu? Sudah memutih dan menghilang sedikit demi sedikit deh…" Clark Campbell sedikit menaikkan nada suaranya karena kegirangan.

Max Julius masih terheran-heran sembari mengernyitkan dahinya dalam-dalam.

"Apakah itu efek sehabis kau merenggut keperawanan Junny Belle Polaris kemarin malam?"

"Apa hubungannya?" Max Julius Campbell juga sedikit menaikkan nada suaranya petanda ia tidak percaya dengan apa yang dituturkan oleh sang sepupu.

Clark Campbell meledak dalam tawa lepasnya. "Ya, mana tahu saja… Mana tahu keperawanan si Junny Belle Polaris itu telah menjadi obat mujarab bagimu, suatu obat mujarab yang tidak bisa kautemukan di mana pun."

"Oke… Sudah hampir jam sepuluh… Kita akan rapat sebentar kan dengan keluarga Smith?" tanya Max Julius Campbell mengalihkan pembicaraan.

"Oke… Oke… Kau sendiri sudah membaca penawaran yang mereka ajukan?" Sedikit menggelengkan kepalanya, Clark Campbell meledak dalam tawa lepasnya dan bertanya kembali kepada sang saudara sepupu.

"Sudah… Terus terang aku kurang suka dengan penawaran mereka… Mau untungnya saja mereka…" Max Julius sedikit menggerutu dan masih terlihat mengernyitkan dahinya.

"Jadi kau mau membatalkan rapat kita dengan mereka pagi ini?" Clark Campbell bertanya terlebih dahulu kepada Max Julius Campbell karena ia tahu apa yang sudah diputuskan oleh saudara sepupunya itu takkan bisa diubah apalagi dibantah.

"Rapat saja dulu… Aku ingin dengar langsung dari mereka… Jika memang kurang memuaskan, batalkan saja kerja sama kita dengan mereka. Aku tidak ingin berurusan dengan orang-orang yang hanya ingin untung di pihak mereka saja."

Clark Campbell mengangguk cepat. Dia berjalan keluar dari ruangan sang direktur tertinggi beberapa detik kemudian.

***

Siang hari datang membayang. Ketika dirasakannya areal selangkangannya tidak begitu sakit lagi dan ia sudah bisa berjalan dengan gaya yang cukup normal seperti biasa, barulah Junny Belle Polaris check out dari hotel bintang lima tersebut.

Dengan naik bus umum selama tiga puluh menit, tibalah Junny Belle di sebuah rumah sakit khusus jantung di pinggiran kota Sydney. Terlihat Junny Belle turun dari bus umum dan berjalan masuk ke dalam rumah sakit tersebut.

Junny Belle melangkah masuk ke dalam lift. Tangan menekan tombol lantai lima. Lift segera membawanya ke lantai lima. Dia keluar dari lift dan langsung masuk ke kamar pertama setelah lift.

Tampak seorang pemuda akhir belasan terbaring lemah di atas tempat tidur. Pemuda akhir belasan tersebut tersenyum lemah ke arah Junny Belle.

"Bagaimana kabarmu hari ini, Gover?" tanya Junny Belle berusaha menunjukkan senyumannya yang paling ceria yang bisa ditampilkannya.

"Baik, Kak… Bukankah kau kerja hari ini, Kak? Kenapa bisa datang ke sini, Kak?" tanya Gover Robin Polaris masih dengan sebersit senyuman lemahnya.

"Aku izin sebentar hari ini, Gover… Aku tidak begitu enak badan," kata Junny Belle berbohong dan merasa sedikit terkesiap sesudah itu. Ia tidak mungkin mengatakan ia baru saja kehilangan keperawanannya demi mendapatkan uang untuk operasi jantung adiknya ini.

"Kau baik-baik saja, Kak?" tanya Gover Robin Polaris, sembari mengernyitkan dahinya, menatap sang kakak perempuan dengan raut wajah cemas.

"Aku baik-baik saja…" jawab Junny Belle singkat, jelas, padat, berisi.

"Kau tetap menjalani pengobatan kan, Kak?" tanya Gover Robin Polaris, dengan raut kecemasan yang masih belum hilang dari wajahnya.

"Tetap dong, Gov… Kalau tidak menjalani pengobatan, penyakitku ini akan semakin parah. Jika aku tiada, siapa yang akan menjagamu, iya kan?" Rintik-rintik air mata mulai berbias kesedihan dan perlahan-lahan bergulir turun tiada henti dari ekor mata si kakak perempuan.

Gover Robin menganggukkan kepalanya. Terlihat Junny Belle duduk di samping ranjang di hadapannya. Gover Robin meraih sang kakak perempuan ke dalam dekapannya.

"Aku tahu kau sangat lelah dan menderita demi kehidupan kita berdua semenjak Ayah dan Ibu pergi meninggalkan kita, Kak Junny… Aku tahu kau telah berusaha yang terbaik selama belasan tahun ini…" kata Gover Robin dengan sebersit senyuman lemah lembut.