"Kenapa kau tidak meledakkan ketujuh bom itu sekaligus?" tanya si lelaki yang kedua.
"Anggap saja aku masih memiliki hati nurani… Tunggu saja sampai sebagian orang yang tidak bersalah itu naik ke perahu sekoci…" jawab si lelaki kulit putih yang pertama tanpa ekspresi.
Lelaki kulit putih yang kedua dan ketiga hanya membisu seribu bahasa dan sedikit tersenyum tipis.
Dengan teropongnya, lelaki kulit putih yang pertama sudah bisa melihat berbagai kekacauan dan kepanikan yang terjadi di atas kapal.
Para awak kapal mulai mempersiapkan sekoci-sekoci yang ada dan memuat para penumpang ke atas sekoci-sekoci. Nakhoda dan timnya juga turut membantu memuatkan para penumpang ke atas sekoci-sekoci yang ada. Pelampung dipakaikan ke para penumpang dan kemudian para penumpang dinaikkan ke atas sekoci yang sudah disediakan. Mesin kapal sudah dimatikan karena bagian belakang kapal sudah hancur total. Bagian belakang kapal yang sudah hancur total berangsur-angsur mulai tenggelam ke dalam air – semakin turun, semakin tenggelam.
Terdengar teriakan dan jeritan para perempuan dan wanita-wanita muda yang masih berdiri di bagian belakang kapal. Ada beberapa bagian yang patah dan langsung tercebur ke dalam air. Pas beberapa penumpang yang berdiri pada bagian yang patah tersebut langsung ikut terseret dan tercebur ke dalam air.
"Tolong aku! Tolong aku!" Mendadak bagian lantai di samping Natsumi Kyoko patah dan beberapa anak perempuan yang berdiri di atasnya menjerit nyaring karena ikut terseret dan tercebur ke dalam lautan.
Natsumi Kyoko hanya bisa mencekal lengan salah satu dari mereka. "Bertahanlah… Jangan lepaskan tanganku… Aku akan menarikmu ke permukaan…"
"Biar aku saja, Natsumi…" kata Saddam Demetrio. Dia menjulurkan tangannya dan menangkap tangan perempuan muda itu.
Sejurus kemudian, dengan mengerahkan seluruh kekuatannya, Saddam Demetrio berhasil menarik perempuan muda itu ke bagian lantai yang masih belum terendam air.
"Kau… Bagaimana kau bisa berada di sini? Kupikir kau sudah naik ke atas sekoci, Saddam…" Kini si perempuan muda terlihat bersembunyi dan berlindung di dalam pelukan Saddam Demetrio.
Teman-temannya yang lain tampak saling berpandangan di belakang Saddam Demetrio. Namun, karena situasi masih mencekam dan menegangkan, tidak ada waktu untuk bersorak-sorai pada Saddam Demetrio dan menggoda-godanya.
"Kita harus berlari ke bagian depan kapal ini… Di sana para penumpang akan dipakaikan pelampung dan dinaikkan ke atas sekoci…" teriak Verek Felix menunjuk ke kerumunan penumpang yang menumpuk pada bagian depan kapal.
Mereka semuanya mulai berlari ke bagian depan kapal.
"Kau bisa berlari, Periku?" tanya Maxy Junior cemas dan khawatir. Natsumi Kyoko mengangguk sembari mengulum senyumannya. Maxy Junior menggandeng tangan sang bidadari cantik jelita dan mereka mulai berlari ke bagian depan kapal.
Sean Jauhari juga melakukan hal yang sama – menggandeng tangan sang istri cantik jelita dan berlari ke bagian depan kapal.
"Kau bisa berlari?" tanya si perempuan muda tadi kepada Saddam Demetrio. Saddam Demetrio berjalan dengan terseok-seok karena betisnya sempat terkena peluru beberapa saat sebelumnya.
"Kau berlarilah ke depan dulu… Aku akan menyusulmu, Sayang…" Senyuman Saddam Demetrio tampak merekah di wajahnya yang tampan nirmala. Ia mengedipkan sebelah matanya kepada si perempuan muda cantik jelita itu.
"Tidak… Sejak beberapa saat yang lalu, aku sudah memutuskan bukan hanya akan menyerahkan keperawananku kepadamu, tetapi juga seluruh hidupku. Jika memang kau tidak bisa selamat dari kecelakaan ini, aku juga takkan selamat…" kata si perempuan muda itu memapah tubuh Saddam Demetrio dan menemaninya berjalan perlahan-lahan ke bagian depan kapal.
"Kau yakin?" Saddam Demetrio menatap perempuan muda itu lekat dan berusaha mencari setitik saja keraguan dan ketakutan di mata perempuan muda itu. Akan tetapi, dia sama sekali tidak bisa menemukannya.
"Tentu saja aku yakin… Bukankah aku sudah menceritakan semuanya kepadamu ketika kau berada dalam kamarku tadi?" Tampak senyuman santai menghiasi wajah cantik jelita si perempuan muda itu.
Saddam Demetrio tersenyum cerah lagi. Dia mengikuti saja ke mana si perempuan muda itu memapahnya.
Verek Felix, Rodrigo Wisanto, dan Thobie Chiawan berlari di depan Maxy Junior, Natsumi Kyoko, Sean Jauhari, Kimberly Phandana, Ronny Alwi Emery, dan Frebelyn Meyrita Jaya. Mendadak saja mereka bertiga bertabrakan dengan ketiga perawan muda – ketiga perawan muda yang baru saja mereka bayar mahal tadi tetapi tidak jadi mereka lumat dan renggut keperawanannya karena kejadian demi kejadian tidak mengenakkan terjadi secara beruntun.
Ketiganya terdiam sejenak. Ketiga perawan muda juga terdiam seketika. Maxy Junior, Sean Jauhari, dan Ronny Alwi Emery sebenarnya ingin menyuruh mereka cepat bergegas ke kapal-kapal sekoci yang ada di depan sana. Namun, Natsumi Kyoko, Kimberly Phandana, dan Frebelyn Meyrita Jaya memberi isyarat tangan kepada sang pangeran tampan masing-masing bahwasanya Verek Felix, Rodrigo Wisanto dan Thobie Chiawan membutuhkan waktu mereka masing-masing terlebih dahulu. Oleh sebab itulah, ketiga pasangan yang sudah jadian berjalan terlebih dahulu ke depan dan membiarkan ketiga pasangan yang belum jadian itu menuntaskan dulu apa yang perlu dituntaskan.
"Bagaimana kau bisa ada di sini? Bukankah seharusnya kau sudah naik ke atas kapal sekoci sekarang?" tanya Verek Felix bingung. Si perempuan muda hanya terdiam dan terus menatap lelaki kaya raya tampan yang telah membelinya.
"Aku menunggumu, Verek… Kita akan naik ke kapal sekoci bersama-sama…" katanya lemah lembut.
Verek Felix meledak dalam tawa renyahnya. "Jangan bilang kau terharu kepadaku… Jangan bilang kau benaran jatuh cinta kepadaku ya… Jelas kau tahu aku tidak pernah bisa jatuh cinta pada barang-barang yang telah aku beli. Di dalam kamar tadi, aku sudah dengan jelas memberitahumu bukan?"
"Iya… Aku tahu… Tapi kau belum memakai barang mahal yang telah kaubeli ini kan, Verek? Kita naik dulu ke kapal sekoci. Sesampainya di darat, kau bisa memutuskan dengan bebas apakah akan memakaiku atau mencampakkan aku…"
Sebutir air mata gelingsir di pelupuk mata si perempuan muda. Beginilah nasibnya ketika ia dijual oleh bibinya sendiri ke sindikat perdagangan gadis-gadis perawan yang akan dijadikan sebagai barang-barang prostitusi.
"Benaran kau sudah jatuh cinta padaku, Sayang…?" Verek Felix menyipitkan matanya dan menatap dalam ke mata si perawan muda.
Si perawan muda yang pertama tersenyum lemah lembut dan terus menatap lemah lembut kedua bola mata lelaki tampan kaya raya yang telah membelinya ini. "Apakah perasaan gadis penghibur sepertiku ini penting bagimu?"
"Aku hanya… merasa… sedikit penasaran…" Verek Felix tertawa renyah dan mengalihkan pandangannya ke tempat lain terlebih dahulu dan kemudian menatap lagi mata si perawan muda itu lekat-lekat.
"Kalau begitu, sesampainya di darat nanti aku akan memberitahumu… Bisa kan…? Kita naik ke sekoci itu dulu… Setelah semuanya ini berakhir dan situasi kembali tenang dan terkendali, aku akan memberitahu apa yang kurasakan di saat pertama kali aku bertemu denganmu tadi…"