Chereads / 3MJ / Chapter 172 - Sampai 200 Tahun (bagian 1)

Chapter 172 - Sampai 200 Tahun (bagian 1)

Jam duaan Shunsuke Suzuki dan istrinya baru selesai makan siang. Kericuhan yang terjadi di restoran mewah lantai lima sudah berlalu. Karena permintaan istri-istri mereka untuk memaafkan kedua pelayan training tadi, Maxy Junior dan Sean Jauhari memaafkan mereka. Kedua pelayan tersebut tampak bekerja dengan lebih hati-hati sekarang.

Shunsuke Suzuki menunggu istrinya yang juga mendadak sakit perut dan sekarang sedang menunaikan hajatnya di kamar mandi perempuan.

"Sedang menunggu sang istri tercinta yang lagi di kamar mandi, Shunsuke?" tanya Thobie Chiawan yang kebetulan lewat bersama-sama tiga sekawan lainnya di hadapan Shunsuke Suzuki di depan kamar mandi perempuan.

"Iya… Baru saja dia masuk…" kata Shunsuke Suzuki tersenyum lemah lembut.

"Kami mau main biliar sebentar. Kau mau ikut?" tanya Rodrigo Wisanto.

"Ada di mana itu?" tanya Shunsuke Suzuki.

"Ada di depan sini, beberapa meter dari restoran tempat kita makan siang tadi," kata Saddam Demetrio.

"Oke deh… Kalian ke sana dulu… Aku dan Ciciyo nanti menyusul," kata Shunsuke Suzuki. "Ada lihat Maxy Junior? Ada lihat Sean?"

"Lagi menemani istri-istri mereka di kamar… Katanya mual, pusing, dan muntah-muntah sehabis makan siang tadi…" kata Verek Felix.

"Oke deh…" kata Shunsuke Suzuki mengedikkan kepalanya ke belakang dengan santai.

"Kami tunggu di tempat main biliar di depan ya…" kata Thobie Chiawan.

Berlalulah si empat sekawan dari hadapan Shunsuke Suzuki. Shunsuke Suzuki masih menunggu istrinya yang masih berada di dalam kamar mandi.

Sementara itu, Victorio Mistrall tampak berjalan dengan sangat cepat. Dia naik dari lantai dua yang merupakan tempat bercengkerama para penumpang yang berasal dari golongan menengah ke bawah. Makanan, minuman dan barang-barang yang dijual di sepanjang lantai dua dan lantai tiga memiliki harga-harga yang jauh lebih merakyat.

Ke mana pun ia di dalam kapal tersebut, Victorio Mistrall terus merasa ada yang menguntit dan mengawasinya. Dia mulai merasa tidak tenang. Dia mulai merasa dia mesti melakukan sesuatu. Jika ia sampai tertangkap, bisa-bisa data yang ada di tangannya dirampas oleh pihak-pihak yang tidak tepat.

Karena saking tergesa-gesanya ia berjalan, Victorio Mistrall bertabrakan dengan Shunsuke Suzuki yang berbalik badan dan hendak kembali mendekati kamar mandi perempuan.

Shunsuke Suzuki membantu pria setengah baya itu berdiri kembali. Karena dilihatnya pria itu bukanlah orang Asia, Shunsuke Suzuki mencoba berbahasa Inggris dengannya, "Kau baik-baik saja, Pak?"

"Ya… Aku baik-baik saja… Terima kasih…" kata Victorio Mistrall dengan bahasa Inggris yang cukup fasih meski logat Spanyolnya terdengar jelas.

"Kau orang Spanyol, Pak?" tanya Shunsuke Suzuki.

Victorio Mistrall berbalik ke belakang. Dia menoleh ke kiri dan melirik ke kanan, juga tidak lupa menyapukan pandangan matanya ke depan. Orang-orang yang mengikutinya tadi sudah tidak ada. Batin Victorio Mistrall mulai bertanya-tanya. Ke mana orang-orang itu? Apakah mereka tidak bisa naik ke lantai lima yang notabene untuk orang-orang golongan menengah ke atas?

"Aku orang Meksiko… Aku datang dari Meksiko…"

"Ke sini jalan-jalan?"

"Setengah jalan-jalan sih… Ini pertama kalinya aku ke Asia. Aku ke sini untuk berlibur dan bekerja."

"Selamat datang ke Asia kalau begitu… Kau kerja sebagai apa ya?" Entah kenapa tergelitik rasa penasaran Shunsuke Suzuki terhadap lelaki Meksiko yang bertabrakan dengannya ini. Pakaian dan rambutnya yang sedikit acak-acakan menunjukkan pria setengah baya di hadapannya ini mempunyai pekerjaan yang tidak biasa.

Mendadak nan sekonyong-konyong timbul suatu ide yang tidak biasa, yang lain dari yang lain di benak pikiran Victorio Mistrall. Ia menatap Shunsuke Suzuki selama beberapa detik sembari menimbang-nimbang sesuatu. Akhirnya sebersit senyuman cerah disertai sedikit lega merekah di wajahnya yang sudah terdapat sedikit keriput.

"Aku adalah seorang ilmuwan…" kata Victorio Mistrall singkat, jelas, padat, berisi.

"Wow… Sungguh pekerjaan yang tidak disangka-sangka, Pak… Aku paling benci pelajaran biologi, matematika, fisika dan kimia. Pekerjaan sebagai ilmuwan berada di daftar terakhir dari kamusku."

Victorio Mistrall terbahak sejenak.

"Apa pekerjaanmu, Anak Muda?" tanya Victorio Mistrall.

"Guru renang… Aku masih di tahun terakhir SMA, Pak. Tapi ayahku mempercayakan hotelnya kepadaku. Jadi sambil sekolah aku kini mengurus hotel itu sepulang sekolah dan lebih memusatkan perhatianku ke sana pada akhir pekan."

Victorio Mistrall mangut-mangut dan berdecak kagum mendengarkan penuturan Shunsuke Suzuki.

"Jadi kau adalah seorang ilmuwan di Meksiko sana, Pak? Kau menciptakan apa, Pak?" tanya Shunsuke Suzuki semakin tergelitik dengan rasa penasarannya. Lumayan dia bisa melewatkan waktu menunggu istrinya di kamar mandi sambil mengobrol ringan dengan ilmuwan Meksiko ini.

"Kami menciptakan obat yang bisa menyembuhkan segala penyakit," jawab si ilmuwan Meksiko itu singkat, jelas, padat, berisi. Shunsuke Suzuki kontan mengernyitkan dahinya.

"Adakah obat semacam itu di dunia ini? Maaf ya, Pak… Tapi aku kira obat semacam itu hanya ada dalam dongeng dan cerita-cerita rakyat."

Victorio Mistrall tertawa santai.

"Tentu saja ada… Pikiran dan imajinasi manusia bisa melampaui segala sesuatu yang ada di alam semesta ini, Anak Muda. Tentu kau tidak percaya kan? Tapi di sini bisa kukatakan pikiran kitalah yang menciptakan seluruh bumi ini, semesta ini beserta seluruh isinya."

Shunsuke Suzuki mengerutkan dahinya semakin dalam.

"Semesta ini, bumi ini beserta seluruh isinya diciptakan oleh Tuhan, Pak. Kok jadinya aku… aku… aku merasa kau ini sedang menantang kuasa Tuhan ya?"

"Aku tidak sedang menantang kuasa siapa pun di sini, Anak Muda. Karena memang tidak ada yang sedang berkuasa di sini. Tak ada yang memegang kuasa terhadap apa pun di semesta ini. Semua yang ada di semesta ini, di bumi ini beserta seluruh isinya bekerja berdasarkan hukum kekosongan yang memang sudah ada sejak dulu-dulu tanpa ada siapa pun yang menciptakannya."

Shunsuke Suzuki langsung mengerti ilmuwan Meksiko ini adalah seorang ateis. Di zaman modern begini, sudah tidak heran bisa dijumpai ada banyak golongan ateis. Sebagai salah satu manusia yang hidup di zaman modern, Shunsuke Suzuki mendengar saja apa yang hendak disampaikan oleh seseorang yang berasal dari golongan ateis. Lagipula, ia menyadari pengetahuan umumnya juga kurang jadi dia tidak ingin berdebat dengan si ateis ini.

"Kami juga menciptakan obat yang bisa menyembuhkan segala macam penyakit itu berdasarkan segala hukum semesta raya yang memang sudah ada sejak dulu-dulunya."

"Oke… Dan apa yang akan terjadi dengan tubuh manusia yang mengonsumsi obat itu?" tanya Shunsuke Suzuki lagi.

"Jelasnya mereka akan hidup lama… Mereka tidak akan terluka oleh apa pun; mereka tidak akan bisa diserang oleh virus ataupun bakteri mana pun. Mereka akan hidup lebih lama daripada pengharapan hidup manusia pada umumnya."

"Wow… Hidup sampai dua ratus tahun maksudmu?" tukas Shunsuke Suzuki setengah bergurau.