"Bahkan dalam luka-luka bakar yang belum sepenuhnya sembuh ini, kau masih memiliki libido untuk hal itu, Sayang?" Kedua mata Natsumi Kyoko sedikit membesar.
Maxy Junior tergelak sejenak.
"Justru dalam keadaan setengah telanjang begini, akan lebih seru dan menggairahkan…" bisik Maxy Junior di telinga sang bidadari cantik.
Kedua belahan pipi dan telinga Natsumi Kyoko kontan merona merah. Dia hanya sedikit menundukkan kepalanya dan tidak berani menatap mata sang pangeran tampan terlalu lama.
"Aku hanya bercanda, Periku…" Kembali Maxy Junior tergelak kecil.
"Apakah… Apakah… Apakah…" Sungguh Natsumi Kyoko merasa malu untuk mengajukan pertanyaan tersebut. Akan tetapi, apabila tidak ditanyakan, dia sendiri merasa penasaran setengah mati.
"Tanyakan saja, Periku… Kalau aku tahu jawabannya, aku akan memberitahumu. Aku akan memberimu pencerahan apa pun yang kauinginkan."
"Apakah… Apakah ketika kita menikah nanti, kau bisa terangsang lebih dari sekali dalam sehari?" Rona merah semakin jelas pada wajah sang bidadari cantik dan ia kembali membuang pandangannya ke arah lain.
Maxy Junior kembali meledak dalam tawa gelinya.
"Tentu saja… Aku bisa memintanya tujuh hingga delapan kali darimu nanti. Itulah salah satu yang harus kaubiasakan setelah kita menikah nanti, Periku…" Tangan sang pangeran tampan terangkat dan membelai-belai rambut dan wajah Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko langsung menutup wajahnya dengan kedua tangannya.
"Dengan begitu kita akan punya banyak anak dong…"
"Tentu saja… Aku sanggup membesarkan mereka semua. Aku ingin kau melahirkan banyak anak untuk keluarga kecil kita nanti…" Kembali Maxy Junior terkekeh kecil.
Natsumi Kyoko membenamkan dirinya ke dalam pelukan sang pangeran tampan. Entah kenapa dia merasakan semacam kehangatan yang benar-benar lain dari yang lain, yang sungguh membuatnya terlena dalam belaian surgawi, yang sungguh tidak pernah dirasakannya selama ini. Dia ingin merasakan kehangatan tersebut lagi dan lagi.
Natsumi Kyoko sedikit menarik tangan sang pangeran tampan supaya sang pangeran tampan bisa lebih erat lagi memeluknya.
"Jangan terlalu dekat, Periku… Jangan salahkan aku ya seandainya nanti benaran terjadi apa-apa di antara kita…" kata Maxy Junior masih berusaha menggoda sang bidadari cantiknya walau dia sudah mengantuk berat malam itu.
Natsumi Kyoko terkekeh kecil. Dalam hati, ia tahu Maxy Junior takkan melakukannya padanya malam ini. Namun, seandainya Maxy Junior tidak bisa menahan diri lagi, ia pun pasrah dan siap menjadi milik lelaki itu, lelaki yang bahkan siap mempertaruhkan dan mengorbankan nyawanya sekalipun dalam menyelamatkannya.
Natsumi Kyoko berbalik badan sejenak dan kini ia berhadap-hadapan dengan sang pangeran tampan yang mulai terlelap dengan napasnya yang lembut nan teratur. Jari-jemari naik dan mulai menyentuh satu per satu bagian-bagian wajah yang terpampang di depannya.
Oh… Kenapa Tuhan mesti sekali menciptakan makhluk yang sesempurna ini dan tiada cacat seperti ini? Sosok sesempurna ini biasanya hanya ada dalam cerita dongeng. Kali ini melihat sosok yang biasanya hanya ada dalam dongeng muncul begitu saja di depan mata, rasa-rasanya juga tertarik ke dalam dunia dongeng. Rasa-rasanya sungguh tidak nyata dan sulit dipercayai. Aku jadi penasaran bagaimana rupa wajah dan perawakan fisik ini lima puluh tahun yang akan datang. Jangan bilang pula wajah dan perawakan fisik ini tetap akan sama lima puluh atau bahkan enam puluh tahun ke depan. Oh, Tuhan… Engkau telah mempermainkan perasaan hati anak-anak perempuan di dunia ini dengan menciptakan kesempurnaan yang seperti ini.
Natsumi Kyoko berbalik badan lagi. Ia menenggelamkan diri ke dalam pelukan sang pangeran tampan. Terasa napas sang pangeran tampan yang lembut nan teratur pada tengkuk belakangnya. Lama kelamaan, Natsumi Kyoko juga tenggelam ke alam tidurnya yang nyenyak.
Segalanya menjadi begitu tenang, begitu damai, begitu nyenyat, begitu membuai.
***
Pukul enam pagi akhirnya Sean Jauhari mulai membuka kedua matanya. Dia mulai merangkup kembali alam pikiran dan kesadarannya. Dia bisa mengingat hal terakhir yang terekam ke dalam kesadarannya. Dirinya tertimpa lampu hias kristal berat itu begitu ia mendorong sang putri pujaan hati. Sekujur tubuhnya remuk redam dengan rasa nyeri dan rasa sakit yang tak terdeskripsikan lagi. Tapi kini rasanya aneh… Kenapa dia merasa tubuhnya menjadi ringan, begitu tenang dan sama sekali tidak terasa sakit dan nyeri apa pun lagi? Apakah dia sudah mati?
Sean Jauhari menaikkan kepalanya sejenak dan celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan. Dia mendapati dirinya masih berada dalam sebuah ruangan ICU di sebuah rumah sakit. Berarti seharusnya dia masih hidup. Juga terasa olehnya sang putri pujaan hati terlelap di sampingnya sambil menggenggam erat sebelah tangannya. Berarti seharusnya dia masih ada di dunia manusia, bukan di dunia akhirat.
Sean Jauhari mencoba menggoyang-goyangkan kedua kakinya. Kedua kakinya bisa bergerak normal seperti biasa. Dia mencoba menggerakkan lagi tangannya yang tidak berada dalam genggaman tangan sang putri pujaan hati. Tangan itu juga bisa bergerak sempurna seperti biasanya. Dia sekarang mencoba sedikit menggerakkan tangan yang satunya lagi, yang berada dalam genggaman tangan sang putri pujaan hati. Karena gerakannya terlalu bertenaga, sontak itu membangunkan sang putri pujaan hati dari tidurnya seketika. Sean Jauhari berpura-pura tidak sadarkan diri kembali.
Kimberly Phandana tersentak kaget karena jelas-jelas tadi dia merasakan tangan sang pangeran tampan yang ada dalam genggaman tangannya tiba-tiba saja bergerak. Namun, begitu dia membuka mata disadarinya itu mungkin hanya halusinasinya. Menunggu dan menunggu, ternyata tubuh sang pangeran tampan sama sekali tidak bergeming. Ranai air mata kembali terbit di pelupuk mata sang putri pujaan hati.
Kimberly Phandana kembali meraih tangan sang pangeran tampan dan mengelus-eluskannya ke wajahnya yang kini sudah kembali basah oleh air mata.
"Bangunlah, Sayang… Cepatlah sadar… Setelah kau sadar nanti, apa pun yang kauminta akan kulakukan untukmu. Apa pun yang kauminta akan kuberikan padamu…" Terdengar isakan tangis lemah lembut Kimberly Phandana.
Tentu saja hati Sean Jauhari kontan bersorak dalam keheningan. Timbul bebungaan surgawi yang mulai bermekaran nan berselarak di padang sanubari Sean Jauhari. Kini kontan hilang sudah semua rasa sakit dan nyeri tak terperikan yang dirasakannya ketika lampu hias kristal berat itu jatuh menimpa dirinya. Semua rasa sakit dan nyeri terhapus lenyap begitu saja ketika terdengar olehnya sang putri pujaan hati menyerahkan diri dengan pasrah hanya supaya ia bisa pulih seperti sedia kala.