Chereads / 3MJ / Chapter 121 - Hari Esok Itu Misteri

Chapter 121 - Hari Esok Itu Misteri

Natsumi Kyoko menatap 'mantan ibunya' itu dengan sorot mata nanar.

"Pertama kau dan Ciciyo juga tak ada hubungan darah. Aku membeli kalian dari dua perempuan yang berbeda. Aku sendiri juga tidak tahu apakah dua perempuan yang menjual kalian kepadaku itu adalah ibu kandung kalian atau bukan. Kedua, kau seharusnya berusia 21 tahun tahun ini. Ciciyo seharusnya berusia sama dengan Shunsuke. Aku terpaksa membuat akta lahir yang baru dan berbohong tentang tahun kelahiran kalian supaya bisa klop dengan sandiwara kehamilan yang tengah kumainkan pada waktu itu."

Natsumi Kyoko membuang pandangannya ke arah lain. Dia mulai terisak lembut. Seandainya saja sekarang ia tidak sedang dipeluk oleh sang pangeran tampan dari belakang, ia mungkin sudah pingsan tidak sadarkan diri.

"Dan yang ketiga adalah… Karena kau sudah berusia 21 tahun tahun ini, sudah seharusnya kau menikah, Natsumi Kyoko… Namun sayang sekali… Maxy Junior yang berdiri di belakangmu itu belum tentu bisa menjadi suamimu kelak…" Tampak senyuman sinis menjengkelkan menggelantung di wajah setengah baya Bu Faustina Tokwin.

Mata Natsumi Kyoko senantiasa membesar. Kendo Suzuki juga serta-merta mengangkat kepalanya, kaget karena tidak menyangka Bu Faustina Tokwin akan langsung membocorkan rahasia tersebut kepada Natsumi Kyoko sekarang. Dalam benak dan dugaannya, tinggal tunggu waktu saja Ciciyo juga akan mengetahui rahasia tersebut.

"Apa maksudmu?" tanya Maxy Junior dengan pandangan tajam.

"Aku sudah tidak tahan lagi berada di rumah ini. Asistenku nanti yang akan datang membereskan barang-barangku, Kendo. Selanjutnya akan menjadi bagianmu untuk menjelaskan kepada mereka perjodohan yang telah kauatur bersama-sama dengan keluarga Hanamura itu, iya kan?"

Dengan senyuman sinis yang masih menggelantung di sudut bibir, Bu Faustina Tokwin keluar dari ruang tamu rumah besar, juga keluar dari rumah besar tersebut. Sesampainya ia di luar rumah, di depan pintu rumah besar keluarga Suzuki, tanpa sadar sebutir air mata gelingsir di pelupuk mata.

"Aku bersumpah pada diriku sendiri… Aku akan menghancurkan kalian satu per satu! Selagi aku masih ada, selagi aku masih bernapas, jangan harap kalian bisa hidup tenang!"

Bu Faustina Tokwin terus berjalan keluar, ke pintu pagar dan keluar dari seluruh areal rumah besar keluarga Suzuki. Dia memberhentikan sebuah taksi. Sebelum naik ke dalam taksi, ia berbalik badan lagi. Ia melihat rumah besar keluarga Suzuki untuk yang terakhir kalinya dan mendesiskan beberapa kalimat penuh dendam dan kebencian,

"Aku mundur untuk menang. Aku akan menghadirkan satu panggung pembalasan yang sepuluh kali lipat jauh lebih menyakitkan daripada yang kalian berikan padaku! Lihat saja nanti! Aku akan membuat satu per satu dari kalian merangkak di hadapanku meminta pengampunan!"

"Hanamura… Hanamura… Sepertinya aku pernah mendengar nama Hanamura ini, Ayah. Waktu kita menghadiri grand opening Beauty & Me Enterprise milik ibu Maxy Junior ini di Bali waktu itu, kalau tidak salah waktu itu Ayah memperkenalkan aku kepada pasangan ayah dan anak yang bernama Hiroshi Hanamura dan Ryuzaki Hanamura. Benar kan itu?"

Kendo Suzuki mengangguk lirih. Dia terlihat menungkupkan wajahnya ke dalam telapak tangannya.

"Apa yang sebenarnya terjadi, Ayah? Perjodohan apa yang dimaksudkannya tadi? Apakah kalian diam-diam menjodohkan aku dengan si Ryuzaki Hanamura itu ketika aku masih kecil?" Nada suara Natsumi Kyoko meninggi satu oktaf sekarang.

Mendadak saja napas Natsumi Kyoko menjadi tersengal-sengal dan cepat. Darahnya kembali mendesir sampai ke ubun-ubun dan jantungnya berdegup dalam kecepatan tinggi.

"Bawa aku ke kamar, Maxy Sayangku… Aku butuh istirahat… Aku butuh ketenangan…" gumam Natsumi Kyoko setengah merengek setengah menangis.

Maxy Junior menuntun Natsumi Kyoko sesuai dengan arah yang ditunjukkannya. Perlahan-lahan, Maxy Junior menuntun Natsumi Kyoko masuk ke dalam kamar tidurnya. Sesampainya di kamar tidur, Natsumi Kyoko langsung merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Maxy Junior menghidupkan pendingin ruangan dan menarik selimut untuk menutupi sekujur tubuh sang bidadari cantiknya. Baru saja ia hendak beranjak pergi dan keluar dari kamar tidur sang bidadari cantik, tangannya sudah dicegat oleh sang bidadari cantik yang masih setengah merengek setengah menangis di belakangnya.

"Jangan pergi, Maxy Junior… Jangan pergi… Jangan tinggalkan aku… Kini aku sendirian… Aku tidak tahu siapa yang bisa kuandalkan dan siapa yang mesti kupercayai. Hanya kau satu-satunya yang bisa kuandalkan dan kupercayai, Sayang…"

Maxy Junior tersenyum simpul dan menghela napas panjang. Dia merengkuh sang bidadari cantiknya ke dalam pelukannya. Kini tampak Natsumi Kyoko menyandarkan kepalanya ke dada tegap bidang bedegap sang pangeran tampan. Ia beberapa kali menggesek-gesekkan wajahnya ke baju seragam yang dikenakan oleh sang pangeran tampan.

"Aku sendirian… Aku sendirian… Kini aku mengerti kenapa selama ini aku bisa terus diperlakukan secara tidak adil, kenapa selama ini aku terus mendapat segala macam hukuman yang tidak logis dan tidak manusiawi. Aku hanyalah sebuah alat yang dipakai oleh seorang wanita untuk mengikat seorang pria yang sama sekali tidak mencintainya."

Tangan sang pangeran tampan terus mengelus-elus kepala dan punggung Natsumi Kyoko. Natsumi Kyoko mulai melepaskan segala isak tangisnya di dalam pelukan sang pangeran tampan. Ranai air matanya bertumpah ruah dan membasahi baju seragam sang pangeran tampan di bagian dada.

"Kau tahu selamanya aku tak mungkin meninggalkanmu, Periku yang Cantik… Aku sudah jatuh cinta berat padamu dan aku tak mungkin bisa meninggalkanmu lagi, Sayang…"

"Mendadak aku jadi merasa aku bukan siapa-siapa di rumah ini, Maxy Junior Sayang… Mendadak kebersamaan keluarga yang aku rasakan selama ini lenyap dan terbang tertiup angin… Mendadak saja orang-orang dekat di sekelilingku berubah menjadi orang asing. Kami ternyata sama sekali tidak memiliki hubungan darah. Ayahku ternyata bukanlah ayah kandungku. Dan Ciciyo ternyata bukanlah adik kandungku."

"Cinta akan tetap di hati kalian, Periku… Sama sepertiku, aku yakin mereka tetap akan mencintaimu seperti sebelumnya. Aku yakin kenyataan sepahit apa pun takkan bisa mengubah cinta di antara kalian. Aku bisa lihat Pak Kendo Suzuki itu begitu menyayangimu layaknya putri kandungnya sendiri. Aku yakin Shunsuke dan Ciciyo juga akan tetap menyayangimu sama seperti sebelumnya."

Masih terdengar beberapa isakan lembut di dada sang pangeran tampan. Tangan masih terus mengelus dan membelai kepala hingga punggung Natsumi Kyoko.

"Dan di ujung dari semuanya itu, masih ada aku... Akan senantiasa mencintaimu, takkan berubah sampai ke kehidupan kita yang berikutnya…"

Natsumi Kyoko menengadahkan kepalanya sejenak. Matanya bertemu pandang dengan mata Maxy Junior yang teduh, yang menenangkan, yang menyiratkan segudang cinta dan kasih sayang yang tiada habisnya.

"Peluk aku, Maxy Junior Sayang… Aku tidak ingin pelukan ini lepas… Aku ingin berada dalam pelukan ini dalam beberapa waktu ke depan… Bisa kan?" Natsumi Kyoko masih terdengar setengah merengek setengah menangis dalam pelukan sang pangeran tampan.

Maxy Junior berpindah posisi. Ia sekarang duduk di atas tempat tidur sang bidadari cantiknya. Sang bidadari cantik kembali merebahkan kepalanya ke dada bidang tegap bedegap Maxy Junior. Tangan Maxy Junior kembali terangkat dan membelai-belai kepala hingga punggung sang bidadari cantiknya.

"Dalam waktu beberapa menit, kontan hidupku berubah total, Maxy Junior Sayang…" Masih terdengar beberapa isakan lembut dari sang bidadari cantik.

"Kehidupan manusia memang seperti itu, Periku yang Cantik… Makanya pernah ada orang-orang tua zaman dulu bilang… Jangan pernah menunggu sampai besok apa yang bisa kauperbuat dan kaukerjakan hari ini, ada kan?"

"Iya… Sering aku mendengar nasihat orang tua yang seperti itu… Sering juga aku membacanya entah di buku, entah di internet, entah di majalah-majalah. Hari esok itu tidak pasti. Hari esok itu misteri. Takkan ada yang tahu pasti apa yang akan terjadi esok hari. Oleh karena itu, kita harus menjalani hari ini dengan sebaik mungkin dan mempergunakan segala kesempatan yang kita miliki dengan baik. Bukankah begitu, Sayang?"

"Iya… Kau benar sekali, Periku… Namun, walau hari esok itu misteri, kendati hari esok itu tidak pasti, ada satu hal yang bisa kupastikan di sini."

"Apa itu?"