Sinar matahari jam delapan pagi menerobos masuk ke dalam kamar. Natsumi Kyoko membuka mata lagi. Tidak pernah dia tidur sampai jam delapan baru bangun. Dengan sebersit senyuman lemah lembut, dia mendengus ringan. Sepanjang malam tentu dia kelelahan melayani permainan sang pangeran hingga enam sampai tujuh ronde – dia sendiri pun sudah lupa.
Natsumi Kyoko sedikit menggelengkan kepala. Sungguh takjub dia dengan hormon dan kekuatan sang pangeran tampan yang kini masih tengah memeluknya. Masih terasa batang kejantanan yang mengisi penuh daerah ngarai kewanitaannya meski kini batang tersebut tidak sekeras dan sekukuh kemarin malam lagi. Terlihat benar-benar sang pangeran tengah berada dalam tahap relaksasinya.
Terasa ada yang menggeliat dalam pelukannya, sang pangeran mulai terbangun dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Dia melihat ke sekeliling dan tersenyum tipis. Dia mengeratkan pelukannya lagi. Belum terlihat tanda-tanda dia ingin memisahkan tubuhnya dari tubuh sang bidadari cantik.
"Jangan bilang kau masih ingin melakukannya, Sayang…" Sang bidadari cantik terlihat menyeringai nakal.
Maxy Junior meledak dalam tawa gelinya. "Tidak, Periku… Kita akan melangsungkan pernikahan kita hari ini. Nanti malam baru akan kita lanjutkan lagi. Kau mau kan?"
Maxy Junior menggesek-gesekkan wajahnya pada pundak telanjang sang bidadari cantik. Kembali rona merah delima menyelangkupi kedua belahan pipi sang bidadari cantik.
"Oh, Maxy Sayang…" Natsumi Kyoko menepuk ringan kedua tangan sang pangeran tampan yang masih melingkar di perutnya.
"Kali ini aku akan benar-benar memisahkan tubuh kita berdua. Jangan terlalu banyak bergerak dulu ya, Periku yang Cantik…" tukas Maxy Junior lembut. Mendengar itu, Natsumi Kyoko mengangguk ringan.
Perlahan-lahan sang pangeran tampan mencabut keluar senjata kejantanannya. Sang bidadari cantik memejamkan matanya sejenak, mengeratkan genggamannya pada tangan sang pangeran tampan, dan sedikit mendesis keperihan.
"Sakit?" tanya Maxy Junior dengan raut wajah khawatir.
"Sedikit…" Natsumi Kyoko mengulum senyumannya. Dia sungguh merasa hangat karena sang pangeran tampan begitu mengkhawatirkan keadaannya sehabis mereka bercinta.
Sang pangeran tampan menyibakkan selimut yang membalut tubuh mereka berdua. Tampak noda darah keperawanan sang bidadari cantik yang cukup banyak pada seprai tempat tidur dan sedikit bercak cairan vitalnya sendiri.
"Darahmu banyak sekali… Sorry… Sorry… Sorry banget, Periku yang Cantik… Sepertinya kemarin malam aku sedikit terburu nafsu dan sedikit menyakitimu ya…" Buru-buru sang pangeran tampan meraih beberapa helai tisu dari samping tempat tidur. Ia mulai menyeka noda-noda darah yang masih lengket di areal selangkangan sampai paha sang bidadari cantik. Dalam sekejap, tisu yang berwarna putih bersih berubah warna menjadi merah kecokelatan.
Natsumi Kyoko diam saja membiarkan sang pangeran tampan membersihkan sisa-sisa noda darah yang ada pada areal selangkangan dan pahanya. Ia sedikit menundukkan kepalanya dan merona malu.
"Tak usah malu… Aku sudah melihat sekujur tubuhmu dan kau juga sudah melihat sekujur tubuhku. Kita sudah saling memiliki, Periku yang Cantik…" ujar Maxy Junior lemah lembut sambil terus membersihkan sisa noda darah pada tubuh bidadari cantiknya.
"Ya… Darah ini membuktikan aku sudah menjadi milikmu seutuhnya, Sayang…" Mendadak saja Natsumi Kyoko tidak bisa menahan keinginannya untuk memeluk sang pangeran tampan. Sang pangeran tampan mengecup mesra kepala dan kemudian bibir sang bidadari cantiknya.
Beberapa menit mereka saling memeluk sebelum akhirnya sang pangeran tampan berucap,
"Kau perlu berendam air hangat dulu… Kusiapkan dulu air hangatnya ya…"
Natsumi Kyoko kembali mengangguk ringan. Tanpa memedulikan ketelanjangannya, Maxy Junior bangkit dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi. Sambil menggigit bibir bawahnya, sang bidadari cantik mengantar kepergiannya ke kamar mandi dengan sinar mata sayu. Sejurus kemudian, sang pangeran tampan keluar dari kamar mandi dan menghampiri sang bidadari cantiknya. Dengan gampangnya ia merengkuh sang bidadari cantik dalam gendongannya. Dengan lemah lembut, ia memasukkan tubuh polos nan seksi tersebut ke dalam bak yang sudah terisi penuh air hangat.
"Kau tidak mandi?" tanya Natsumi Kyoko lembut.
Maxy Junior terkekeh kecil dan mengelus-elus kepala belakangnya. "Memang rencanaku sih kemarin malam mau mandi di sini dan habis itu tidur. Akan tetapi, kau telah membatalkan dan mengubah semua rencanaku kemarin malam, Periku yang Cantik…"
Natsumi Kyoko membuang pandangannya ke arah lain. Dia sedikit malu ketika mengatakan hal itu. "Mungkin kalau kau tidak keberatan, kau ingin berendam di sini juga bersama-sama denganku, Maxy Junior Sayang…"
Alis Maxy Junior kembali terangkat. Setelah mereka bercinta, sang bidadari cantiknya ini semakin lengket dan semakin manja kepadanya. Benar-benar pucuk dicita ulam tiba.
"Kau yakin? Silap-silap nanti satu ronde lagi aku minta… Nanti kau bisa encok, Sayang…"
"Aku masih muda… Mana mungkin aku encok… Lagipula untuk bisa bersama-sama denganmu, setidaknya aku harus mengimbangi kekuatan hormonmu bukan?" Natsumi Kyoko masih menundukkan kepalanya dan tersipu malu.
"Kau jangan menyesal nanti ya, Peri Cantikku… Begitu aku melangkah masuk ke dalam bak mandi itu, aku takkan melepaskanmu lagi loh…" Terlihat seringai nakal menghiasi wajah sang pangeran yang tampan nirmala.
Natsumi Kyoko menggeleng cepat. Dia tidak bisa menunggu lebih lama lagi, berharap sang pangeran tampan segera bergabung dengannya di dalam bak mandi tersebut.
Maxy Junior masuk ke dalam bak mandi dengan penuh semangat dan antusiasme. Dia benar-benar meminta satu ronde lagi dari sang bidadari cantiknya. Natsumi Kyoko sama sekali tidak menolak sang pangeran tampannya. Bagi Natsumi Kyoko, Maxy Junior adalah sumber kebahagiaannya.
***
Tentu saja Kendo Suzuki yang sedang menyeruput kopi panas di pagi hari itu terperanjat dengan permintaan tolong yang diajukan oleh Shunsuke Suzuki. Wajahnya langsung memucat. Lebih kagetnya lagi ia melihat Maxy Junior keluar dari kamar anak perempuannya dengan rambut basah dan terlihat seperti habis mandi.
"Menikah? Di usia muda kalian seperti ini?" Kendo Suzuki memajukan tubuhnya ke depan beberapa senti.
"Tentu saja… Kami sudah siap untuk menjadi suami, dan juga sudah siap untuk menjadi ayah…" kata Shunsuke Suzuki setelah ia bertukar pandang dengan Maxy Junior sesaat.
"Kami akan menikah dengan pasangan kami hari ini juga, Pak Kendo… Kami akan menikah dulu di catatan sipil. Tahun depan nanti baru kami akan menggelar resepsi pernikahan kami," kata Maxy Junior tegas dan mantap.
"Jangan katakan… Jangan katakan… Jangan katakan kalian kemarin sudah…" Kendo Suzuki merapatkan sepasang bibirnya. Sungguh tak bisa ia melanjutkan pernyataan itu.
Maxy Junior dan Shunsuke Suzuki saling berpandangan lagi. Mereka sama-sama menyeringai nakal.
"Pak Kendo juga adalah laki-laki kan? Pak Kendo seharusnya tahu apa yang akan terjadi dengan seorang laki-laki apabila semalaman ia hanya berduaan dengan wanita yang begitu dicintainya dengan segenap jiwa dan raga dalam satu kamar yang sama, iya kan?" Maxy Junior masih menyeringai nakal.
Kendo Suzuki merapatkan bibirnya. Dia menegakkan tubuhnya sekarang. Dengan sedikit pandangan tegas, ia berujar,
"Kalian benar-benar deh… Kalian telah merusak dua anak perempuanku kemarin malam ya…" ujar Kendo Suzuki dengan raut wajah datar – tidak marah, juga tidak senang.
"Kami tidak merusak mereka, Ayah Angkat…" protes Shunsuke Suzuki dengan dahi yang sedikit berkerut.
"Kami menunjukkan cinta kami pada mereka. Memang kuakui kami tidak bisa menahan diri kami kemarin malam… Namun, kami sama sekali tidak merusak mereka, Pak Kendo. Kami menunjukkan bagaimana seharusnya seorang pria mencintai wanitanya dan memperlakukan wanitanya secara lembut dan terhormat." Maxy Junior menambahkan lagi. Shunsuke Suzuki mengangguk cepat.
"Sekaligus menanamkan benih kalian di rahim mereka kan?" sindir Kendo Suzuki sinis.
Maxy Junior dan Shunsuke Suzuki sedikit menundukkan kepala mereka dan mengelus-elus kepala belakang mereka.