Rona merah masih terbit di wajah cantik Kimberly Phandana tatkala dia menceritakan ulang kejutan ulang tahun dari sang pangeran tampan.
"Tentu saja kau bahagia… Sean adalah lelaki yang romantis, penuh tanggung jawab, tampan, cerdas, hampir tanpa cela… Dan yang penting adalah dia memiliki sebentuk perasaan yang tulus kepadamu, Kimberly. Kau harus menjaga dan mencintainya baik-baik."
"Dan sejak kejutan ulang tahun itu, aku memberanikan diri berdoa hampir setiap malam bahwa suatu hari nanti aku bisa memiliki Sean. Dan akhirnya Tuhan mengabulkan doaku, Natsumi. Aku bahagia sekali…"
"Apa sih yang sedang kalian bicarakan?" Mendadak terdengar suara Maxy Junior dan Sean Jauhari secara serempak di belakang kedua gadis muda itu. Tentu saja Natsumi Kyoko dan Kimberly Phandana terperanjat kaget bukan main. Entah sejak kapan kedua pangeran mereka sudah berdiri di belakang. Apakah kedua pangeran tampan juga telah mendengar percakapan mereka tadi?
"Sejak kapan kalian ada di belakang kami?" tanya Kimberly Phandana sedikit gelagapan.
Natsumi Kyoko menelan ludah ke kerongkongannya yang serasa tercekat. "Kalian sungguh mengagetkan kami."
Maxy Junior melingkarkan lengannya sampai ke bahu sang bidadari cantiknya. Sean Jauhari langsung menggandeng tangan kekasih pujaan hati. Kedua pasangan tersebut berpisah dan berjalan di jalur mereka masing-masing.
"Nenekku menyukaimu, Kimberly Honey…" bisik Sean Jauhari dengan sebersit senyuman cerah yang merekah menghiasi wajahnya yang tampan maksimal.
"Benarkah?" Senyuman mulai terbit dan juga merekah menghiasi wajah Kimberly Phandana yang cantik jelita.
"Percaya tidak percaya… Sejak aku kecil sampai sekarang, nenekku memang memiliki semacam kemampuan bisa meramal seseorang hanya dengan memperhatikan gerak-gerik dan perawakan fisik orang tersebut."
"Hah?" Kedua alis Kimberly Phandana sedikit terangkat – terkejut nan terpelongo heran.
"Dia bilang kau dan aku bisa bersama dalam kebahagiaan pada akhirnya nanti. Hanya saja, sebelum pernikahan kita, akan ada sedikit halangan. Kita hanya akan bisa mengatasi halangan tersebut dengan syarat kita kompak, rajin komunikasi, dan saling mempercayai."
"Hah? Pernikahan?" Kimberly Phandana semakin terpelongo heran. Namun, di sisi lain padang sanubarinya mulai tumbuh benih-benih kebahagiaan.
"Iya… Pernikahan… Kenapa memangnya? Kau tidak ingin menikah denganku selepas kita tamat SMA ini nanti?" Sean Jauhari tampak sedikit cemberut sekarang.
"Iya… Terserah padamu saja, Sayang…" jawab Kimberly Phandana cepat. Tiba-tiba Kimberly Phandana menyadari apa yang barusan ia katakan. Ia terjengat sejenak. Ya Tuhan…! Oh, Kimberly… Jawaban apa yang barusan kauberikan kepada pangeran kesayanganmu ini?
Senyuman cerah merekah kembali di wajah Sean Jauhari. "Tentu saja kau akan menikah denganku cepat atau lambat, Sayang. Hanya saja, rencanaku jika kau memang… memang… memang belum siap, aku takkan memaksakan hal tersebut kepadamu. Kita bisa terus melanjutkan kuliah kita sambil perlahan-lahan saling melengkapi dalam kehidupan pernikahan kita. Kau tidak keberatan bukan?"
Dengan rona merah bak kepiting rebus, Kimberly Phandana hanya bisa menggeleng lembut sembari tersipu malu.
Sean Jauhari terus menggandeng tangan sang kekasih pujaan hati, terus berjalan mengantarkan sang kekasih ke kelasnya.
"Hanya saja, aku sedikit cemas dengan halangan yang diramalkan oleh nenekku tempo hari. Aku jadi sedikit gelisah begitu memikirkan hal itu. Ayah sih bilang itu hanya ramalan. Ketika dulu ia hendak menikahi Ibu, nenekku juga pernah meramalkan akan ada sedikit halangan di antara mereka. Nyatanya, Ayah dan Ibu menikah dengan lancar dan kehidupan pernikahan mereka lancar jaya sampai sekarang."
Sean Jauhari sedikit menghembuskan napas panjang.
"Aku cenderung setuju dengan perkataan ayahmu, Sean. Itu hanya sebuah ramalan… Harus kita waspadai saja…" desis Kimberly Phandana dengan sebersit senyuman lemah lembut.
"Iya sih… Tapi fifty-fifty kan? Bisa saja nggak terjadi apa-apa, dan bisa saja halangan tersebut benaran muncul. Oh, Kimberly Sayang… Jelas aku takkan berdiam diri begitu saja apabila ada laki-laki lain yang hendak merebutmu dan menjauhkanmu dariku. Jika seandainya halangan yang diramalkan oleh nenekku itu adalah hal ini, aku terpaksa… dengan sangat terpaksa… dengan sangat terpaksa…"
"Terpaksa apa?" Kimberly Phandana sekonyong-konyong merasa deg-degan.
"Terpaksa aku akan mengikuti kata-kata Maxy Junior…" kata Sean Jauhari dengan sebersit seringai penuh arti menghiasi wajah tampannya. Dia sedikit mendekatkan wajah tampannya ke wajah sang kekasih pujaan hati sekarang.
"Hah? Memangnya Maxy Junior pernah bilang apa kepadamu?" Kimberly Phandana merasa semakin deg-degan.
"Ketika ayahku menikahi ibuku, ibuku sudah hamil aku selama satu bulan. Mulanya aku memang tidak berniat mengikuti jejak kaki ayahku. Namun, jika keadaan memaksa, aku mungkin akan mengikuti jejak kakinya."
Merona kembali wajah Kimberly Phandana. Dengan sebersit senyuman malu-malu, ia membuang pandang ke arah lain. Sean Jauhari sesungguhnya tidak tahan melihat reaksi demikian dari kekasih pujaan hatinya. Namun, karena mereka sedang berada di sekolah, ia meredam dalam-dalam hasratnya untuk mendaratkan satu kecupan mesra ke bibir sang kekasih.
"Aku adalah cewek yang biasa-biasa saja, Sayang… Kau tidak usah cemas… Takkan ada lelaki lain yang akan merebutku dan menjauhkanku darimu," bisik Kimberly Phandana seraya tertunduk tersipu malu, masih dengan rona merah yang menyelimuti kedua belahan pipinya.
"Masih terlalu dini untuk menyimpulkan hal itu, Sayang…" desis Sean Jauhari masih dengan sedikit wajah cemberut.
Keduanya terus berjalan ke depan. Sesekali Kimberly Phandana akan melangkahkan kakinya ke depan sembari sedikit merebahkan kepalanya ke belakang, ke dada sang pangeran pujaan hati yang bidang nan bedegap.
Sementara itu, Maxy Junior dan Natsumi Kyoko sudah menaiki tangga dari lantai dua ke lantai tiga.
"Apa sih hadiah yang kaubelikan untukku, Periku?" tanya sang pangeran tampan dengan kerlingan mata penuh arti.
"It's still secret, Sayang… Tiba pada acara pemilihan nanti, kau akan segera mengetahuinya." Natsumi Kyoko sedikit menundukkan kepala – dengan wajah yang merona malu.
"Gaun Cinderella akan diantar orang galeri itu ke sini pada jam sebelas siang nanti, Periku. Aku sudah memesankan satu yang sesuai dengan ukuranmu," bisik Maxy Junior lemah lembut di belakang telinga sang bidadari cantiknya.
Serasa ada angin segar yang menghipnotis jiwa Natsumi Kyoko yang seolah-olah sedang berada di tengah-tengah padang pasir yang gersang dan tandus. Sembari tersenyum lemah lembut, Natsumi Kyoko berbalik dan kini ia memberanikan diri untuk menatap sang pangeran tampannya lekat-lekat dan mengajukan sebuah pertanyaan,