Malam yang tenang… Tampak Patricio Anggara sedang berendam dalam bak mandinya di dalam apartemen mewahnya. Sambil bersiul dan berdendang ria, dia terlihat sangat menikmati kesendiriannya.
Tangan mulai meraih ramuan ajaib berwarna putih keabu-abuan yang diberikan oleh Mizuki Mimasaka siang tadi.
"Akhirnya aku bisa memakai ramuan ajaib langsung dari bahan bakunya. Ramuan ajaib yang dimasukkan ke dalam produk-produk Beauty & Me selama ini saja sudah sangat berkhasiat, apalagi ini ramuan ajaibnya secara langsung. Aduh! Aku sudah tidak sabar ingin menggunakannya ke seluruh tubuhku dan melihat hasilnya bagaimana nanti."
Patricio Anggara mulai menuangkan seluruh isi botol tersebut ke dalam bak mandinya.
"Dengan begitu aku akan bisa berendam dengan obat ini secara langsung. Pasti besok pagi tubuhku akan berubah menjadi sesosok tubuh yang begitu sempurna – sesempurna tubuh Maxy Junior Tanuwira dan tubuh istrinya itu. Hahaha… Hahaha…"
Patricio Anggara terus menuang seluruh isi botol tersebut ke dalam bak mandinya secara perlahan-lahan – lagi dan lagi, tiada henti, sampai dengan tetesan-tetesan penghabisan.
"Aku sudah mengundurkan diri dari Beauty & Me Enterprise tadi. Surat pengunduran diriku sudah aku letakkan di atas meja tulisku tadi sore. Besok pagi mereka baru akan menemukan dan membaca surat pengunduran diriku itu. Besok pagi aku sudah akan kabur ke negeri lain membawa tubuhku yang tentunya sudah sempurna ini. Hahaha… Hahaha… Sungguh, Patricio… Kau sungguh bisa memperhitungkannya dengan cermat."
Patricio Anggara terus menuang isi botol tersebut ke dalam bak mandinya. Kini isi botol tersebut tinggal seperdelapan.
"Kehilangan jabatan dan pekerjaan yang begitu sempurna sama sekali takkan menjadi masalah. Aku sudah mengorbankan jabatan dan pekerjaanku yang begitu sempurna itu demi mendapatkan sebentuk tubuh yang sempurna yang telah kuidam-idamkan sejak lama. Kompensasi yang pantas aku rasa. Di negeri lain, dengan bentuk tubuh yang sempurna nantinya aku masih bisa mendapatkan pekerjaan yang bahkan lebih baik dan jabatan yang bahkan lebih tinggi lagi. Hahaha… Hahaha…"
Seluruh isi botol ramuan ajaib telah dituangkan ke dalam bak mandi. Mata Patricio Anggara tertuju pada secarik kertas yang dilipat kecil sekali dan ditempelkan menggunakan selotip pada pantat botol tersebut. Ketika botol tersebut penuh, sungguh Patricio Anggara sama sekali tidak memperhatikannya. Ketika botol tersebut sudah kosong kini, barulah dia menyadari ada secarik kertas yang dilipat kecil dan ditempelkan di pantat botol tersebut.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, Patricio Anggara mencabut selotip pada kertas tersebut dan membuka lipatan kertas tersebut. Tulisan yang tercetak pada kertas tersebut sungguh bagai gementam halilintar yang menyambar puncak kesadarannya, mencampakkan puing-puing keterkejutan hati, dan mengantarkan nyawanya ke tanda titik.
Terdengar jeritan melengking tinggi dari Patricio Anggara. Dia cepat-cepat ingin keluar dari bak mandinya. Namun, tentu saja itu sudah terlambat. Racun yang dituangkannya tadi sudah bereaksi. Kulit sekujur tubuh serasa terbakar dan kemudian ditaburi dengan garam yang begitu asin. Nyeri dan perih yang tak terperikan serasa menyayat-nyayat sekujur tubuhnya – tiada akhir, tiada henti.
Juga serasa beribu-ribu pisau yang ditancapkan pada sekujur tubuhnya, dicabut lagi, dan kemudian ditancapkan lagi berulang-ulang ketika racun tersebut sudah mencapai ke dalam pembuluh darahnya. Pembuluh darah pecah di mana-mana. Darah muncrat dan memercik – dari segala arah, ke segala arah. Jeritan Patricio Anggara yang semula melengking tinggi kini mulai serak karena pembuluh darah pada pita suaranya juga pecah dan memercikkan darah ke mana-mana laksana air mancur di musim kemarau. Dalam waktu hanya beberapa detik, bak mandi berubah menjadi kolam darah.
Terlihat tubuh telanjang Patricio Anggara yang menggelinjang-gelinjang hebat – bukan karena kenikmatan yang menderanya, melainkan panggilan siksaan nyeri dan sakit dari neraka tingkat kedelapan belas yang menerjang-nerjangnya berkali-kali sampai maut berangsur-angsur datang menjemput.
Maut perlahan-lahan mulai mengeluarkan pencerapannya dulu; perlahan-lahan siksaan rasa nyeri dan sakit dari neraka tingkat kedelapan belas tadi menghilang sedikit demi sedikit. Maut juga tak lupa mendepak pikirannya keluar; yang dipikirkannya terakhir kali tadi adalah Mizuki Mimasaka telah berhasil membungkam mulutnya untuk selamanya. Maut juga mengeluarkan perasaannya; segala perasaan dendam dan bencinya kepada perempuan Jepang itu perlahan-lahan menjauh sedikit demi sedikit. Yang terakhir terhempas keluar dari badan jasmaninya adalah kesadarannya. Tinggallah sebentuk badan jasmani yang sudah tidak bernyawa, yang terendam dalam genangan darahnya sendiri. Tampak kedua bola mata yang membelalak hampa. Sama sekali tidak tersisa kesinisan dan kepintaran yang dipancarkan mereka tadi. Yang tersisa hanyalah bayang-bayang maut.
Kertas tersebut terlepas dari genggaman tangan dan tercelup ke dalam air. Begitu tercelup ke dalam air dan genangan darah, otomatis tinta yang membentuk sederetan tulisan tadi memudar dengan sendirinya.
Kalau kau kira aku akan menyerahkan ramuan ajaib 80% itu ke tanganmu dengan mudah, tentu saja kau salah besar. Kalau kau langsung memakai racun ini tanpa membaca terlebih dahulu pesanku ini, bukan aku yang membunuhmu, melainkan kau mati bunuh diri. Kau mati bunuh diri karena takut ketahuan telah mengkhianati bosmu tadi siang. Ucapkan selamat tinggal ya pada dunia yang kejam ini sebelum kau berlalu.
***
Pagi berikutnya tentu saja seisi bangunan pencakar langit Beauty & Me Enterprise dikejutkan dengan berita kematian sang manajer divisi QC dalam apartemennya sendiri. Penyebab kematiannya diduga adalah karena mati bunuh diri.
"Dia diduga mati bunuh diri, Bu… Diduga telah meminum sejenis kombinasi racun yang telah mengakibatkan semua pembuluh darah di tubuhnya pecah," kata Maxy Junior pagi itu kepada ibu angkatnya yang kini sudah berada di Seoul, menunggu penerbangan yang berikutnya ke Alaska dan setelah itu ke New York.
"Jadi apa kata polisi?" tanya Liana Fransisca Sudiyanti sedikit cemas.
"Polisi tadi baru saja dari sini, Bu. Mereka menginterogasi hampir seluruh karyawan bagian QC. Tapi kulihat tak ada satu pun informasi penting yang berhasil mereka kumpulkan," jawab Maxy Junior lagi.
"Mmm… Dia memang terkenal tukang gosip dan suka menjelek-jelekkan orang lain dalam perusahaan selama ini. Namun, semua gosip yang disebarkannya itu adalah gosip-gosip ringan dan sama sekali tidak bisa merusak nama baik siapa pun." Terdengar suara sang ibu angkat di seberang lagi.
"Polisi bilang kemungkinan besar dia mati bunuh diri, Ibu. Apa sebenarnya yang sedang kaupikirkan?" tanya Maxy Junior sambil menyipitkan kedua matanya.
"Tidak sesederhana itu, Maxy Junior… Jelas apa yang ada dalam pikiranmu sama dengan apa yang ada dalam pikiranku. Iya kan?"
Maxy Junior terlihat memicingkan matanya sejenak dan berpikir keras.
"Selama ini tidak ada tanda-tanda batin yang tertekan dalam diri Pak Patricio Anggara. Dia adalah orang yang selalu ceria dan hobi bergosip ria di kantor. Sama sekali tak ada gejala-gejala dia itu orang yang stressed yang akan mengakhiri hidupnya sendiri." Liana Fransisca Sudiyanti menghela napas panjang.
"Bisa jadi ia dibunuh, iya kan?" Maxy Junior juga menghela napas panjang.
Liana Fransisca Sudiyanti terdiam selama beberapa detik. Maxy Junior melanjutkan lagi.
"Kemarin dia bekerja sama dengan Mizuki Mimasaka memasukkan obat perangsang ke dalam makanan dan minumanku," tukas Maxy Junior.
Tentu saja Liana Fransisca terperanjat kaget mendengarnya. Dahinya kontan mengernyit heran.