"Aku ingin jenazah Mary Juniar, Shunsuke dan Ciciyo dipulangkan ke Jakarta secepatnya. Aku tidak ingin jenazah mereka diautopsi. Kau mengerti kan?" pesan Kendo Suzuki kepada salah satu ajudannya yang masih berdiri di dermaga sudut.
Sang ajudan menganggukkan kepalanya dengan mantap, "Baik, Pak Suzuki… Saya akan secepatnya memulangkan jenazah mereka bertiga. Pak Suzuki tidak perlu khawatir…"
"Terima kasih…" Kendo Suzuki menepuk ringan bahu sang ajudan dan kemudian ia berlalu dari tempat tersebut.
Perlahan-lahan, Maxy Junior juga membawa sang bidadari cantik kesayangannya meninggalkan pelabuhan tersebut, begitu juga dengan Sean Jauhari yang membawa sang istri cantik jelitanya, Pak Thomas Hafiz Jauhari dan Nyonya Irawaty Jauhari, Ronny Alwi Emery yang berlalu bersama tunangannya, dan si empat sekawan yang meninggalkan pelabuhan tersebut bersama-sama dengan perawan muda masing-masing.
Banyak anggota keluarga yang datang mengidentifikasi jenazah-jenazah yang ada. Jerit tangis dan lolongan kesedihan terdengar berkumandang sampai ke mana-mana di dermaga sudut tersebut dan daerah-daerah sekitarnya.
"Mizuki… Mizuki… Kau sudah berjanji pada Ayah akan melindungi dirimu sendiri… Kenapa kau bisa sampai lalai dan membiarkan bom-bom itu memisahkanmu dari Ayah, Mizuki? Kenapa bom-bom itu bisa sampai merenggut nyawamu dan memisahkanmu dari Ayah?"
Tangisan Hayate Mimasaka kini benar-benar pecah berderai. Salah satu anak buahnya bahkan harus menopang tubuhnya sehingga ia tidak sampai ambruk ke lantai dermaga sudut tersebut.
"Kita harus mencari siapa sesungguhnya yang telah memasang bom di kapal pesiar mewah itu! Kita harus menemukan siapa dalangnya!" Terlihat sorot mata Hayate Mimasaka penuh dendam dan kebencian.
"Baik, Tuan Hayate…" jawab si anak buah yang masih menopang tubuh Hayate Mimasaka.
"Aku akan membalaskan dendam putriku Mizuki kepada mereka yang telah merenggut nyawanya. Aku akan membalaskan sepuluh kali lipat kepada mereka! Aku takkan melepaskan mereka! Aku takkan mengampuni mereka!" Hayate Mimasaka menahan gigi-giginya yang bergemeretak.
Masih terdengar jerit tangis dan lolongan ketidakberdayaan dari para anggota keluarga yang datang ke dermaga sudut untuk mengidentifikasi jenazah-jenazah yang diturunkan dan dibaringkan satu per satu di lantai dermaga.
"Apakah itu adalah kerabat dekatmu?" tanya Helen Kelly Lin kepada si anak lelaki berkulit putih yang sempat diselamatkannya di kapal tadi.
Si anak lelaki berkulit putih hanya mengangguk lirih. "Mereka adalah Paman Ben dan Bibi Theresa…"
"Oke… Kau sudah bisa berkumpul dengan paman dan bibimu, Good Boy… Siapa namamu?" tanya Helen Kelly Lin mengelus-elus kepala si anak lelaki berkulit putih.
"Namaku George… George Paulo Brown…" kata si anak lelaki berkulit putih itu, masih dengan awan gelap dan kesedihan yang terlihat berarak dalam dunianya.
"Oke… Sampai jumpa, George… Ku harap hidupmu ke depannya akan berbahagia…" kata Helen Kelly Lin sambil tersenyum lembut.
"Thanks banget, Kak… Aku juga berharap hidup Kakak ke depannya akan penuh dengan kebahagiaan…" tukas George Paulo Brown lirih.
George Paulo Brown memeluk Helen Kelly Lin sebentar sebelum akhirnya berjalan ke arah paman dan bibinya sembari melambaikan tangan tanda perpisahan. Helen Kelly Lin juga melambaikan tangan tanda perpisahan kepada si anak lelaki berkulit putih tersebut.
"Oke… Ayo kita pulang…" tukas Thobie Chiawan lemah lembut.
Helen Kelly Lin tersenyum cerah. Dia berbalik badan dan menghampiri sang lelaki penyelamatnya. Dia menggandeng tangan sang lelaki penyelamat dan berlalu meninggalkan pelabuhan tersebut. Tentu saja Thobie Chiawan tertegun sejenak diperlakukan sedemikian hangat oleh seorang perawan muda yang dikenalnya tidak lebih dari 24 jam yang lalu. Namun, dia hanya bisa tetap membisu dan mengikuti ke mana derap langkah kaki sang perawan muda membawanya.
Mereka berangsur-angsur meninggalkan Pelabuhan Kuantan. Sedih dan pilu masih menggelincir di semenanjung batin orang-orang yang berada di dermaga sudut dan sekitarnya.
***
Jakarta, pertengahan Mei 2013
Hari yang panas… Semuanya berkumpul di sebuah areal pemakaman di bawah teriknya sinar matahari. Siang hari ini Mary Juniar Suzuki, Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki akan dimakamkan secara bersamaan, tapi tentu saja di dua titik yang berbeda dalam satu areal pemakaman yang sama.
Beberapa saat yang lalu mereka baru saja memasukkan peti mati Mary Juniar Suzuki ke dalam liang lahat. Kini peti mati Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki juga tengah dimasukkan ke dalam satu liang lahat yang sama. Saking kakunya kondisi mayat mereka, kedua mayat tersebut sungguh tidak bisa dipisahkan sehingga Kendo Suzuki dan Liana Fransisca Sudiyanti harus memesan satu peti mati ukuran ekstra – lebih besar dan lebih lebar daripada ukuran standar peti mati biasa. Mayat Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki terlihat mengenakan pakaian terakhir yang mereka kenakan ketika tewas terbunuh dalam kamar Capricornus di kapal pesiar mewah Zodiac Liner.
Natsumi Kyoko meletakkan dua tangkai mawar putih di atas peti mati abang angkat dan adik angkatnya. Petugas pemakaman mulai mengayak tanah. Tanah mulai berjatuhan butir demi butir menutupi liang lahat tersebut seiring dengan doa-doa yang dipanjatkan oleh seorang pendeta yang terlihat berdiri di depan liang lahat Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki.
Tangisan Natsumi Kyoko kembali pecah berderai dalam pelukan suaminya. Maxy Junior hanya meraih sang bidadari cantik kesayangannya ke dalam pelukan dan membelai-belai kepala hingga punggung sang bidadari cantik kesayangannya.
Tampak juga Sean Jauhari dan Kimberly Phandana yang hadir di areal pemakaman tersebut. Tampak juga Ronny Alwi Emery dan Frebelyn Meyrita Jaya. Tampak juga si empat sekawan yang berdiri di barisan belakang setelah Sean Jauhari dan Ronny Alwi Emery. Mereka hadir sendiri-sendiri saja tanpa didampingi oleh empat perawan muda.
Tampak juga pasangan Kendo Suzuki dan Liana Fransisca Sudiyanti. Keduanya terlihat hanya menundukkan kepala dan menyembunyikan mata mereka yang sembab di balik kacamata hitam mereka.
Liang lahat tertutup oleh butiran-butiran tanah yang semakin rapat, semakin penuh… Terpisahkan dengan dunia kehidupan yang ada di atasnya, kini Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki sungguh-sungguh telah berangkat ke alam yang berbeda.
"Apakah kini mereka sudah tenang dan berbahagia di alam sana, Sayang?" tanya Kimberly Phandana lirih.
"Tentu saja… Mereka saling mencintai… Mereka mati juga demi mempertahankan cinta dan kebersamaan mereka. Aku yakin Tuhan akan bisa melihat cinta dan ketulusan mereka berdua. Aku yakin Tuhan akan mempersatukan mereka di alam sana, Honey…" Sean Jauhari mengeratkan pelukannya kepada sang istri cantik jelitanya.
"Tidak kusangka hidup akan berubah secepat ini, Sayang… Rasa-rasanya baru kemarin saja mereka bersama-sama dengan kita membahas segala rencana liburan kita di kapal pesiar mewah Zodiac Liner… Sekarang mereka sudah terbaring dalam dunia kematian di bawah sana… Aku sungguh-sungguh tidak habis pikir, Sayang…" Tampak Natsumi Kyoko kembali terisak lembut di dalam pelukan sang suami tampan.