Dalam waktu lima belas menit, Maxy Junior dan Sean Jauhari diturunkan ke rumah sakit dan langsung dimasukkan ke dalam UGD. Natsumi Kyoko dan Kimberly Phandana hanya bisa berdiri di samping ranjang kedua pangeran mereka, dengan sisa-sisa air mata yang menggenang di pelupuk mata, dengan sisa-sisa kepanikan yang masih menggeligit padang sanubari hati.
"Apa yang terjadi, Kimberly? Apa yang terjadi dengan anakku?" tanya Nyonya Irawaty Jauhari yang berlari-lari dengan panik masuk ke dalam ruangan UGD. Dia menahan napas dengan kedua tangan yang menutup mulutnya begitu menyaksikan kondisi anak laki-laki satu-satunya menderita luka bakar parah di seluruh punggung, dada, perut, bahkan sampai kedua tangan dan kedua kakinya.
Mau tidak mau, dengan berlinang air mata, Kimberly Phandana melantunkan sepenggal cerita mengenai apa yang baru saja terjadi di gedung auditorium. Tidak tahan dengan kejadian mengerikan yang baru saja menimpa anak laki-laki satu-satunya, Nyonya Irawaty Jauhari langsung melemas dalam pelukan Bapak Thomas Hafiz Jauhari, sang suami.
"Ada yang sengaja mengakal-akali lampu hias kristal besar itu untuk mencelakakanmu dan temanmu itu, Kimberly. Aku akan menyuruh beberapa teknisiku untuk mengecek apa sebenarnya yang terjadi pada lampu hias kristal besar itu," ujar Bapak Thomas Hafiz.
Kimberly Phandana dan Natsumi Kyoko hanya diam menunduk dan masih sedikit terisak.
"Apa kata si kepala sekolah kalian itu?" tanya Bapak Thomas Hafiz lagi, kini kepada Saddam Demetrio dan Thobie Chiawan yang juga baru tiba di rumah sakit dan menghampiri mereka.
"Kepala Sekolah, bersama-sama dengan dua teman kami, sudah menjelaskan duduk perkaranya kepada polisi yang tadi datang ke auditorium sekolah." Thobie Chiawan memberi sedikit penjelasan.
Bapak Thomas Hafiz mengangguk dengan raut wajah tanpa senyum. Terus terang saja, dia takkan bisa memaafkan siapa pun yang telah berbuat sedemikian keji kepada anak lelakinya satu-satunya.
Untuk sementara Nyonya Irawaty beristirahat di luar ruangan UGD, ditemani oleh Kimberly Phandana, calon menantunya. Sang suami masih berada di dalam bersama-sama dengan anaknya yang kini masih terbaring tidak sadarkan diri dengan luka bakar parah hampir di sekujur tubuhnya.
"Kalau tidak salah ini kan Maxy Junior Tanuwira, benar kan?" tunjuk Pak Thomas Hafiz ke diri Maxy Junior yang juga masih terbaring kaku tidak sadarkan diri. Natsumi Kyoko, Saddam Demetrio dan Thobie Chiawan mengangguk mengiyakan.
"Dia anak sulung dari Liana Fransisca Sudiyanti itu, salah satu jajaran pemegang saham terbesar di Newton Era. Apakah dia sudah tahu apa yang terjadi dengan anaknya?" tanya Pak Thomas Hafiz lagi.
"Tadi kami sudah menghubungi asisten pribadinya," jawab Saddam Demetrio. Memang susah untuk bisa bicara langsung dengan ibu Maxy Junior. Tadi di jalan ia hanya sempat berbicara dengan asisten pribadinya.
Dokter jaga dan suster jaga selesai melakukan pemeriksaan terhadap kondisi Sean Jauhari.
"Anda adalah bapak dari Tuan Sean Jauhari?" tanya si dokter jaga.
"Iya… Bagaimana dengan kondisi anak saya, Dok?"
"Kami akan melakukan pembedahan kepala dan saraf tulang belakangnya, Pak. Kemungkinan ada pengentalan darah di otak dan saraf-saraf tulang belakangnya."
Pak Thomas Hafiz hanya bisa mendengarkan keterangan dari dokter jaga dengan napas tertahan. Namun, karena dia adalah laki-laki dan dialah sang kepala keluarga, dia masih bisa berpikir dengan jernih dan masih bisa menyelesaikan masalah dengan kepala dingin.
"Oke… Lakukan yang terbaik untuk menyembuhkan anak saya, Dok…" tukas Pak Thomas Hafiz lirih.
Dengan sigap, dokter dan suster jaga mempersiapkan segala sesuatunya di kamar bedah. Dalam waktu lima belas menit, ranjang tempat Sean Jauhari terbaring kaku tidak sadarkan diri sudah didorong keluar dari UGD, dan bergerak lurus ke ruang operasi.
"Apa yang terjadi dengan Sean, Sayang?" tanya Nyonya Irawaty langsung panik dan cemas.
"Sean akan dioperasi, Irawaty Sayangku… Kata dokter kemungkinan ada pengentalan darah di otak dan saraf-saraf tulang belakangnya." Pak Thomas Hafiz berterus terang kepada istri dan calon menantunya.
Kimberly Phandana sungguh terlempai pasrah dan tak kuasa menahan derasnya air mata yang bergulir turun. Sepanjang perjalanan ke kamar bedah, Kimberly Phandana hanya bisa terus memegangi tangan kiri sang pangeran tampan dan terus membisikkan kata-kata dorongan semangat di samping telinganya.
"Kau harus sembuh dan sadar, Sayang… Kau harus sadar, melihatku, dan berbicara denganku lagi. Setelah kau sadar dan sembuh nanti, apa pun yang kauminta akan kulakukan untukmu. Apa pun yang kauminta akan kuberikan kepadamu," bisik Kimberly Phandana sambil terus membiarkan butiran demi butiran air menetes jatuh tak tertahan.
Akhirnya mereka dipisahkan oleh pintu kamar bedah. Kedua suami istri Jauhari, dan sang calon menantu menunggu di luar kamar bedah, dengan sejuta kebingungan yang menyelisir di pesisir pantai sanubari hati, dengan langking kesedihan yang telah memperai hati nurani, dengan sekelumit awan gelap yang telah berarak di atas alam pikiran ketiganya.
Detik demi detik berlalu… Kini terlihat sekujur tubuh Maxy Junior sudah diolesi krim obat untuk mempercepat penyembuhan luka bakar. Terlihat sebagian besar tubuhnya dibalut dengan perban. Natsumi Kyoko duduk di samping ranjang sang pangeran pujaan. Tangannya menggenggam erat salah satu tangan sang pangeran tampan sambil terus berdoa dalam hati semoga sang pangeran tampan bisa cepat sadar.
Perlahan-lahan, Maxy Junior mulai menggerakkan jari-jemarinya yang sejak tadi terus digenggam oleh sang Cinderella pujaan hati. Walau pergerakannya kecil, tetap saja Natsumi Kyoko masih bisa merasakan pergerakan tersebut. Serta-merta Natsumi Kyoko terhenyak kaget sesaat dan segera tersadarkan dari lamunan panjangnya.
Natsumi Kyoko menunggu dan menunggu lagi. Mana tahu tadi hanyalah halusinasinya. Namun, lindap penantian telah menuai setitik harapan buatnya. Detik-detik kemudian, jari-jemari Maxy Junior yang berada dalam genggaman tangannya kembali bergerak. Kali ini pergerakannya lebih cepat dan bertenaga.
"Maxy… Maxy… Maxy Junior Sayang… Bangunlah, Sayang… Lihat aku… Ini aku, perimu…" Keriap harapan menggeligit kuncup batin Natsumi Kyoko.
Seolah-olah baru terbangun dari tidurnya yang panjang, Maxy Junior perlahan-lahan membuka mata dan menyadari dirinya kini sudah berada di rumah sakit. Dia memandang ke sekeliling dan akhirnya sorot matanya menangkap seraut wajah cantik yang selama ini selalu menjadi tumpuan hatinya, selalu menjadi sandaran hatinya.
"Aku ada di mana, Periku?"
"Kau sudah di rumah sakit, Sayang… Kau pingsan tadi. Lampu hias kristal besar itu jatuh menimpa dirimu dan juga terjadi korsleting. Aku takut sekali, Sayang… Aku takut kehilangan dirimu. Aku takut kau akan pergi begitu saja dan takkan kembali lagi." Tangisan Natsumi Kyoko bertumpah ruah di atas pelukan sang pangeran tampan.
Maxy Junior tersenyum lemah. Tangan terangkat lemah dan membelai-belai kepala sang bidadari cantik dengan penuh cinta dan kasih sayang.
"Aku akan memanggil dokter dan teman-temanmu dulu, Sayang…" Perlahan-lahan sang bidadari cantik bangkit dari dalam pelukan sang pangeran tampan dan menyeka ekor matanya yang masih berair. Sang pangeran tampan hanya mengangguk lemah.