Chereads / 3MJ / Chapter 152 - Konglomerat versus Konglomelarat

Chapter 152 - Konglomerat versus Konglomelarat

"Kupikir akulah yang memiliki tanggung jawab terbesar di sini. Ternyata kau juga sama, Maxy Junior…" celetuk Shunsuke Suzuki yang mengundang derai tawa semuanya.

"Tentu dong… Aku kan nggak mau ketinggalan darimu…" sahut Maxy Junior sedikit berseloroh.

"Dan tidak ingin ketinggalan dari Sean Jauhari juga kan?" sambung Shunsuke Suzuki menyeringai nakal. Maxy Junior hanya mengangguk ringan.

"Maksudmu Sean Jauhari yang juga bersama-sama denganmu ditimpa oleh lampu hias kristal berat itu tahun lalu? Sean Jauhari yang itu?" Liana Fransisca bertanya pada anak sulung lelakinya dengan kedua bola mata yang sedikit membeliak.

"Iya, Bu… Sean Jauhari yang itu… Beberapa hari yang lalu dia juga baru saja menikahi Kimberly Phandana, yang sudah berpacaran dengannya selama setahun belakangan ini," jawab Maxy Junior santai.

Liana Fransisca tampak menarik napas panjang, sedikit mengurut keningnya.

"Apa sekarang sedang trend ya menikah muda dan jadi orang tua muda, Liana?" tanya Kendo Suzuki terperengah.

"Entahlah… Mereka semua ini hobi kali menikah muda dan bahkan ingin jadi orang tua muda lagi. Kuberitahu ya, Natsumi, Ciciyo… Melahirkan anak itu – hanya kuku dan rambut yang tidak sakit. Apa kalian siap?" tanya Liana Fransisca sedikit usil, bermaksud menakut-nakuti kedua calon ibu muda itu.

"Bu… Sudah deh…" protes Maxy Junior sedikit bersungut.

"Aku mohon jangan menakut-nakuti mereka deh, Bu Liana," protes Shunsuke Suzuki juga sedikit bersungut.

"Apa kalian siap melahirkan anak-anak dari dua lelaki ini, yang mau enaknya saja, yang tinggal tanam benih dan tunggu panen saja?" Liana Fransisca belum ingin berhenti. Dia terus menuang bensin ke dalam api. Tampak raut wajah Shunsuke Suzuki dan Maxy Junior yang semakin cemberut.

Ciciyo Suzuki dan Natsumi Kyoko terlihat saling berpandangan sesaat sembari mengulum senyuman mereka. "Kami siap…"

Kedua wanita muda itu tertawa renyah berbarengan.

"Aku tidak begitu ya, Bu…"

"Aku tidak begitu ya, Bu Liana…"

"Aku akan menemani Natsumi di kamar persalinan nanti ketika dia melahirkan…"

"Aku akan terus menemani Ciciyo di kamar persalinan nanti ketika dia melahirkan. Aku akan terus memberinya dorongan semangat."

"Yakin? Di kamar persalinan nanti bakalan banyak darah loh… Pemandangan di dalam kamar persalinan jelas bukanlah suatu pemandangan indah yang elok dipandang mata. Kalian tidak takut melihat darah?" tantang Liana Fransisca lagi.

"Tidak takut," jawab Maxy Junior dan Shunsuke Suzuki cepat dan berbarengan. Terdengar tawa renyah kedua istri mereka dan terlihat kedua istri mereka kembali bergelayut manja di lengan mereka berdua.

"Kenapa, Kendo? Kau merasa bersalah sekarang atau kau merasa kalah dibandingkan dengan kedua anak muda ini? Dulu tidak pernah sekali pun kau menemaniku di dalam ruang persalinan ya ketika aku melahirkan…" tegur Liana Fransisca setengah menghardik.

"Jangan gitu dong, Sayang… Masa kau buka kartuku di depan Maxy Junior dan Shunsuke ini…" tegur Kendo Suzuki sembari sedikit menundukkan kepalanya karena merasa malu.

Liana Fransisca diam saja. Ia membuang pandangannya ke arah lain. Setelah berkumpul dengan lelaki yang dicintainya, dan dengan anak-anaknya yang baru saja menikah, yang sudah dianggapnya anak-anaknya sendiri, lupalah dia dengan rencananya tadi untuk pulang sebentar ke rumah menengok keadaan Mary Juniar.

Kedua pasangan pengantin baru itu terbahak sejenak.

"Kenapa Pak Kendo bisa sampai tidak menemani ibuku ketika dia melahirkan? Apakah ibuku melahirkan di Medan, sementara Pak Kendo tinggalnya di Jakarta sini?" tanya Maxy Junior sedikit penasaran.

"Bukan itu alasannya, Maxy Junior…" jawab Kendo Suzuki singkat, masih dengan kepalanya yang sedikit tertunduk tersipu malu.

"Dia takut darah," sahut Liana Fransisca cepat.

Mendadak lagi kedua pasutri tersebut meledak dalam tawa renyah mereka.

"Bersyukurlah kalian menikah dengan laki-laki yang tidak takut darah, Ciciyo, Natsumi… Jangan sepertiku ini… Sendirian aku di dalam ruang persalinan itu…"

Kedua pasutri itu meledak lagi dalam tawa renyah mereka.

"Oke… Oke… Berarti sudah selesai ya… Aku hanya bisa ucapkan selamat menempuh hidup baru ya… Semoga kalian langgeng sampai kakek nenek…" Liana Fransisca menghentikan candaannya karena dilihatnya wajah Kendo Suzuki sudah merah padam.

Kendo Suzuki pun ikut mengalihkan candaan dari dirinya ke topik lain sekarang. "Iya… Aku juga doakan semoga kalian hidup berbahagia dan langgeng sampai kakek nenek…"

"Thanks, Bu… Thanks, Pak Kendo…" kata Maxy Junior dengan sebersit senyuman menawan yang menjadi ciri khasnya.

"Thanks, Ayah Angkat… Thanks, Bu Liana," sahut Shunsuke Suzuki dengan sebersit senyuman cerah.

"Thanks, Ayah, Ibu…" Tentu saja kali ini Natsumi Kyoko membahasakan Liana Fransisca Sudiyanti sebagai ibu karena dia sudah menjadi bagian dalam keluarga Tanuwira.

"Thanks, Ayah… Thanks, Ibu Liana…" sahut Ciciyo Suzuki lemah lembut dengan sebersit senyuman cerah pada wajahnya yang cantik jelita.

Masing-masing pasangan pengantin baru masuk ke dalam mobil masing-masing. Sambil melambaikan tangan mengantar kepergian kedua mobil pasangan pengantin baru itu, Kendo Suzuki kini berdiri berdekatan dengan wanita yang selama ini sangat dicintainya dengan segenap jiwa dan raga.

"Kenapa? Apa kau marah dengan candaanku tadi?" tanya Liana Fransisca Sudiyanti mengulum senyumannya.

"Sedikit…" Kendo Suzuki memasang muka cemberut.

"Jelas kau tahu tadi aku hanya bercanda, Kendo," ujar Liana Fransisca Sudiyanti lembut dan ia memandangi lelaki yang di hadapannya ini dengan sorot mata penuh cinta dan kerinduan.

Kendo Suzuki masih membisu seribu bahasa. Dia masih berdiri di tempatnya dengan memasang wajah cemberut. Mendadak saja Liana Fransisca mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir lelaki yang dicintainya. Senyuman cerah langsung merekah di wajah tampan nirmala Kendo Suzuki.

Mereka berdua masuk ke mobil masing-masing. Dua mobil juga meninggalkan pelataran parkir kantor catatan sipil.

"Trend ya menikah muda dan jadi orang tua muda di zaman sekarang ini? Di zaman serba susah dan serba mahal seperti ini?" Terdengar sebuah retorik dari salah seorang pegawai kantor catatan sipil, yang sejak tadi asyik memperhatikan tiga sejoli tersebut dari jendela ruangan kerjanya.

"Dari pakaian dan mobil mereka saja, jelas mereka itu dari golongan konglomerat. Hanya golongan konglomerat yang memiliki impian menikah muda dan jadi orang tua muda," timpal pegawai yang lain.

"Iya loh… Kita ini, yang dari golongan konglomelarat ini… Sudah bisa makan tiga kali sehari saja sudah syukur, boro-boro mau menikah muda dan jadi orang tua muda… Mau pakai apa membiayai keluarga muda kita itu nanti…" sahut pegawai yang lain lagi.

Pegawai-pegawai di kantor catatan sipil tersebut tertawa berderai.