Chereads / 3MJ / Chapter 164 - Antara Madu dan Racun, Tetap Racun yang Dipilih

Chapter 164 - Antara Madu dan Racun, Tetap Racun yang Dipilih

Pesawat kini tengah mengudara, terbang dari Kuala Lumpur menuju Tokyo. Seluruh pesawat telah di-booking oleh keluarga Mimasaka beserta staff dan para pembantu mereka. Jika biasanya ada pramugara-pramugari yang melayani para penumpang dalam kabin pesawat, keluarga Mimasaka ini dilayani oleh para pelayan dan pembantu mereka. Jadi, makanan dan minuman yang disajikan semuanya merupakan makanan dan minuman kesukaan Hayate Mimasaka dan putri semata wayangnya.

Terlihat kini Mizuki Mimasaka sedang memotong-motong beef steak-nya dengan pisaunya, menusuknya dengan garpunya, dan dengan santainya memasukkan potongan daging sapi pilihan tersebut ke dalam mulut.

"Kau menggunakan racun yang biasa kita pakai?" tanya Hayate Mimasaka santai – sambil mengunyah-ngunyah daging sapi pilihan yang sudah bercampur dengan bumbu barbecue dalam mulutnya.

Mizuki Mimasaka menggeleng ringan. "Bukan hanya racun yang biasa kita pakai, Ayah. Racun yang biasa kita pakai akan membutuhkan waktu setengah hingga satu jam untuk bisa membunuh si banyak mulut itu. Ini racun yang biasa kita pakai itu, kucampurkan dengan sedikit racun China itu. Mantap deh jadinya…"

Mizuki Mimasaka memasukkan daging sapi ke dalam mulutnya.

Hayate Mimasaka mendengus ringan dengan sebersit senyuman kepuasan menghiasi wajahnya yang tampan nan awet muda.

"Racun China yang katanya nomor satu di dunia persilatan zaman dulu. Masih ada ramuan itu? Kau bisa meraciknya?"

"Aku membelinya sewaktu aku berlibur ke Shang Hai dua tahun lalu, Ayah. Si penjual racun itu sendiri yang memberikanku panduannya. Tentu saja aku bisa meraciknya dan menyamarkan warnanya menjadi sama seperti warna ramuan ajaib itu. Dia pasti mengira itu benaran adalah ramuan ajaib 80% dan dia pasti telah menggunakannya tanpa membaca pesanku terlebih dahulu." Mizuki Mimasaka terlihat mengunyah-ngunyah daging sapi pilihan dalam mulutnya dengan santai.

Hayate Mimasaka meledak dalam tawa renyah. "Kau memang hebat, Putriku. Ayah sangat bangga padamu…"

"Thanks, Ayah…" Mizuki Mimasaka menyesap sedikit minuman anggur yang dihidangkan di atas meja. "Bukan aku yang membunuhnya kok… Dia sendiri yang mengakhiri hidupnya sendiri. Seandainya dia membaca terlebih dahulu kertas kecil yang kutempelkan pada pantat botol, tentu saja sekarang dia masih baik-baik saja."

"Jelas kau tahu kalau dia berhasil lolos dari racun yang kauberikan itu, Ayah masih akan mencari cara lain untuk menyingkirkannya, Mizuki. Dia itu sudah tahu terlalu banyak, Putriku Sayang…"

Mizuki Mimasaka terlihat sedikit meringis di depan sang ayah.

"Iya, Ayah… Salahku sendiri sih ketika aku mengoleskan ramuan 80% itu, dia memergokiku di kamar mandi."

"Dia sendiri aneh… Laki-laki kenapa bisa sampai masuk ke dalam kamar mandi perempuan…?" Alis Hayate Mimasaka terangkat beberapa senti.

"Dia itu laki-laki banci, Ayah! Dua tahun lalu sudah sempat ingin ke Bangkok mengoperasi alat kelaminnya, tetapi ditundanya karena dia takut dengan kesakitannya yang bakalan berbulan-bulan."

"Dasar banci bermulut banyak!" dengus Hayate Mimasaka dengan sebersit senyuman sinis mendekorasi wajahnya yang tampan nan awet muda. "Kenapa bisa terpikirkan olehmu untuk membungkam mulutnya dengan racun saja, Putriku?"

"Jelas dia sudah beberapa kali memakai ramuan 80% milikku. Jadi, panggung kematian yang paling indah dan yang paling cocok buatnya hanyalah dengan racun, Ayah."

Hayate Mimasaka meledak dalam tawa renyahnya lagi.

"Madu di tangan kanan; racun di tangan kiri… Kini aku sudah bisa memberikan sebuah jawaban. Jawabanku adalah tangan kiriku, bukan tangan kananku…" desis Mizuki Mimasaka dengan sebersit senyuman penuh kepuasan.

Mereka meneruskan makan siang mereka lagi sampai Hayate Mimasaka kembali berujar,

"Kau sudah menyerah mengejar Maxy Junior Tanuwira, Putriku?"

"Tentu tidak… Ayah tahu aku sulit menyerah dalam mendapatkan apa yang sudah menjadi targetku… Aku mundur dulu untuk sementara… Aku tebak Maxy Junior sekarang sedikit banyak ada mencurigai hubungan diriku dengan kematian salah satu manajernya itu. Hanya saja, dia tidak memiliki bukti apa pun sehingga dia tidak mengkonfrontasikan hal ini ke polisi atau langsung denganku. Kubiarkan masalah ini mendingin setahun dua tahun dulu. Habis itu, aku akan kembali mengusik kehidupan rumah tangganya. Kupastikan selama aku ada, dia takkan bisa hidup tenang dengan istrinya itu."

Tampak mata Mizuki Mimasaka yang mendelik tajam.

"Kau begitu mencintai laki-laki itu, Putriku?"

"Tentu saja… Sejak pertama kali berkenalan dengannya di Bali dulu, aku sudah membayangkan setiap malam tidur dalam pelukannya. Kami akan hidup berbahagia dalam kehidupan keluarga kecil kami. Aku akan melahirkan anak-anaknya yang cantik dan tampan."

Mendengar itu, sang ayah hanya bisa menghela napas panjang. "Benaran kau telah jatuh cinta dan tergila-gila padanya, Mizuki."

"Aku tidak sangka-sangka dia akan langsung menikahi perempuan itu tanpa sedikit pun mempertimbangkan cinta dan perasaanku.. Ya, cinta itu memang egois. Mereka egois hanya mempertimbangkan kebahagiaan mereka sendiri, aku juga boleh egois dong – menghalalkan segala cara untuk mendapatkan kebahagiaan yang kuinginkan. Iya kan, Ayah?"

"Kau akan sama sepertiku, Mizuki… Kau hanya akan bisa mendapatkan orangnya, tapi tidak hatinya. Sama seperti ibumu yang bahkan sampai saat-saat menjelang kematiannya, dia masih saja tidak bisa mengatakan dia mencintaiku. Dia tetap saja bersikeras mengatakan dia mencintai laki-laki itu – laki-laki yang sudah aku bunuh bertahun-tahun yang lampau. Sampai kematian pun tidak bisa memisahkan mereka. Aku bersumpah pada diriku sendiri… Bertemu dengan mereka di neraka pun, aku tetap akan membunuh mereka lagi dan lagi. Aku takkan pernah menyesal dengan semua itu."

Hayate Mimasaka melantunkan sepenggal cerita dengan gigi-giginya yang bergemeretak.

"Aku juga akan sama sepertimu, Ayah… Tidak masalah aku tidak bisa mendapatkan hatinya. Yang penting adalah aku bisa mendapatkan orangnya terlebih dahulu. Setelah aku mendapatkan orangnya, aku bisa memikirkan cara bagaimana supaya aku bisa mendapatkan hatinya. Segalanya bisa menunggu dan menyusul kemudian, Ayah…"

Mizuki Mimasaka mengunyah-ngunyah daging sapi pilihannya sampai penghabisan. Hayate Mimasaka bersulang sebentar dengan anak perempuannya di dalam pesawat yang tengah mengudara.

"Jadi rencanamu memang sekali tembak kena dua burung ya, Putriku… Bisa mendapatkan Maxy Junior Tanuwira yang kauinginkan, bisa juga memperoleh informasi mengenai jejak keberadaan ramuan asli itu, iya kan?"

"Aku rasa keluarga Tanuwira tidak begitu tahu-menahu soal keberadaan ramuan asli itu deh, Ayah…" Mizuki Mimasaka terlihat sedikit mengerutkan dahinya.

"Bagaimana pendapatmu soal itu, Putriku?" Hayate Mimasaka memandang ke anak perempuannya dengan sorot mata bertanya.

"Aku rasa keluarga Tanuwira tidak begitu berkuasa dan tidak sekaya seperti yang digembar-gemborkan orang-orang selama ini. Penampilan Ibu Liana Fransisca Sudiyanti itu biasa-biasa saja. Ke mana-mana, dia lebih sering mengendarai mobilnya sendiri kulihat. Jarang ada sopir, jarang ada bodyguards kulihat. Berbeda dengan Ayah yang memiliki banyak pengawal rahasia hampir di setiap negara yang kita kunjungi."

"Hanya dari segi itu kau menilai dia tidak sekaya dan seberkuasa yang digembar-gemborkan orang-orang selama ini?" Senyuman simpul tampak menghiasi wajah Hayate Mimasaka yang tampan nirmala.

"Entahlah… Dibandingkan dengan kita ini, mereka terlalu berbeda… terlalu sederhana… tidak mencolok… tidak berarti apa-apa… Aku rasa jika aku ingin menghancurkan mereka sekarang, aku bisa dengan gampang melakukannya…"

Hayate Mimasaka hanya tersenyum penuh arti. Memang terkadang putrinya ini terlalu gampang menyepelekan keadaan dan meremehkan lawan. Walau begitu, Hayate Mimasaka diam saja dan memutuskan untuk tidak berdebat lebih lanjut soal keluarga Tanuwira itu dengan putrinya ini. Sebentar lagi mereka akan tiba di negeri mereka sendiri. Memang dia berencana akan beristirahat selama seminggu dua minggu dulu sebelum akhirnya bergelut kembali ke dalam dunia hitam yang selama ini menjadi santapannya sehari-hari.