Aroma mint dan chocolate honey mulai menebar ke segala saraf penciuman Kimberly. Perlahan-lahan aroma tersebut mulai merayap masuk dan membelai saraf penciumannya. Dia mulai sadar dan membuka kedua matanya. Rasa pening dan sakit pada kepalanya kembali mendera dan memalunya tiada henti. Dia setengah berbaring dan melihat ke sekelilingnya. Dia tengah berada dalam sebuah kamar hotel yang sama sekali tidak ia kenal – yang sama sekali asing baginya.
Mendadak saja Kimberly teringat dengan apa yang akan diperbuat si March Ursa Major itu padanya. Dia mengingat dia dihempaskan ke atas tempat tidur dan setelah itu dia tidak bisa mengingat apa-apa lagi. Dia sedikit menyibakkan selimut yang menutupi tubuhnya. Tampaklah noda darah perawan yang cukup banyak pada seprai dan sedikit bekas cairan vital laki-laki. Kontan Kimberly menjerit histeris.
Saking kaget dan ketakutannya, Kimberly tidak sempat melihat bahwa laki-laki yang ada di sampingnya itu sebenarnya adalah sang pangeran tampannya.
Sean juga terbangunkan oleh jeritan histeris Kimberly tadi. Dengan wajah setengah mengantuk, Sean memandangi sang bidadari seksinya dengan sedikit kerutan di kening.
Kimberly yang masih ketakutan ingin segera berdiri dari ranjang dan bergerak menjauh. Akan tetapi, rasa perih yang datang tiba-tiba serasa membakar perut bagian bawahnya dan ia kembali terjatuh ke tempat tidur. Kali ini, Sean dengan sigap menangkap sekujur tubuh sang bidadari cantik. Seketika barulah Kimberly sadar laki-laki yang ada di sampingnya adalah sang pangeran tampan.
"Sean Sayang… Sean Sayang… Kenapa bisa jadi dirimu? Kemarin jelas-jelas yang membawaku ke sini itu adalah…" Kimberly masih diliputi kengerian dan kebingungan.
"Aku menelusuri jejak GPS pada ponselmu, Honey. Aku sampai di kamar ini pada waktu yang pas sekali, pas si bajingan itu mau memperkosamu! Sejak kau bilang kepadaku kau mau ikut teman-teman sekompleksmu ke pub ini kemarin malam, aku sudah memiliki perasaan tidak enak! Dasar lelaki banci! Hanya lelaki banci yang main dari belakang seperti ini, pakai-pakai obat untuk menaklukkan perempuan yang menjadi targetnya!"
"Teman-teman sekompleksku itu mengkhianatiku ya… Tidak mungkin… Kenapa mereka bisa berbuat sedemikian kejam terhadapku, Sayang…? Aku percaya pada mereka. Sungguh tak kusangka mereka bisa bekerja sama dengan si March Ursa Major itu menusukku dari belakang!" Kimberly tampak sedikit menundukkan kepalanya, merasa sangat tidak percaya pada kenyataan yang terpampang di depan matanya.
"Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa tahu, Honey! Makanya lain kali jangan sembarangan ikut-ikut orang saja, apalagi perginya ke tempat-tempat yang tidak beres seperti itu!" Sean mencubit lembut hidung sang bidadari cantiknya.
Sedikit banyak Kimberly merasa bersyukur karena kini Sean bersamanya dan keperawanannya telah jatuh ke tangan lelaki yang tepat. Kalau tidak, hancurlah seluruh kebahagiaan dan masa depannya. Sedikit banyak ia bernapas lega.
"Kenapa kau terlihat seperti bernapas lega begitu! Tahukah kau kemarin malam kau hampir saja membuatku terkena serangan jantung, Honey!" tegur Sean lagi setengah menghardik.
"Aku memang salah mempercayai orang dan sembarangan mengikuti orang ke tempat yang tidak beres, sehingga kini aku sudah kehilangan keperawananku. Namun, satu hal yang membuatku lega, Sean Sayang… Keperawananku terbang melayang ke tangan lelaki yang tidak salah, ke tangan lelaki yang benar-benar tepat." Kimberly tidak bisa membendung dan menahan senyumannya.
Sean menunduk malu dan sedikit mengelus-elus kepala belakangnya.
"Maafkan aku, Honey… Seharusnya aku melakukan itu pada saat malam pertama kita nanti. Namun, ketika berada di bawah pengaruh obat kemarin malam, kau begitu seksi menggoda, sungguh membuatku tidak bisa mengendalikan diri, Honey…" bisik Sean antara perasaan bersalah dan perasaan bahagia.
Dengan wajah yang merona merah delima, Kimberly kembali menahan senyumannya dan ia menenggelamkan diri ke dalam pelukan sang pangeran tampan.
"Maafkan aku, Honey… Karena terlalu terburu nafsu kemarin malam, aku mungkin sudah sedikit menyakitimu ya… Apakah masih sakit?"
"Sedikit, Sayang… Jangan lepaskan dulu pelukanmu ya, Sean Sayang… Aku ingin terus dalam posisi seperti ini untuk beberapa saat lamanya."
Sean Jauhari terbahak sejenak. Sang bidadari seksinya menjadi manja dan lengket terus seperti ini sehabis mereka berhubungan untuk pertama kali.
"Kalau terlalu lama, bisa saja gairahku naik lagi dan aku akan minta tambah loh, Honey…" ejek Sean sedikit berkelakar.
"Jangan sekarang ya, Sean Sayang… Nanti malam saja atau besok-besok saja… Masih perih dan masih sakit, dan juga terasa sedikit kram… Aku kira habis ini aku mau berendam di air hangat dulu…" tukas Kimberly masih bergelayut manja dalam pelukan sang pangeran tampan.
"Oke… Aku akan menyiapkan air hangat untukmu nanti…" kata Sean mantap.
Menit demi menit berlalu. Kimberly semakin manja dan ia merasa semakin nyaman dalam pelukan sang pangeran tampan. Wangi mint dan chocolate honey yang terpancar dari tubuh kekar sang pangeran tampan sungguh membuatnya merasa relaxed dan benar-benar tidak ingin beranjak dari posisinya saat itu.
Mata Kimberly tertuju pada senjata bercorong yang diletakkan sang pangeran tampan di samping tempat tidur.
"Kau membereskan March Ursa Major itu dengan senjata itu kemarin malam, Sean Sayang?" Mata Kimberly sedikit membeliak lebar.
"Aku hanya menembak kakinya. Aku melumpuhkan perlawanannya. Habis itu, aku menyuruh ketiga pengawalku untuk membuatnya babak belur di luar. Aku takkan membunuhnya, Honey… Jangan khawatir… Bagaimanapun juga, dia tetap harus menerima ganjarannya karena telah berani mengganggu honey-ku." Tampak wajah sang pangeran tampan sedikit bersungut.
Kimberly mengulum senyumannya dan ia kembali bergelayut manja nan mesra dalam pelukan sang pangeran tampan.
"Ternyata ramalan nenekku menjadi kenyataan bukan?" celetuk Sean tiba-tiba. Kimberly tergelak ringan.
"Kau masih ingat dengan ramalan itu, Sayang?"
"Tentu saja… Aku akhirnya menggunakan cara yang digunakan oleh ayahku dulu. Aku harus mendaratkan cap stempelku dulu di atas hakku baru aku bisa memilikinya dan mengatakan pada seluruh dunia dia adalah milikku."
Kimberly meledak dalam tawa gelinya. Dia mencubit lembut lengan sang pangeran tampan. Kemudian dia mengusap dan mencium lembut lengan yang begitu kekar bedegap tersebut.
"Habis ini, kita ke catatan sipil ya… Aku panggil ayah ibuku dan kau panggil ayah ibumu ya… Biarlah orang tua kita saja yang menjadi saksi…" bisik Sean di telinga sang bidadari seksinya.
"Hah? Secepat itu, Sean Sayang?" Mata Kimberly sedikit membeliak lagi. Kedua belahan pipinya kontan merona hangat.
"Tentu saja harus cepat… Ini masih di negeri timur, bukan di negeri barat, Honey… Kemarin aku tidak menggunakan pelindung dan aku tembak dalam, Honey…" bisik Sean lagi, dan kali ini dengan sebersit seringai nakal.
Rona merah delima semakin jelas terlihat menyelangkupi seluruh wajah dan bahkan sampai leher sang bidadari seksi. Kimberly menutupi mukanya dengan kedua tangan karena tidak bisa menahan malu. Saat tangannya turun lagi dan hendak memegang kedua paha sang pangeran tampan yang ada di belakang tubuhnya, tidak sengaja terpegang lagi oleh tangannya senjata kejantanan sang pangeran tampan yang masih sedikit mengeras. Kimberly memekik nyaring sementara sang pangeran hanya meledak dalam tawa gelinya.
"Besar sekali punyamu, Sean Sayang… Tidak heran kemarin malam bisa sakit sekali… Ya Tuhan…" Kimberly menutupi mukanya dengan kedua tangannya lagi.
"Tapi punyaku bersih dan tidak beracun, Honey…" kata Sean dan terselip sedikit nada bangga dalam kata-katanya.
Kimberly memandangi sang pangeran dengan sorot mata penuh tanda tanya.
"Aku sudah sunat saat aku berusia sepuluh tahun…" kata Sean bangga.
"Yang sudah sunat memangnya lebih bersih?" tanya Kimberly polos.
"Tentu saja… Bersih dan bebas dari kuman penyakit… Aku sendiri sehat dan kau juga akan sehat, Honey… Karena sebagian besar penyebab penyakit kanker rahim pada perempuan juga berasal dari senjata kejantanan suami mereka. Kau begitu imut dan polos, Honey…" Sean mencubit-cubit gemas kedua belahan pipi sang bidadari seksinya.
Kimberly kembali mengulum senyumannya. Kini dengan berani ia mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir sang pangeran tampan. Tentu saja sang pangeran tampan menyambutnya dengan senang hati. Untuk beberapa saat lamanya, terlihat bibir keduanya saling mengulum dan bertaut dalam perasaan cinta yang tiada akhir.
"Aku mencintaimu, Honey… Sangat mencintaimu, Sayang…" bisik Sean mesra di daun telinga Kimberly.
"Aku juga mencintaimu, Sayang… Sangat mencintaimu…" bisik Kimberly kembali di daun telinga sang pangeran tampan.
Sinar mentari pagi merecik cinta di teluk pikiran sejoli itu. Asa bahagia menggeligit kuncup batin Sean Jauhari dan Kimberly Phandana.
***
"Apa yang terjadi, March?" jerit si ibu melihat si anak dalam kondisi babak belur di depan pintu rumah pagi itu.
"Kau berkelahi dengan preman-preman dari jalan depan lagi ya?" Si ayah juga merasa terhenyak bukan main.
Tampak March Ursa Major yang baru saja dari rumah sakit mengeluarkan peluru yang bersarang di kakinya. Walau demikian, luka akibat dihajar oleh ketiga pengawal pribadi Sean Jauhari masih membekas di mana-mana.
Kedua suami istri itu memapah anak sulung mereka masuk ke dalam rumah. March Ursa Major sempat melirik ke pintu tetangga sebelah. Pintu itu sudah dalam keadaan terkunci. Sudah jam sembilan sekarang. Seharusnya kedua suami istri Phandana sudah berangkat ke biro perjalanan yang mereka kelola dan anak perempuan mereka sekarang masih berada dalam pelukan nyaman lelaki yang benar-benar ia cintai.
March Ursa Major mengumpat kesal dalam hatinya. Ia bukan hanya gagal mendaratkan cap stempelnya pada keperawanan gadis yang tengah ia incar, tetapi ia juga babak belur dihajar oleh tiga pengawal pribadi Sean Jauhari. Baru tahu dia Sean Jauhari itu berasal dari kalangan berada yang memiliki banyak uang dan kekuasaan. Kini ia hanya bisa gigit jari dan menerima kekalahannya meski dalam hati ia masih terbakar oleh api dendam dan kebenciannya.
Kedua ayah ibunya menyuruh pembantu mereka untuk membantu mencuci luka-lukanya dan mengoleskan obat.
"Sepertinya rencanamu kemarin malam gagal ya…" desis April Ursa Minor sinis melihat keadaan si abang sulung yang pulang dalam keadaan babak belur.
"Bukan urusanmu, April!" hardik si abang sulung.
"Kau berjalan keluar dari rumah ini dengan penuh percaya diri bahwasanya kau akan bisa mendapatkan si Kimberly Phandana yang tinggal di sebelah ini. Akan tetapi, kau pulang sekarang dalam keadaan babak belur. Ckckck… Sudah kuperingatkan kau sebelumnya kan? Kau sendiri yang tak mau dengar. Sean Jauhari itu bukan berasal dari keluarga sembarangan."
March Ursa Major melihat ke adiknya dengan matanya yang masih setengah mendelik.
"Aset mereka ada di mana-mana… Perusahaan ada di mana-mana, ada di berbagai bidang, bukan beternak burung walet saja mereka… Investasi mereka ada di mana-mana… Kayak bisnis Ayah dan Ibu yang bahkan tidak seperdelapan dari bisnis burung walet mereka itu, lewat deh…"
April Ursa Minor meninggalkan abang sulungnya di ruangan tersebut, yang masih mengaduh kesakitan dengan luka di mana-mana.
March Ursa Major tampak masih mendelikkan sepasang matanya. Pembantu membantu membersihkan luka-lukanya dan mengoleskan obat.
Sekerjap emosi dan kemarahan mengerabik di semenanjung pikiran March Ursa Major. Namun, dia sama sekali tidak bisa berbuat apa-apa.