"Belum juga aku selesai bertanya padanya soal Fenny Kangdra, dia sudah terburu-buru mengundurkan diri seperti itu, Sayang… Dasar aneh! Dia sendiri yang menghampiriku tadi. Apa salahnya coba aku tanya-tanya soal hubungannya dengan Fenny Kangdra? Kalau tidak mau aku tahu, ya tidak usah menghampiriku tadi! Pura-pura saja tak kenal!" ujar Natsumi Kyoko memasang wajah cemberut.
Mendadak saja sang suami tampan mencubit gemas kedua belahan pipi sang istri cantik jelita.
"Kenapa kau bisa sepolos dan seimut ini, Periku?"
Sang istri cantik jelita tersenyum lemah lembut, tetapi dia masih memandangi suaminya dengan sorot mata penuh tanda tanya.
"Dia sama sekali tidak jadian dengan si Fenny Kangdra itu. Dia menghampirimu tadi karena dia mengira kau masih belum ada yang punya dan dia bermaksud mendekatimu tadi. Kau tidak sadar sambil berbicara padamu tadi, dia terus memegang-megang tanganmu?" Kali ini Maxy Junior yang memasang wajah cemberut.
Kedua mata Natsumi Kyoko sontak membesar. "Tapi dia memang sering begitu ketika ngomong denganku dulu, Sayang… Main pegang-pegang begitu… Aku anggap saja itu adalah salah satu bagian dari kebiasaannya."
"Sekarang sudah beda, Periku… Kau adalah istri Maxy Junior... Aku takkan membiarkan hal itu terjadi lagi. Kau adalah milik Maxy Junior. Hanya aku yang boleh memegang dan menyentuhmu. Selain Maxy Junior Tanuwira, tak ada lelaki lain yang boleh dekat-dekat denganmu, apalagi sampai memegang-megang tanganmu seperti tadi." Maxy Junior memasang wajah masam lagi.
"Astaga! Benaran aku tidak berpikir sampai ke sana, Sayang… Dulu dia dekat dengan temanku yang lain yang bernama Fenny Kangdra. Kupikir mereka sudah jadian. Makanya tadi aku tanya dia apakah Fenny ada ikut pelayaran ini atau tidak. Jadi… Jadi… Jadi dia pergi begitu saja tadi itu adalah karena… karena…"
"Karena aku muncul dan kau memperkenalkan aku sebagai suamimu, Periku… Dia langsung pergi karena tahu sekarang kau sudah ada yang punya…"
"Astaga! Maafkan aku, Sayang… Benaran tadi aku hanya berbicara dengan seorang teman lama. Aku sama sekali tidak berpikir ke sana, berpikir yang tidak-tidak. Jangan marah ya, Sayang… Jangan marah ya…" Sedikit panik dan sedikit malu saling bertaut dan menggelimuni kuncup pikiran Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko jadi merasa panik dan malu sendiri. Seandainya saja dia tahu apa maksud Dicky Ottoman menyapa dan menghampirinya tadi, dia tentu takkan berbicara panjang lebar dengan lelaki itu. Panik mulai menggerayangi padang pikirannya. Dia membelai-belai dada sang suami dan sesekali menyandarkan kepalanya ke dada yang kekar, bidang nan bedegap tersebut guna menetralisir kemarahan sang suami.
"Maafkan aku, Sayang… Benaran aku murni hanya mengobrol dengan salah satu teman lama tadi. Kau tidak marah kan? Jangan marah lagi ya…" Tampak senyuman imut mendekorasi wajah Natsumi Kyoko yang cantik jelita.
"Nggak… Aku masih marah… Kau harus tenangkan aku di sini, sekarang juga, Periku…" kata Maxy Junior masih memasang muka cemberut.
Mau tidak mau, Natsumi Kyoko memegangi kedua belahan pipi sang suami dan mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir sang suami yang imut, tipis, seksi nan menggemaskan. Karena mereka kini tengah berada di luar negeri, saling berciuman di tempat umum – apalagi antara sepasang suami istri – takkan menarik perhatian, takkan dihiraukan orang-orang. Jadi, Natsumi Kyoko merasa bebas dan tidak canggung mencium suaminya di depan umum seperti sekarang ini.
Tampak Maxy Junior sangat menikmati ciuman dari sang bidadari cantik kesayangannya. Senyuman menawan mulai merekah menghiasi wajahnya yang tampan nirmala tatkala sang bidadari cantik kesayangannya melepaskan ciumannya.
Empat sekawan yang memperhatikan adegan tersebut dari kejauhan meledak dalam tawa geli mereka. Mereka tertawa terpingkal-pingkal sementara Sean Jauhari hanya mengulum senyumannya sembari menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Apakah itu juga berlaku untukmu, Sean?" tanya Saddam Demetrio.
Sean Jauhari hanya sedikit menundukkan kepalanya petanda tersipu malu. Tampak di seberang sana kini Maxy Junior sudah bersama-sama dengan istri kesayangannya mengantre di depan stand tersebut membeli nasi goreng belacan yang ingin dimakan istrinya.
"Aduh! Lucu sekali… Benar-benar bucin deh kalian berdua…" timpal Verek Felix.
"Benaran deh Maxy Junior ini… Sempat pula terpikirkan olehnya untuk menyuruh istrinya menciumnya di depan umum seperti ini guna menetralkan kemarahannya," gumam Thobie Chiawan.
"Dan Natsumi mau saja… Mereka berdua bucin satu sama lain deh… Kayak Sean dan Kimberly nih…" sahut Rodrigo Wisanto.
Kembali si empat sekawan meledak dalam tawa ceria mereka. Sean Jauhari sama sekali tidak bisa tertawa. Dia hanya diam sembari mengulum senyumannya.
***
Tiga hari berlalu. Malam ini kembali tampak bulan sabit menghias kota Jakarta. Tampak Kendo Suzuki sedang berbicara dengan salah satu pemimpin anak buahnya di telepon genggam. Raut khawatir jelas tampak menggurat di wajahnya yang tampan nirmala.
"Iya… Iya… Kerahkan semua orang kalian ya… Kalian sudah berada di kapal selama tiga hari terakhir ini kan? Keadaan di kapal aman-aman saja kan?" tanya Kendo Suzuki dengan raut wajah khawatir.
"Iya, Pak Kendo… Sejauh ini tidak ada masalah… Aman-aman saja… Ada orang-orang Mimasaka dan Hanamura. Akan tetapi, mereka tidak mengambil tindakan apa-apa sejauh ini," kata si pemimpin anak buahnya di seberang.
"Itulah yang aku cemaskan sebenarnya… Semoga saja mereka tidak melakukan tindakan bodoh yang bisa membahayakan semua orang termasuk diri mereka sendiri." Kendo Suzuki mengurut-ngurut keningnya dengan cemas.
Si pemimpin anak buah hanya membisu seribu bahasa di seberang.
"Terus pantau keadaan di kapal itu dan beri laporan padaku setiap hari. Jika memang terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, kalian semua harus berusaha melindungi Maxy Junior, Natsumi Kyoko, dan yang lainnya. Kalian mengerti?"
"Iya, Pak Kendo… Kami mengerti…" jawab si pemimpin anak buah dengan mantap.
Hubungan komunikasi terputus. Masih dengan raut wajah khawatir yang sama, Kendo Suzuki meletakkan telepon genggamnya di atas meja. Entah kenapa firasat buruk dan kekhawatiran terus saja meringkai muara hatinya semenjak Maxy Junior, Natsumi Kyoko dan yang lainnya berlayar dengan kapal pesiar mewah Zodiac Liner tiga hari yang lalu.
Apakah memang akan terjadi sesuatu yang mengerikan pada kapal itu? Beragam tanda tanya dan tanda seru terus meragas benak pikiran Kendo Suzuki.
***
Dari atas langit, terbang sebuah pesawat terbang yang di dalamnya hanya memuat tiga penumpang lelaki akhir lima puluhan. Walau sudah akhir lima puluhan, ketiga lelaki kulit putih tersebut tampak seakan-akan masih berusia pertengahan tiga puluhan. Ketiga lelaki kulit putih tampak menyesap minuman beralkohol yang dihidangkan oleh para pembantu pribadi mereka. Sesekali asap tebal dari cerutu mereka akan membubung tinggi dan langsung terserap ke dalam alat penyaring udara yang memang dipasang pada pesawat pribadi mereka.
"Apakah itu kapalnya?" tanya lelaki kulit putih yang pertama. Dua temannya menganggukkan kepala mereka dengan mantap.
"Ada Victorio Mistrall di dalam kapal sana. Kuduga dia masih memiliki sejumlah data-data mengenai laboratorium misterius itu. Kemungkinan besar dia ingin meneruskan data-data laboratorium misterius itu ke salah satu mantan rekan kerjanya di Vietnam nanti. Mereka sudah janjian akan bertemu di Hoi An."
"Jadi, apa yang kaulakukan pada si mantan kerja Victorio Mistrall itu?" tanya lelaki berkulit putih yang ketiga.
"Sudah kubunuh dia dan mayatnya sudah kubakar habis… Takkan ada yang boleh mengetahui jejak-jejak laboratorium misterius. Karena jika sampai ada orang yang tahu jejak-jejak laboratorium misterius itu, mereka juga akan tahu tentang adanya ramuan ajaib yang 100% itu. Aku tidak ingin ada kelompok lain yang juga ikut menelusuri jejak keberadaan ramuan asli itu selain kelompok Free Hands kita. Hanya kelompok Free Hands kita yang boleh menelusuri jejak keberadaan ramuan asli itu dan mendapatkannya."
"Kelompok orang-orang Jepang itu saja sudah sangat meresahkan," sambung lelaki kulit putih yang kedua.