Sesuai dengan perjanjiannya terhadap suaminya, mulai hari ini Natsumi Kyoko akan bekerja di Beauty & Me sebagai sekretaris suaminya. Namun, dia meminta sedikit waktu dulu untuk pulang ke rumah dan berganti pakaian. Tidak mungkin Natsumi Kyoko mengenakan gaun pesta warna putih dan memakai tiara di kepalanya pergi ke kantor suaminya. Oleh karena itulah, dia kembali ke rumah untuk mengganti pakaian dan memperbaiki riasannya.
Natsumi tampil dengan gaun terusan sampai lutut warna hijau muda. Dia menggeraikan saja rambutnya yang panjang dan setengah bergelombang. Ia membersihkan riasan pada wajah dan menggantinya dengan riasan yang lebih natural.
Natsumi Kyoko ada janji bertemu dengan Kimberly Phandana di sebuah kafe di daerah Kelapa Gading. Kimberly Phandana yang kini juga telah bekerja di Swallows Fly Free, salah satu perusahaan suaminya, meminta waktu kepada suaminya sebentar karena ada janji bertemu dengan Natsumi Kyoko di sebuah kafe di daerah Kelapa Gading. Karena tujuannya adalah bertemu dan berbincang-bincang dengan Natsumi Kyoko, Sean Jauhari pun mengizinkan. Sekarang, terlihat kedua pengantin muda tersebut bergumul dalam percakapan santai mereka di sebuah kafe di kawasan Kelapa Gading sebelum bertolak ke kantor suami mereka masing-masing.
Seperti biasa, segelintir girls' talk terjadi di antara kedua pengantin muda tersebut.
"Kendati demikian, aku masih tidak tenang dengan si Mizuki Mimasaka. Hampir sama dengan Mary Juniar, dia tergolong ke wanita yang sanggup menghalalkan segala cara demi mendapatkan apa yang dia inginkan." Natsumi Kyoko menyesap sedikit teh hijaunya.
"Berhati-hati saja, Natsumi… Sampai sekarang saja terkadang aku masih mengawasi dan mengikuti pergerakan si Wilona Jeanette Liangdy itu. Terkadang aku bisa khawatir juga dia bisa melakukan hal-hal yang di luar akal sehat untuk mengusik ketenangan kehidupan keluargaku." Kimberly Phandana juga menyesap sedikit teh hijaunya.
Natsumi Kyoko mengangguk ringan. Mereka berbicara sedikit mengenai rencana mereka dengan rumah baru mereka. Karena kedua suami memberi kedua istri kebebasan untuk melakukan apa pun dengan rumah baru mereka, kedua istri terlihat membicarakan tentang apa yang akan mereka lakukan dengan wallpaper rumah baru mereka, pernak-pernik apa yang akan mereka beli untuk rumah mereka, kira-kira kamar anak-anak nanti akan berada di bagian mana di rumah baru mereka, dan perabotan-perabotan tambahan apa yang akan mereka beli untuk rumah baru.
Pembicaraan mulai beralih ke malam pertama mereka dengan suami mereka. Kali ini mereka terdengar berbisik-bisik dengan volume suara yang teramat kecil. Sesekali akan terdengar tawa cekikikan mereka.
"Sakit nggak?" tanya Kimberly Phandana penasaran. Dia ingin tahu apakah yang dirasakan oleh Natsumi Kyoko sama dengan yang dia rasakan saat malam pertama.
"Sakit tentu saja… Namanya aku baru pertama kali… Rata-rata wanita begitu kan? Tapi dia benar-benar lain dari yang lain. Ia memperlakukanku dengan lemah lembut, sama sekali tidak kasar, dan bahkan dia tidak mencabut senjatanya keluar dari tubuhku setelah kami klimaks…"
"Oh ya? Kok bisa?"
"Dia pernah baca entah dari mana… Katanya di malam pertama sehabis bercinta, suami yang tidak memisahkan diri langsung dari istrinya akan bisa mengurangi rasa sakit dan rasa perih yang dirasakan oleh sang istri."
"Sampai pagi miliknya tetap berada dalam tubuhmu, Natsumi?" Mata Kimberly Phandana sontak membesar.
Natsumi Kyoko mengangguk ringan. Sontak merahlah kedua belahan pipi Kimberly Phandana. Dan kedua belahan pipi seorang wanita muda seumuran mereka, yang duduk pada sebuah meja tak jauh dari meja mereka, yang juga diam-diam menguping pembicaraan mereka, juga merona merah.
"Dan ketika dia mengeluarkannya di pagi hari? Bagaimana rasanya? Sakit dan perih sekali atau bagaimana?" tanya Kimberly Phandana penasaran.
"Tidak begitu sakit sih… Memangnya di pagi hari masih akan sakit?" tanya Natsumi Kyoko sedikit merasa penasaran. Dia ingin tahu bagaimana keadaan Kimberly Phandana yang jelas memiliki pengalaman yang berbeda dengannya.
"Kram pun ada… Sampai-sampai mau jalan ke kamar mandi saja susah… Sean sampai harus menggendongku ke kamar mandi. Aku harus berendam di air hangat kira-kira setengah jam dulu baru sakitnya agak mereda. Suamimu memang benar-benar lain dari yang lain, Natsumi. Kau beruntung deh memiliki suami yang seperti itu. Coba nanti malam aku akan minta Sean jangan keluarkan miliknya sehabis kami klimaks. Aku juga penasaran bagaimana rasanya…" kata Kimberly Phandana dengan kerlingan mata nakal.
"Yang jelas nikmatnya tiada tara deh, Kimberly… Aku nggak mau munafik… Rasanya benar-benar lain… Ada sensasi kenikmatan tentu saja, kenikmatan daerah kewanitaanmu terisi penuh oleh suatu bagian penting dari suamimu. Selain itu, ada rasa aman… Rasa aman seakan-akan kau sanggup menghadapi seluruh isi dunia ini karena kau yakin suamimu akan selalu ada di sampingmu setiap waktu, setiap saat. Coba saja deh… Kau nggak akan menyesal…"
"Aaah, Natsumi…" Kimberly Phandana menutupi wajahnya dengan kedua tangan karena malu.
"Tapi, posisi yang memungkinkan hal itu terjadi adalah suamimu harus berada di belakangmu, Kimberly… Suamimu memompamu dari arah belakang. Sehabis kalian klimaks, kau bisa memintanya untuk jangan mengeluarkan senjata kejantanannya dulu dari tubuhmu selama beberapa waktu ke depan. Selain ada dua sensasi seperti yang kusebutkan sebelumnya, suamimu pasti takkan tahan dan pasti akan meminta lebih dan lebih darimu."
"Iya ya… Dengan posisi suami di atas kita, tentu saja tak mungkin kita memintanya untuk tidak mengeluarkan senjata kejantanannya sehabis klimaks, iya kan?"
Natsumi Kyoko mengangguk mantap sambil menyeringai nakal. "Kau tidak polos seperti waktu SMA dulu lagi, Kimberly. Sama sepertiku, kau sudah mulai nakal dan genit."
Kedua wanita muda itu tertawa cekikikan lagi. Mendadak satu pemikiran mencuat di dalam benak Kimberly Phandana lagi.
"Hah? Jadi suamimu bisa berpindah posisi dari posisi di atas tubuhmu ke belakang tubuhmu tanpa sekali pun mencabut keluar senjata kejantanannya?" Mata Kimberly Phandana sontak membesar.
Natsumi Kyoko mengangguk santai. "Aku tidak begitu memperhatikan bagaimana cara dia melakukannya. Tentu saja aku sudah disibukkan dengan kenikmatanku sendiri. Tahu-tahunya dia sudah berpindah posisi ke belakang tubuhku dan aku jelas merasakan senjata kejantanannya masih mengisi penuh daerah kewanitaanku ini. Huff… Maxy Junior benar-benar deh… Ada saja ide kenakalannya yang membuatku semakin tergila-gila padanya…"
"Aahh, Natsumi… Kau membuatku semakin tidak sabar untuk mencobanya nanti malam…" Kimberly Phandana menutupi lagi wajahnya dengan kedua tangan karena malu.
"Kalau suami kita adalah laki-laki yang perkasa, sesekali boleh deh pakai teknik demikian. Kalau suami kita adalah laki-laki loyo, lebih baik jangan dicoba deh… Sama sekali tidak direkomendasikan…" Natsumi Kyoko terkekeh kecil.
"Kenapa?" Alis Kimberly Phandana terangkat beberapa senti – bingung.
"Karena akan susah dikeluarkan dari tubuh kita ketika senjata kejantanannya sudah mengecil. Kan kudengar kebanyakan laki-laki loyo senjata kejantanan mereka akan mengecil sehabis mereka klimaks."
Terdengar lagi tawa cekikikan dari kedua wanita muda itu.
"Ada satu lagi yang membuatku sedikit penasaran, Natsumi…"
"Apa itu? Tanyakan saja… Aku akan berusaha memberikanmu jawaban yang memuaskan, Kimberly…" Natsumi Kyoko terkekeh kecil lagi.
"Selama berhubungan dengan suamimu, kau… kau… pernah… pernah… menelan cairan vital suamimu?" tanya Kimberly Phandana harap-harap cemas.
Natsumi Kyoko mengangguk ringan dan santai. Mata Kimberly Phandana membesar. Mata gadis seumuran mereka, yang juga tengah menguping pembicaraan mereka, juga membesar.