Chereads / 3MJ / Chapter 184 - Sementara Itu di Kamar Capricornus (bagian 3)

Chapter 184 - Sementara Itu di Kamar Capricornus (bagian 3)

Ryota Hanamura berpaling ke belakang dan matanya kontan terbelalak lebar menyaksikan satu per satu anak buahnya berguguran ke lantai terkena tembakan dari anak-anak buah keluarga Suzuki yang entah kenapa bisa ikut berada di atas kapal pesiar mewah Zodiac Liner dan bisa mengetahui apa yang sedang dilakukannya di kamar Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki ini.

"Lindungi diri masing-masing!" teriak Ryota Hanamura dan mulai mencari tempat persembunyian yang aman.

Anak-anak buah Suzuki, dan si empat sekawan yang berdiri di belakang mereka, kini melepaskan tembakan secara beruntun dan membabi buta kepada anak-anak buah Hanamura. Anak-anak buah Hanamura yang tidak siap melindungi diri ataupun mengeluarkan senjata mereka hanya bisa berjatuhan ke lantai satu demi satu.

Saddam Demetrio dan Verek Felix membantu mengamankan Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki ke dalam salah satu kamar tidur Capricornus yang berada di bagian paling dalam. Terlihat Saddam Demetrio menggendong Shunsuke Suzuki ke bagian dalam kamar Capricornus tersebut.

"Maafkan kami, Shunsuke, Ciciyo… Kami datang terlambat… Natsumi dan Kimberly juga dikejar-kejar oleh Mary Juniar dan Mizuki Mimasaka. Maxy Junior dan Sean sedang berhadapan dengan mereka di luar," teriak Verek Felix setengah melolong. Dia benar-benar panik sekarang.

"Cepat! Kita harus mengamankan Shunsuke sekarang. Dia benar-benar membutuhkan P3K…" kata Ciciyo Suzuki juga setengah melolong. Dia benar-benar panik dan kalap sekarang.

"Aku tidak akan membiarkan kalian lolos!" Ryota Hanamura melepaskan beberapa tembakan lagi kepada Saddam Demetrio, Verek Felix, Ciciyo Suzuki dan Shunsuke Suzuki yang sudah bergerak menghilang masuk ke bagian dalam kamar Capricornus.

"Aaaiihh…!" Terdengar teriakan Ciciyo Suzuki ketika ia berlari kencang ke bagian dalam sambil menghindari peluru-peluru yang diberondong ke arahnya.

"Kalian pikir kalian bisa lolos dari tembakanku ini!"

Ryota Hanamura terus membombardir keempat orang itu dengan tembakan-tembakan yang beruntun nan membabi buta. Semua barang yang ada di sekitar hancur berantakan nan berserakan di lantai. Peluru-peluru terlihat bertebaran di lantai.

Akhirnya, satu peluru berhasil hinggap pada betis kiri Saddam Demetrio. Menjerit kesakitan, Saddam Demetrio jatuh tersungkur di lantai koridor yang menuju ke bagian dalam kamar Capricornus. Shunsuke Suzuki yang berada di atas gendongan Saddam Demetrio juga jatuh tersungkur di lantai.

"Habisi mereka! Bunuh mereka semua!" teriak Ryota Hanamura.

Dua anak buah Hanamura terus membombardir ke dalam koridor bagian dalam kamar Capricornus dengan tembakan beruntun nan membabi buta mereka. Melihat kedua anak buah Hanamura yang semakin dekat, Ciciyo Suzuki menelan ludahnya ke dalam kerongkongannya yang tercekat. Saat itu, dia juga menyadari dia hanya memiliki satu-satunya pilihan – suatu pilihan yang terakhir. Dalam waktu yang sebegitu singkat – yang hanya dua atau tiga detik – Ciciyo Suzuki hanya memiliki satu-satunya pilihan yang terakhir. Dia bergerak maju ke depan dan apa yang terjadi detik-detik berikutnya sudah bisa ditebak. Beberapa peluru segera bersarang pada dada dan perut Ciciyo Suzuki.

"Ciciyo! Ciciyo!" Terdengar jeritan Shunsuke Suzuki yang berkumandang ke segala arah, menerjang segala arus ombak terganas di Samudra Hindia, dan menembus semua batasan antara surga dan neraka.

Verek Felix dan Saddam Demetrio segera melepaskan tembakan mereka dari balik badan Ciciyo Suzuki yang perlahan-lahan mulai ambruk ke lantai. Dua anak buah Hanamura terkena tembakan beruntun dari Verek Felix dan Saddam Demetrio. Keduanya segera berubah menjadi mayat dan roboh ke lantai di dekat mereka.

Ciciyo Suzuki jatuh ke dalam pelukan hangat suaminya. Air mata Shunsuke Suzuki terus berjatuhan butir demi butir dan akhirnya mulai menganak sungai melihat kondisi istrinya yang kini sudah berada di titik ujung jalan kehidupannya.

"Ciciyo… Ciciyo…" Selain menangis dan memanggil-manggil nama istrinya yang semakin lemah nan tak berdaya, Shunsuke Suzuki tidak tahu lagi apa yang mesti dikatakan dan apa yang mesti diperbuat.

Tangan Ciciyo Suzuki yang gemetaran perlahan-lahan naik dan membelai-belai wajah sang suami. Senyuman lirih dan lemah tidak berdaya terpancar dari wajah Ciciyo Suzuki.

"Aku mencintaimu, Shunsuke… Sejak kecil, aku sudah sangat mencintaimu… Di hari ketika aku menyadari perasaanku ini, aku sudah bersumpah aku akan menyerahkan segala yang ada pada diriku untukmu. Demi cintaku kepadamu ini, aku sanggup menyerahkan segalanya – bahkan itu termasuk hidupku sekalipun…" Kata-kata Ciciyo Suzuki kini terdengar terbata-bata disertai dengan mulutnya yang memuncratkan begitu banyak darah.

Ranai air mata Shunsuke Suzuki kian membanjiri rongga matanya, kian menganak sungai, dan kian bergulir turun dengan deras laksana air terjun di musim penghujan.

"Matilah kalian semua!" Ryota Hanamura keluar dari tempat persembunyiannya dan kini ia bergerak masuk ke dalam koridor dalam kamar Capricornus. Ia membombardir keempat orang yang sudah tidak berdaya itu dengan tembakan-tembakan yang jauh lebih ganas dan membabi buta.

Dengan sigap, Shunsuke Suzuki menendang tubuh Verek Felix dan Saddam Demetrio sehingga kedua orang itu terhempas masuk ke dalam kamar mandi yang ada di samping mereka. Saddam Demetrio langsung tercampak ke dalam kamar mandi sementara senjatanya masih tergeletak di koridor di luar.

Banyak sekali peluru yang hinggap pada tubuh Shunsuke Suzuki. Darah terlihat mengalir deras keluar dan mulai menggenangi lantai tempat ia terkapar tidak berdaya.

"Shunsuke! Shunsuke!" Terdengar teriakan Verek Felix dan Saddam Demetrio yang bagai jeritan kengerian dari neraka terdalam tingkat kedelapan belas.

Dengan sisa-sisa kekuatannya yang terakhir, Shunsuke Suzuki meraih senjata Saddam Demetrio yang masih tergeletak di koridor luar, pas di sampingnya. Senjata diarahkan ke diri Ryota Hanamura yang bergerak ke arahnya. Dengan beberapa kali tembakan, akhirnya Shunsuke Suzuki berhasil memuntahkan satu peluru yang bersarang pada pelipis Ryota Hanamura. Perlahan-lahan tubuh Ryota Hanamura kini dengan kedua bola matanya yang membelalak hampa akhirnya roboh menelungkup di depan mereka semua.

Tampak Verek Felix dan Saddam Demetrio yang menyaksikan adegan kematian Ryota Hanamura dengan kedua bola mata mereka yang membeliak lebar dan tidak berkedip sekali pun.

"Shunsuke… Shunsuke… Jangan pergi… Jangan meninggalkan kami… Jangan meninggalkan kami…" Tanpa terasa air mata Verek Felix pun menetes sebutir demi sebutir.

"Kami menyayangimu, Shunsuke… Jangan pergi… Jangan tinggalkan kami…" teriak Saddam Demetrio di kemuncak ketidakberdayaan dan keputusasaannya. Air matanya tidak mau berhenti bergulir turun.

Rodrigo Wisanto dan Thobie Chiawan yang sudah berhasil menumpas seluruh anak buah Hanamura di bagian depan kamar Capricornus, tampak berlari-lari secepat kilat masuk ke koridor bagian dalam kamar penthouse mewah tersebut. Langkah-langkah mereka kontan terhenti. Senjata terlepas dari genggaman tangan mereka. Mereka hanya bisa berjongkok lemas di depan tubuh Shunsuke Suzuki dan Ciciyo Suzuki yang sekarang benar-benar tidak berdaya lagi.

"Shunsuke… Ciciyo…" teriak Thobie Chiawan mulai menumpahkan segala ruap lara dan ranai air mata yang berbaur menjadi satu.

"Shunsuke… Ciciyo… Jangan pergi… Jangan tinggalkan kami…" Tangisan Rodrigo Wisanto juga terdengar mengharu biru dengan seluruh tubuhnya yang bergelugut nan berguncang hebat.

"Aku tidak sempat menyampaikan secara langsung pesan terakhirku ini kepada Kak Natsumi, Kawan-kawan… Sampaikan padanya aku sangat menyayanginya. Ada di mana pun kami, aku dan Bang Shunsuke akan tetap dan selalu menyayanginya… dan… mencintainya…" Lagi-lagi Ciciyo Suzuki muntah darah dan mengeluarkan darah yang banyak sekali dari mulutnya.