Makan malam berlangsung dengan lancar di rumah keluarga Phandana. Mengetahui calon menantunya yang kaya raya akan datang bertamu ke rumah, Nyonya May Lina Austeen Phandana menyiapkan banyak lauk-pauk yang super lezat nan menggugah selera. Semuanya adalah makanan kesukaan Sean Jauhari – tentunya berdasarkan cerita dari anak perempuannya.
Begitu Sean Jauhari tiba lima menit, March Ursa Major Yaputra juga tiba di dalam rumah keluarga Phandana. Kedua lelaki tersebut saling tidak bertegur sapa. Keduanya hanya saling menatap dengan sinar mata tidak bersahabat. Pak Yogi Phandana dan Nyonya May Lina Austeen tentu saja bisa merasakan semacam ada aura perang dunia ketiga di antara kedua lelaki yang terang-terangan sedang memperebutkan anak perempuan mereka.
"Sudah boleh makan…" kata Nyonya May Lina Austeen setelah terhidang empat macam lauk-pauk, tiga macam sayur-mayur dan satu jenis sup di atas meja.
"Selamat makan, Paman Yogi, Bibi May Lina," sapa Sean Jauhari dengan penuh rasa hormat. Kedua calon mertuanya hanya tersenyum menganggukkan kepala mereka.
"Selamat makan, Paman Yogi, Bibi May Lina." Tentu saja March Ursa Major tidak ingin ketinggalan dalam menunjukkan rasa hormatnya kepada kedua suami istri Phandana.
Kimberly Phandana menusukkan garpunya ke sepotong udang goreng mentega yang sudah dikupas kulitnya dan meletakkannya ke piring sang pangeran tampan. Sang pangeran tampan tampak sedikit memajukan bibirnya. Tanpa perlu mengatakan apa pun, Kimberly sudah tahu Sean ingin Kimberly langsung memasukkan udang goreng tersebut ke dalam mulutnya alias menyuapinya. Kimberly pun menusuk kembali udang goreng tersebut dengan garpunya dan memasukkan udang goreng tersebut ke dalam mulut sang pangeran tampan dengan canggung di hadapan kedua orang tuanya.
Tampak kedua suami istri Phandana tertegun sejenak. Terlihat March Ursa Major mengeraskan rahangnya. Terus terang saja selera makannya kontan hilang. Terlihat juga Sean Jauhari yang mengunyah-ngunyah udang gorengnya dengan penuh kenikmatan dan kepuasan. Sean Jauhari tidak menunggu lama lagi. Dia selalu bisa memanfaatkan setiap kesempatan yang ada. Dia langsung menyendok beberapa jenis sayur-mayur dan lauk-pauk dan meletakkannya di atas piring kedua calon mertuanya.
"Dimakan, Paman, Bibi…" kata Sean Jauhari dengan santun dan lembut.
Kedua suami istri Phandana hanya bisa mengangguk dan tersenyum. Memang seorang calon menantu kaya raya tentu saja membawa perubahan yang berbeda di sikap dan pembawaan kedua suami istri Phandana itu.
Tampak March Ursa Major masih mengeraskan rahangnya. Kedua tangannya terlihat sedikit terkepal. Dia berusaha mati-matian membendung emosi dan kemarahannya.
Sean Jauhari sama sekali tidak peduli. Dia kini mengambil sesendok daging ikan yang ia tahu menjadi makanan kesukaan putri pujaan hatinya. Sendok yang penuh dengan daging ikan itu diarahkannya ke mulut sang putri pujaan hati. Mau tidak mau, dengan sedikit canggung, dengan sikap malu-malu, Kimberly Phandana membuka mulut dan menghabiskan daging ikan tersebut dalam sekali lahap.
March Ursa Major benar-benar tidak berselera makan lagi. Dia ingin makan malam itu cepat selesai sehingga ia bisa segera menyingkir dari tempat itu. Tidak mungkin juga ia meledak dalam emosi dan kemarahan di hadapan kedua orang tua gadis yang sedang diincarnya. Itu hanya akan merusak citranya dan mempermalukan dirinya sendiri.
Pak Yogi Phandana yang bisa membaca gelagat dan bahasa tubuh March Ursa Major, berusaha memberinya sedikit muka pada malam hari itu. Sambil menyendokkan beberapa jenis sayur-mayur dan lauk-pauk dan meletakkannya ke piring March Ursa Major, terdengar sedikit pertanyaan basa-basi dari Pak Yogi Phandana,
"Sekali ini pulang, apakah berencana akan balik ke Singapura lagi untuk kuliah, March?"
"Tentu saja ada… Tapi sepertinya aku bakalan stay di Jakarta untuk beberapa bulan, Paman Yogi. Ada sedikit urusanku dengan Kimberly yang ingin kubicarakan baik-baik dengannya."
March Ursa Major menatap Sean Jauhari dengan delikan mata sinis.
Mendapat tantangan seperti itu, Sean Jauhari semakin melancarkan aksinya. Dia tergolong ke laki-laki yang pantang dipancing.
"Paman… Bibi… Ada yang ingin aku bicarakan…" kata Sean Jauhari santai dengan sebersit senyuman cerah menggelantung pada wajahnya.
Pasutri Phandana mengangkat kepala mereka dan menatap Sean Jauhari tanpa berkedip.
"Aku dan Kimberly sudah pacaran selama lebih dari satu tahun. Paman dan Bibi juga sudah mengenal keluargaku dan keluargaku juga sudah mengenal Paman dan Bibi. Akhir-akhir ini, Ayah dan Ibu sudah sedikit mendesakku, Paman, Bibi. Jadi, dalam kesempatan ini aku rasa aku ingin meminta doa restu dari Paman dan Bibi…"
Kedua pasutri Phandana masih menatap calon menantu mereka dengan mata tanpa berkedip, dan sekarang dengan napas yang sedikit tertahan.
"Aku ingin menikah dengan Kimberly, Paman, Bibi…"
"Apa-apaan ini! Kita ini masih akhir belasan! Kau juga masih akhir belasan kan! Apa kau tidak kemudaan untuk memikirkan tentang pernikahan!" March Ursa Major sontak setengah berteriak kaget.
Kedua pasutri Phandana juga kaget, bukan karena lamaran pernikahan yang diajukan oleh Sean Jauhari, melainkan karena teriakan March Ursa Major yang mendadak nan tiba-tiba.
"Kenapa? Aku bisa bertanggung jawab dan aku bisa menghidupi keluarga kecilku sendiri! Kenapa kau pula yang sewot!" tuding Sean Jauhari sinis sembari mengerutkan dahinya dalam.
"Apa kau paham tanggung jawab sebagai kepala keluarga itu apa! Anak yang masih akhir belasan sepertimu ini apa bisa memahami tanggung jawab sebagai kepala keluarga itu apa!" tuding March Ursa Major dengan delikan sinis.
"Memastikan istri dan anakku tidak kekurangan apa pun – juga tidak kekurangan segala kebutuhan material dan batiniah mereka, juga tidak kekurangan cinta dan kasih sayang. Kau mengerti kan? Yang jelas aku tidak pernah memaksakan perasaanku kepada perempuan. Aku dan Kimberly saling mencintai dan saling memiliki. Kimberly mencintaiku karena aku memiliki sebentuk cinta dan ketulusan yang tidak dimiliki oleh laki-laki lain. Apa sekarang kau sudah mengerti?" tukas Sean Jauhari dengan tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Dia mengalihkan perhatiannya ke kedua orang tua calon istrinya lagi.
"Aku berharap Paman dan Bibi bisa memberikan doa restu kepadaku dan Kimberly…"
"Tapi memang apa yang dikatakan oleh March ada sedikit benarnya, Sean. Apa kalian sudah yakin akan menikah di usia yang semuda ini? Kalian masih akhir belasan kan? Bibi rasa kalian masih bisa menunggu sampai dua atau tiga tahun ke depan kan?" celetuk Nyonya May Lina Austeen dengan sedikit perasaan tidak enak. Bagaimanapun juga, dia tidak berani menyinggung cinta dan ketulusan dari si calon menantu kaya raya ini.
"Iya, Sean… Apa tidak terburu-buru kalian menikah di usia akhir belasan seperti ini? Paman tidak keberatan kau menikahi Kimberly, Sean. Sungguh… Kalian sudah dekat semenjak setahun belakangan ini. Namun, mendadak membicarakan pernikahan di usia kalian yang masih akhir belasan begini, Paman rasa apa itu tidak terlalu terburu-buru, Sean, Kimberly?" Juga terdengar sedikit nada tidak enak hati dari Pak Yogi Phandana. Dia juga tidak begitu berani menyinggung perasaan dari si calon menantu kaya raya ini.
Terlihat Sean Jauhari dan Kimberly Phandana saling berpandangan sesaat. Keduanya menghela napas panjang sesaat.
"Keputusan ini sudah lama kami pertimbangkan dan kami diskusikan, Paman, Bibi. Kalau Paman dan Bibi keberatan kami menikah di usia yang semuda ini, aku ingin meminta doa restu Paman dan Bibi untuk bertunangan dengan Kimberly tahun ini."
"Ini sungguh menggelikan! Tahu apa kau soal tanggung jawab seorang lelaki yang memiliki tunangan dan calon istri! Lelaki kaya raya sepertimu ini biasanya seorang playboy, Sean Jauhari! Menikah setahun dua tahun biasanya matamu yang mata keranjang akan jelalatan mencari istri muda, mencari wanita kedua!" tuding March Ursa Major tanpa ampun.
Kimberly Phandana sampai mengerutkan dahinya dan memandangi March Ursa Major dengan delikan tajam. Kedua pasutri Phandana hanya bisa menarik napas panjang menyaksikan perseteruan kedua laki-laki yang ingin memperebutkan anak perempuan mereka.
Sean Jauhari tergelak ringan. Kemudian dia meledak dalam tawa gelinya. Dengan santai dia menatap saingannya dan berujar,
"Oke… Aku akan menyerahkan sebuah barang jaminan kepada Kimberly. Sempat saja aku mencari istri kedua, mencari istri muda, Kimberly boleh langsung memotong barang juniorku. Kau sudah puas sekarang?" Sean Jauhari terlihat menahan senyumannya. Mendengar seloroh tersebut, March Ursa Major kontan langsung terdiam seribu bahasa.
Hampir saja pasutri Phandana dan anak perempuan mereka meledak dalam tawa geli mereka.