Ryota Hanamura sempat sekali memandangi Shunsuke Suzuki lagi dengan sorot mata yang menyala-nyala sebelum akhirnya ia menghilang dari rumah besar keluarga Suzuki.
"Inikah perjodohan yang katamu akan berhasil tadi? Inikah perjodohan yang katamu telah kauatur dengan baik dan kedua gadis itu sudah pasti akan menikah dengan kedua anakku?" Hiroshi Hanamura mencengkeram tangan Bu Faustina Tokwin dengan gigi-giginya yang bergemeretak.
"Seharusnya sudah diatur dengan baik… Seharusnya Natsumi Kyoko Suzuki dan Ciciyo Suzuki akan menikah dengan kedua anak lelakimu, Hiroshi. Dari mana aku tahu suamiku yang pengecut itu akan langsung membatalkan perjodohan ini dengan segala persiapannya yang sudah matang! Ya nggak bisa salahkan aku juga dong!" tepis Bu Faustina berusaha berkelit dan membela diri.
"Kembalikan uangku kalau begitu!" desis Hiroshi Hanamura tajam.
"Prinsipku adalah… Uang yang sudah masuk takkan bisa dikembalikan lagi. Barang yang sudah dibeli takkan bisa di-refund lagi. Tenang saja… Usaha kali ini tidak berhasil, aku masih memiliki rencana B sampai Z yang mungkin saja bisa membuat Natsumi Kyoko Suzuki dan Ciciyo Suzuki bertekuk lutut kepada kedua anak lelakimu." Senyuman sinis Bu Faustina Tokwin terlihat mendekorasi wajahnya yang menjijikkan.
"Sebaiknya kau berhasil… Atau kalau tidak, kau akan tahu dengan siapa kau berurusan. Aku tidak suka dipermainkan dan dipermalukan seperti tadi, Faustina!" dentum Hiroshi Hanamura dan kemudian ia naik ke mobilnya bersama-sama dengan anak bungsunya.
Deru mesin mobil meninggalkan halaman rumah besar Suzuki, meninggalkan Bu Faustina Tokwin seorang diri di depan rumah besar tersebut. Tampak kedua mata Bu Faustina Tokwin yang sedemikian tajam ketika diarahkannya ke rumah besar tersebut.
Jangan kira aku akan berhenti sampai di sini saja, Kendo Suzuki… Hari ini kau telah mempermalukan aku lagi. Lain kali kupastikan kau 'kan membayarku sepuluh kali lipat! Lihat saja nanti! Terdengar gerunyam Bu Faustina Tokwin yang membelandang ke permukaan sanubarinya.
"Sudah tidak apa-apa, Ciciyo… Sudah tidak apa-apa… Dia takkan bisa membawamu pergi dari sini…" Kendo Suzuki berusaha menenangkan anak perempuannya yang kini duduk di sofa ruang tamu, dan masih bersembunyi dalam pelukan sang pangeran pujaan hatinya.
Tangan Shunsuke Suzuki sudah otomatis terangkat dan membelai kepala hingga punggung Ciciyo Suzuki.
"Dia bisa saja membawaku pergi dari rumah ini, tetapi dia hanya akan bisa membawa mayatku, Ayah… Dia hanya akan bisa membawa mayatku… yang sudah tidak lagi bernyawa…" Air mata gelingsir di sudut mata Ciciyo.
"Ssstt… Aku ada di sampingmu, Sayang… Jangan khawatir… Jangan khawatir… Aku akan selalu berada di sampingmu. Mereka takkan bisa mengapa-apakan dirimu, Sayang…" bisik Shunsuke di telinga sambil terus membelai-belainya dari kepala hingga punggung.
Ciciyo Suzuki memicingkan sejenak kedua matanya. Dia mempererat pelukannya seolah-olah begitu ia keluar dari pelukan tersebut, bahaya akan kembali mengancam.
"Kau di kantor nanti juga harus hati-hati, Natsumi… Ayah tebak mereka takkan berhenti sampai di sini. Namun, asalkan kita kompak, kita pasti bisa mendesak mereka untuk mundur dan akhirnya mereka akan keluar dari hidup kita selamanya…" gumam Kendo Suzuki lirih.
"Jangan khawatir, Ayah… Aku akan baik-baik saja… Takkan ada yang terjadi…"
"Firasatku tidak enak, Natsumi… Entah kenapa perasaanku tidak enak begitu melihat kemunculan Ryota Hanamura dan ayahnya itu di rumah ini barusan. Kau harus berhati-hati ya, Natsumi… Ke mana pun kau, pastikan jangan sendirian. Pastikan Maxy Junior ada di sampingmu menemanimu. Mengerti kan?"
Natsumi Kyoko mengangguk mengerti.
"Aku tahu, Ayah… Jangan khawatir…" kata Natsumi Kyoko berusaha menenangkan ayahnya padahal dalam lubuk hatinya ia juga merasa gelisah.
"Maafkan aku… Maafkan ayah yang tidak berguna ini… Gara-gara aku yang tidak bisa berpikir panjang waktu itu, kini kalian harus ikut terkena getahnya…" gumam Kendo Suzuki sembari menundukkan kepalanya dengan lirih.
"Tidak usah diingat lagi, Ayah… Yang berlalu biarkanlah berlalu. Aku juga yakin… Asalkan kita kompak, kita pasti akan bisa mengusir mereka pergi dari kehidupan kita…" Natsumi Kyoko berusaha tersenyum menenangkan.
Kendo Suzuki membalas senyuman menenangkan anak perempuannya itu dengan sebersit senyuman simpul.
***
Benar saja… Pas pada jam makan siang, Ryuzaki Hanamura muncul di ambang pintu ruangan kerja Natsumi Kyoko. Natsumi Kyoko membuang muka ke jendela ruangan kerjanya dan menyandarkan punggungnya ke kursi.
"Dari mana kau bisa tahu ruangan kerjaku ada di sini?" tanya Natsumi Kyoko memandang lurus-lurus ke wajah Ryuzaki Hanamura yang tergolong tirus, dengan rambutnya yang sedikit gondrong, dan perawakan tubuhnya yang jangkung.
"Kau sangat terkenal di perusahaan Suzuki ini, Sayang. Seorang putri sulung dari pemilik perusahaan ini… Siapa yang tidak mengenalmu?" tukas Ryuzaki Hanamura dan duduk di hadapan Natsumi Kyoko tanpa dipersilakan.
Natsumi Kyoko merapatkan sepasang bibirnya yang seksi menggemaskan. Ryuzaki Hanamura terus menatap seraut wajah cantik yang kini terpampang jelas di depan matanya. Betapa ia merindukan seraut wajah cantik ini sejak dia pertama kali berkenalan dengannya setahun lalu.
"Mau apa kau ke sini, Ryuzaki?" tanya Natsumi Kyoko dengan raut wajah yang sama sekali tidak bersahabat.
"Hanya ingin bertemu denganmu. Aku kira kau sudah mendapat kunjungan dari adikku ke rumahmu tadi pagi," kata Ryuzaki Hanamura dengan sebersit senyuman penuh arti.
"Apakah semua keluarga Hanamura itu seperti itu? Hanya bisa memaksakan kehendak dan kemauan mereka?" desis Natsumi Kyoko dengan dahi yang sedikit mengerut.
"Kami tidak pernah kalah, Natsumi Sayang…" Mendadak saja Ryuzaki Hanamura menarik sebuah kursi dan duduk di samping gadis cantik kesayangannya.
Natsumi Kyoko menahan napas sejenak. Dia sedikit menarik jarak di antara dirinya dan pria Jepang bermuka tirus dan bertubuh jangkung ini.
"Begitu melihatmu saja, aku sudah yakin aku akan benar-benar tergila-gila padamu, Natsumi Sayang… Selama setahun ini aku terus merindukan dan memikirkanmu. Aku selalu menunggu waktu yang tepat untuk bisa bertemu dan berduaan denganmu seperti sekarang."
"Aku tidak merasakan hal yang sama, Ryuzaki… Maaf… Benar-benar maaf…" Natsumi Kyoko sedikit menjauh lagi sampai akhirnya kursinya menempel pada meja kerjanya.
"Kalau begitu, kau akan belajar mencintaiku, Cantik… Cinta tidak mesti selalu tumbuh pada pandangan pertama seperti perasaanku padamu. Dengan bersamaku, dengan terus ada di sampingku, aku yakin perasaanmu terhadapku akan tumbuh perlahan-lahan," desah Ryuzaki Hanamura sambil perlahan-lahan mendekatkan wajahnya ke wajah sang bidadari cantik.
Natsumi Kyoko hanya menatapnya dengan sorot mata biasa. Jelas terlihat sang bidadari cantik hanya bersikap biasa dan sama sekali tidak merasa gugup berada di dekat Ryuzaki Hanamura.
"Aku sama sekali tidak merasakan perasaan yang kausebutkan itu, Ryuzaki. Sekarang saja tidak, jadi bagaimana mungkin perasaan itu akan bisa tumbuh seiring dengan berjalannya waktu? Benih perasaan itu saja tidak ada, jadi bagaimana mungkin perasaan itu bisa berkecambah?"
Ryuzaki Hanamura merapatkan sepasang bibirnya dan memicingkan mata sejenak. Dia menjauhkan dirinya sejenak.
"Maaf… Aku sama sekali tidak bisa membalas perasaanmu, Ryuzaki… Ketika kau begitu dekat denganku tadi, aku sama sekali tidak merasakan apa yang kurasakan selama ini terhadap Maxy Junior." Natsumi Kyoko memutuskan untuk berterus-terang.
Ryuzaki Hanamura terlihat mengeraskan rahang dan mengepalkan kedua tangannya.
"Aku sudah berharap-harap cemas semoga kau tidak mengungkit nama itu. Sekarang kau justru mengungkitnya. Nama itu yang menghalangi jarak di antara kita selama ini. Nama itu yang mencegahmu sehingga kau tidak bisa bergerak ke arahku."
"Aku mencintainya, Ryuzaki. Aku sangat mencintainya… Jadi sekarang aku mohon pergilah dari kantorku… Aku ingin mencari Maxy Junior. Kami sudah ada janji makan siang bersama…" Natsumi Kyoko merasa sedikit muak dan ia langsung mengusir Ryuzaki Hanamura.