"Maxy Junior!"
"Sean!"
Terdengar teriakan nyaring nan melengking tinggi dari kedua Cinderella menyaksikan dengan mata bulat-bulat tubuh kedua pangeran mereka tertimpa lampu hias kristal besar ratusan kilo dan juga tersengat listrik bertegangan tinggi. Dalam sekejap, seluruh listrik di auditorium padam total. Kepanikan mulai menjalar ke seisi auditorium.
Tentu saja Mary Juniar dan Wilona Jeanette terhenyak dan terkejut bukan main. Tidak disangka rencana mereka tadi justru kini telah menyakiti dan mengancam nyawa kedua laki-laki yang begitu mereka sayangi, begitu mereka cintai selama ini. Dunia latar belakang keduanya bagai tersambar halilintar di siang bolong, mengoyak keheningan, melemparkan dan mencampakkan puing-puing keterkejutan hati.
"Kak Natsumi…" Ciciyo Suzuki hendak berlari menghampiri kakak perempuannya ketika tangannya dicegat oleh Shunsuke Suzuki.
"Jangan ke sana, Ciciyo! Berbahaya! Banyak yang berlarian ke sana ke sini! Nanti kau tidak bisa keluar dari kerumunan tersebut!" tukas Shunsuke Suzuki dengan wajah tegang.
"Tapi Kak Natsumi dia…"
"Aku yakin dia akan baik-baik saja, Ciciyo… Maxy Junior sudah melindungi dan menolongnya tadi. Sekarang justru Maxy Junior yang berada dalam bahaya. Jangan mendekat dulu ke sana. Biarkan situasi aman dan terkendali dulu…" ujar Shunsuke Suzuki merengkuh adik sepupunya ke dalam dekapannya.
Kemuncak sedih dan panik Natsumi dan Kimberly terjadi tatkala kepala sekolah memerintahkan lampu hias kristal besar yang menimpa kedua murid kesayangannya itu diangkat dengan menggunakan sebuah alat berat yang dikeluarkan dari gudang bangunan sekolah. Tampak kini bagian punggung kedua pangeran menderita luka bakar delapan puluh persen. Kedua pangeran tampan kini tertelungkup lemas nan tidak bergeming sama sekali dengan kedua mata yang terpejam erat. Baju bagian punggung hangus total dan terlihatlah kulit punggung keduanya yang menderita luka bakar berat.
"Aku akan memanggil ambulans!" teriak Thobie Chiawan menaikkan nada suaranya, dan segera mengeluarkan telepon genggam dari saku jasnya.
"Amankan Wilona Jeanette Liangdy sekarang juga! Dia tadi dengan sengaja menyandung kaki si pelayan itu!" teriak Verek Felix langsung menuding si Wilona Jeanette yang masih berdiri di tempat yang sama. Tentu saja Wilona Jeanette yang dituding seperti itu, kontan panik dan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan cepat.
"Tidak! Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak tahu apa-apa!" teriak Wilona Jeanette ketika dua petugas sekuriti berjalan ke arahnya dan menyergap tangan kanan dan kirinya.
"Apa benar dia yang menyandung kaki si pelayan yang jatuh tadi?" Si kepala sekolah sedikit mengernyitkan dahinya.
"Aku sempat mengambil videonya tadi…" Verek Felix memperlihatkan video dalam kameranya kepada si kepala sekolah. Si kepala sekolah kini mendelik tajam kepada Wilona Jeanette yang sudah bergelugut hebat.
"Bawa dia ke kantor kalian dulu! Amankan dulu dia di sana sampai Maxy Junior dan Sean Jauhari kita bawa ke rumah sakit!" perintah si kepala sekolah.
"Aku tidak tahu apa-apa, Pak! Aku tidak tahu apa-apa! Aku tidak bersalah, Pak!" Terdengar teriakan Wilona Jeanette yang semakin memudar nan menjauh ketika dirinya diseret keluar oleh dua petugas sekuriti. Dia berpapasan dengan Mary Juniar yang masih berdiri di tempatnya dan kini memandanginya dengan sinar mata penuh ketakutan.
"Kau akan merasakan pembalasanku, Mary Juniar! Kau telah berani mengambinghitamkan aku! Kau takkan lolos begitu saja dari permasalahan ini! Kau akan kuseret juga ke dalam permasalahan ini jikalau seandainya terjadi apa-apa padaku!" Wilona Jeanette berteriak seperti orang gila ketika kedua petugas sekuriti itu terus menyeretnya keluar dari gedung auditorium.
Mary Juniar juga bergelugut hebat. Dia sungguh tidak menyangka rencananya akan berbalik arah dan justru mencelakakan laki-laki yang ia cintai dan ia sayangi selama ini. Dia menutup kedua telinganya dengan panik. Dengan tergopoh-gopoh, ia segera angkat kaki dari gedung auditorium tersebut.
Tampak si empat sekawan saling bertukar pandang sesaat.
"Sepertinya dalang dari semua ini bukan si Wilona Jeanette itu…" ujar Thobie Chiawan.
"Iya… Bisa jadi dia hanyalah pion yang disuruh untuk melakukan suatu tugas…" sahut Saddam Demetrio.
"Aku curiga dalang dari semua ini adalah si Mary Juniar itu…" tukas Rodrigo Wisanto dengan kerutan dalam di dahinya.
"Itu akan kita selidiki nanti. Yang penting kita bawa dulu Maxy Junior dan Sean ke rumah sakit. Lima menit lagi ambulans akan tiba," cetus Verek Felix dengan mimik wajah masih diliputi oleh kekhawatiran dan kepanikan.
"Bertahanlah, Sean…" bisik Kimberly Phandana dengan rinai air mata yang bergulir deras.
"Bertahanlah, Maxy Junior… Ambulans akan segera tiba…" bisik Natsumi Kyoko dengan rinai air mata yang terus berjatuhan nan tak tertahan.
Terlihat dua Cinderella kini merengkuh dan merebahkan tubuh kedua pangeran tampan ke atas pangkuan lutut mereka. Terasa punggung kedua pangeran tampan yang masih panas. Tangan membelai-belai wajah tampan yang kini terlelap dalam tidur mereka yang panjang, wajah tampan dengan kedua mata mereka yang terpejam erat, wajah tampan yang kini sama sekali tidak bergeming dan tidak bereaksi.
Hati kedua Cinderella sungguh menghimpun lara, di kemuncak kesedihan dan ketidakberdayaan mereka. Resah gelisah dan gundah gulana mulai mengeriap dan menggelimuni kuncup hati kedua Cinderella.
Kepanikan masih menjalar di dalam gedung auditorium tersebut. Tampak kepala sekolah, beberapa staff sekolah dan beberapa guru mengatur para pekerja dan petugas-petugas sekuriti untuk segera membereskan sisa-sisa kekacauan yang terjadi.
Ambulans dan polisi tiba di gedung auditorium tersebut lima menit kemudian. Dengan sigap, Maxy Junior dan Sean Jauhari dinaikkan ke mobil ambulans. Sebagai satu-satunya orang-orang dekat mereka pada saat itu, Natsumi Kyoko dan Kimberly Phandana juga ikut naik ke mobil ambulans.
"Aku akan menyusul ke rumah sakit sebentar lagi… Aku akan melayani segala pertanyaan dari beberapa polisi ini dulu," kata Verek Felix kepada ketiga temannya.
"Aku akan menemanimu," tukas Rodrigo Wisanto. Thobie Chiawan dan Saddam Demetrio menganggukkan kepala mereka. Mereka berdualah yang akan lebih dulu ke rumah sakit.
Si empat sekawan membagi kerja tim mereka ke dalam dua tim. Tim pertama – Verek Felix dan Rodrigo Wisanto – akan melayani beberapa pertanyaan polisi dulu. Sementara tim kedua – Thobie Chiawan dan Saddam Demetrio – akan pergi ke rumah sakit.