Mendadak nan sekonyong-konyong, Sean Jauhari menaikkan kepalanya dan mulai mendaratkan satu ciuman mesra ke bibir Kimberly Phandana. Sang putri pujaan hati tentu saja terhenyak nan terperanjat kaget bukan main mendapat satu ciuman yang mendadak nan tiba-tiba. Namun, sang pangeran tampan terus melumat dan mengulum sepasang bibirnya yang tipis mungil nan seksi menggiurkan, tidak memberikannya kesempatan sama sekali untuk berbicara.
Sean Jauhari terus melumat dan mengulum bibir sang putri pujaan hati. Dengan hanya tangan kiri, dia mampu menarik tubuh sang putri pujaan dan mendudukkannya ke tepian ranjang. Dengan posisi demikian, dia lebih leluasa merengkuh sang putri pujaan ke dalam suatu pelukan kehangatan dan menghujaninya dengan puluhan ciuman yang tiada batas, tiada tepi.
Hampir lima menit lamanya Kimberly Phandana tenggelam dalam ciuman hangat nan manis dari sang pangeran tampan. Perlahan-lahan Sean Jauhari melepaskan ciumannya dan menatap sang putri pujaan dengan sorot mata sejuta cinta dan kerinduan. Kimberly Phandana juga balas menatap sang pangeran tampan dengan sinar mata yang kurang lebih sama.
"Akhirnya kau sadar, Sayang… Akhirnya kau kembali, Sayang… Akhirnya kau balik lagi ke sampingku…" Air mata haru tak tertahan di pelupuk mata, jatuh bergulir bebas begitu saja.
Sean Jauhari merengkuh sang putri pujaan ke dalam pelukan hangatnya.
"Tentu saja aku akan kembali, Honey… Aku tak mungkin bisa meninggalkanmu lama-lama. Entah kenapa aku selalu saja ingin menoleh ke belakang padahal jalanku hanya ada satu terbentang lurus ke depan. Setiap kali melangkah, aku tak kuasa menahan keinginanku untuk terus menoleh ke belakang. Semakin sering aku menoleh ke belakang, suaramu yang memanggil namaku kian jelas terdengar. Dalam kondisi demikian, bagaimana mungkin aku bisa terus berjalan dan meninggalkanmu sendirian di belakang, iya kan?"
"Aku akan terus memanggil namamu. Akan kupanggil terus namamu berkali-kali sampai kau benaran kembali, Sayang. Tuhan telah mengabulkan doaku. Tuhan memberiku sebentuk kesempatan untuk membalas semua cinta dan pengorbananmu, Sayang…"
Air mata masih bergulir turun sedikit-sedikit dalam pelukan hangat sang pangeran tampan. Perlahan-lahan, sang pangeran tampan meraih dagu sang putri pujaan hati dan sedikit menaikkan wajah cantik jelita itu. Kini wajah cantik jelita itu berhadapan langsung dengan wajah tampan nirmala Sean Jauhari.
"Kau tadi mengatakan kau akan melakukan apa pun yang kuminta kan? Kau akan memberikan apa pun yang kuminta, iya kan? Pegang kata-katamu ya, Honey… Itu adalah janjimu padaku. Janji adalah utang…" Tampak Sean Jauhari menyeringai nakal.
Kimberly Phandana kini merebahkan dagunya ke bahu sang pangeran tampan. Perlahan-lahan air matanya telah pergi. Dia menyeka ekor matanya dan berusaha untuk tersenyum manis sekarang.
"Kenapa? Kau sudah tidak sabar ingin meminta hal itu dariku, Sayang…?" Terdengar Kimberly Phandana terkekeh kecil.
Sean Jauhari juga tergelak kecil. Dia meraih sang putri pujaan hati ke dalam pelukan kehangatannya.
"Apa kau siap?"
Kimberly Phandana sama sekali tidak menjawab. Dia hanya menganggukkan kepalanya dengan ringan masih sambil merebahkan dagunya ke bahu sang pangeran tampan. Rona merah mulai menyelangkupi kedua belahan pipinya.
"Sudah tidak sabar ingin cepat-cepat tamat SMA aku, Honey… Sehabis masa SMA ini, kita menikah saja…"
Sean Jauhari dan Kimberly Phandana meledak dalam tawa kebahagiaan mereka.
Sesekali akan terdengar tawa kebahagiaan Sean Jauhari dan Kimberly Phandana di dalam ruangan ICU. Sontak kedua suster jaga itu terbangun dari tidur mereka yang panjang. Terkejut karena baru saja bangun dan mereka telah melalaikan tugas mereka, cepat-cepat kedua suster jaga bergerak ke ranjang Sean Jauhari untuk mengecek apakah ia membutuhkan sesuatu atau tidak.
Akan tetapi, langkah-langkah mereka terhenti begitu saja tatkala mereka mendapati si pasien ganteng sudah sadar dan kini tengah bercengkerama manis nan romantis dengan sang putri pujaan hatinya.
Diam-diam kedua suster jaga tersebut beranjak mundur sembari bernapas lega. Untung saja si pasien sudah sadar. Untung saja tidak terjadi hal-hal yang tak diinginkan kepada si pasien ganteng sementara mereka berdua tertidur pulas pada saat jam kerja kemarin malam.
***
Mary Juniar baru saja hendak berangkat sekolah ketika dilihatnya ada tiga petugas polisi dan satu kepala mereka sedang berbicara dengan ibunya di ruang tamu. Dia terkesiap seketika. Kedua kakinya kontan kehilangan tenaga untuk melangkah. Dia mencari kekuatan berdiri dengan menyandarkan tubuhnya ke dinding.
Tidak! Mereka akan menangkapku! Mereka akan menangkapku! Mereka akan menjebloskan aku ke penjara! Hati nurani Mary Juniar mulai berteriak nyaring.
"Sampai sekarang pasangan suami istri Jauhari belum mencabut tuntutan mereka, Bu Liana. Mau tidak mau kami harus membawa Nona Mary Juniar ke kantor polisi dulu sampai pasangan suami istri Jauhari itu mencabut tuntutan mereka." Si kepala polisi juga merasa serba salah karena harus berhadapan dengan Liana Fransisca Sudiyanti, salah satu figur yang cukup berpengaruh dalam dunia bisnis.
Melihat putrinya sudah muncul di ruang tamu, Liana Fransisca berdiri dari duduknya dan kontan menghampiri sang putri.
"Lihatlah apa yang sudah kaulakukan ini! Merepotkan saja!" bisik si ibu kepada si anak perempuan.
"Seharusnya tidak ada bukti yang bisa memberatkanku, Ibu…" desis Mary Juniar lirih.
"Polisi sudah menemukan bukti transfer dari rekeningmu ke rekening si pembunuh bayaran yang kini masih menjadi buronan polisi itu, Mary Juniar! Kau mencari seorang pembunuh bayaran yang masih menjadi buronan polisi!" kata Liana Fransisca dengan nada yang cukup tinggi, tapi dengan volume yang masih selembut mungkin.
Mata Mary Juniar kontan membesar. Dia sungguh tidak menyangka polisi akan menyelidiki sampai ke rekening bank.
"Jadi… Jadi… Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang, Ibu? Tidak bisakah orang tua Sean Jauhari itu mencabut tuntutan mereka? Seharusnya Sean Jauhari tidak kenapa-kenapa bukan?" Mary Juniar mulai terlihat memelas.
"Kemarin malam informasi yang kuperoleh adalah Sean Jauhari masih berada di kamar bedah berjuang antara hidup dan mati. Entah dengan pagi ini..."
Mary Juniar mati kutu lagi. Dia benaran tidak tahu mesti berbuat apa lagi. Kali ini kemungkinan besar dia akan ditahan di kantor polisi.
"Aku tidak mau masuk penjara, Bu! Aku tidak mau masuk penjara!" Terdengar Mary Juniar sedikit merengek.
"Aku akan telepon ke rumah sakit dulu menanyakan kabar Sean Jauhari. Seandainya saja dia sudah sadar dan sudah baikan, kemungkinan aku bisa bernegosiasi dengan kedua orang tuanya sehingga kau tidak perlu ikut Bapak-bapak ini ke kantor polisi!"