"Mana Natsumi? Kenapa sampai jam sebelas lewat begini, dia masih belum ke sini?" Kimberly Phandana menjulurkan kepalanya ke dalam ruangan penyimpanan hadiah dan ia mendapati Ronny Alwi Emery dan Frebelyn Meyrita Jaya yang mulai sibuk mengelompokkan hadiah-hadiah untuk kelima pangeran.
Tampak hadiah-hadiah mulai berdatangan. Kebanyakan anak perempuan memberikan bunga mawar merah kepada lima pangeran. Hanya beberapa anak perempuan yang benar-benar mengagumi kelima pangeran yang memberikan hadiah-hadiah yang dibungkus dalam kertas kado, seperti yang diberikan oleh Kimberly Phandana.
"Belum kelihatan tuh…" jawab Frebelyn Meyrita Jaya. Dia terlihat sibuk berkutat dengan pekerjaannya.
Kimberly Phandana menyerahkan hadiahnya kepada Ronny Alwi Emery dan Frebelyn Meyrita Jaya seraya mengulum senyumannya.
"Untuk siapa hadiah ini?" tanya Ronny Alwi Emery menggoda temannya di OSIS itu.
"Sudah tahu tanya lagi…" Kimberly Phandana tersipu malu sesaat.
Dengan sambil mengernyitkan dahi dan mendengus ringan, Frebelyn Meyrita Jaya merebut hadiah Kimberly itu dari tangan Ronny Alwi Emery dan kemudian meletakkannya ke tumpukan hadiah yang akan diberikan kepada Sean Jauhari nanti.
Kimberly tentu saja melihat kejadian itu. Dia sedikit menghela napas panjang. Sebenarnya dia sedikit banyak ingin membantu hubungan antara Ronny dan Frebelyn. Namun, Frebelyn selama ini terus menolak membicarakan mengenai hubungannya dengan Ronny. Kimberly hanya mengiyakan dan tidak ingin mendesak sahabatnya itu lebih lanjut.
Ronny Alwi Emery diam saja. Dia meneruskan pekerjaannya lagi, mengelompokkan hadiah-hadiah yang akan diberikan kepada kelima pangeran White Day.
Kimberly Phandana keluar sejenak dari ruangan penyimpanan hadiah. Dia celingak-celinguk ke kiri dan ke kanan, tetapi dia tetap tidak melihat batang hidung Natsumi Kyoko di sekitar ruangan penyimpanan hadiah, di ruangan auditorium dan sekitarnya. Kimberly Phandana memutuskan untuk masuk ke dalam auditorium. Jelas di dalam sana hanya terdapat sekumpulan penari, penyanyi, dan para pemain drama yang masih geladi resik dan menyesuaikan posisi mereka masing-masing di atas panggung. Oleh sebab itu, Kimberly Phandana mengeluarkan ponselnya dan mengetikkan,
Natsumi… Hadiah yang mau dikorbankan itu sudah aku serahkan kepada Ronny dan Frebelyn di ruangan penyimpanan hadiah ya… Kau lagi di mana?
Pesan teks itu terkirim ke ponsel Natsumi. Ditunggu dan ditunggu – lima menit pun berlalu – Natsumi Kyoko masih belum membaca pesan teks tersebut.
Mendadak saja sepasang tangan kekar memeluk Kimberly Phandana dari belakang.
"Kau mau tes gaun Cinderella-nya sekarang, Honey?" tanya Sean Jauhari dengan lembut di belakang telinga Kimberly Phandana. Senyuman merekah di sudut bibir Kimberly Phandana.
"Nanti ya, Sayang… Aku lagi menunggu Natsumi nih…" Dengan lembut, jari-jemari Kimberly Phandana mengusap jari-jemari sang pangeran tampan yang masih melingkar di pinggang dan perutnya.
"Kalian ada janji apa memangnya?" tanya Sean Jauhari santai nan lemah lembut, masih dengan posisinya yang memeluk sang kekasih pujaan hati dari belakang. Dia sedikit menundukkan kepalanya dan merebahkan dagunya pada bahu sang kekasih pujaan.
"Tadi kami ada janjian jam istirahat kedua ini mau sama-sama menyerahkan hadiah kami kepada Ronny dan Frebelyn. Kenapa sampai detik ini dia kok belum muncul ya?" Kimberly Phandana mulai terlihat mengernyitkan dahinya.
Sean Jauhari juga tampak mulai mengerutkan dahinya. "Sudah kautelepon atau kau-chat dia, Honey?"
"Tadi aku sudah chat dia. Dia baca saja nggak… Coba nih kutelepon dulu…" kata Kimberly Phandana mulai menelepon Natsumi Kyoko.
Detik demi detik berlalu. Natsumi Kyoko sama sekali tidak menjawab panggilan.
"Tidak biasanya Natsumi Kyoko akan menghilang seperti ini tanpa kabar. Apakah telah terjadi sesuatu?" Sean Jauhari mengerutkan dahinya. Namun, posisinya masih dalam memeluk sang kekasih pujaan dari belakang.
"Aku jadi curiga… Jangan-jangan telah terjadi sesuatu, Sayang…"
Sean Jauhari hanya terdiam. Dia terlihat sedikit menaikkan alisnya.
"Tadi waktu jam istirahat pertama ketika kami sama-sama membungkus hadiah kami, dia sempat mengatakan bahwa Mary Juniar terus menguntitnya. Sepertinya si Mary Juniar ini masih belum rela abang angkatnya jadian dengan Natsumi," tutur Kimberly Phandana dengan wajah tegang.
"Oh, si Mary Juniar itu… Kok dia tidak bisa merelakan apa yang seharusnya bukan miliknya sih?" Sean Jauhari sedikit memasang muka masam.
"Aku jadi khawatir pada Natsumi, Sayang… Bagaimana kalau kita mencarinya sebentar?" usul Kimberly Phandana kepada sang pangeran tampan.
Sean Jauhari mengangguk menyetujui. Kimberly Phandana menarik lembut tangan sang pangeran tampan dan mereka bergerak keluar dari ruangan auditorium.
Wilona Jeanette Liangdy terus memperhatikan adegan kemesraan antara Sean Jauhari dan Kimberly Phandana dengan mata yang panas nan menyala-nyala, memancarkan jutaan amarah dan dendam.
Oh, Sean… Apa kekuranganku sehingga kau lebih memilih si Kimberly Phandana itu daripada aku? Apa aku tidak cukup istimewa bagimu sehingga kau bisa menelantarkan aku dan begitu tergila-gila pada si Kimberly Phandana itu? Apa kekuranganku sehingga kau lebih memilih bersama-sama dengan seorang cewek yang berada pada level di bawahku? Terdengar batin Wilona Jeanette Liangdy yang membelungsing.