Maxy Junior berusaha memapah Saddam Demetrio yang berjalan terhuyung-huyung dalam keadaan mabuk, keluar dari sebuah pub di daerah Jakarta Selatan. Sambil berjalan sempoyongan, Saddam Demetrio meracau tiada henti sambil sesekali ia akan menggenggam kedua belahan pipi Maxy Junior dan membelai-belainya.
"Kau minum hanya sedikit tadi, Maxy Junior… Kau sudah berubah, Wahai Sahabatku…" Saddam Demetrio meledak dalam tawa gelinya.
"Dia berubah dalam sekejap, Dam. Dia bahkan tidak mau membalas sentuhan si cewek seksi tadi. Dia hanya membalasnya dengan tatapan dingin dan tanpa ekspresi. Si cewek yang bosan dengan sendirinya pindah ke aku," sahut Verek Felix – juga mabuk dan kini dipapah oleh ajudan pribadinya yang ditelepon oleh Maxy Junior barusan untuk menjemput sang tuan muda pulang ke apartemen.
"Kau selesaikan dia dalam berapa ronde, Ver?" tanya Saddam lagi dalam kondisi sempoyongan.
"Lima ronde…" Verek Felix tertawa geli lagi. Sejurus kemudian dia sudah masuk ke dalam mobil. Mobil dijalankan oleh sang ajudan dan meninggalkan pelataran parkir tersebut.
Thobie Chiawan dan Rodrigo Wisanto sama sekali tidak bisa meracau lagi karena mereka sudah mabuk berat. Sempat mereka menghabiskan berbotol-botol alkohol ketika mereka sedang berpesta liar dengan cewek-cewek yang melayani mereka tadi. Sementara keempat sahabatnya sedang berpatgulipat di dalam ruangan mereka masing-masing, Maxy Junior hanya bisa tetap duduk di tempatnya di luar, sambil memperhatikan orang-orang yang tengah mencari kesenangan sesaat di dalam pub tersebut.
Musik terus menghentak keras. Lampu warna-warni terus berkedap-kedip dari waktu ke waktu. Beberapa perempuan dan gadis muda yang lewat di depan meja Maxy Junior, pasti akan berhenti sejenak hanya untuk terpana dan mengagumi ketampanan dan kesempurnaan Maxy Junior.
"Maxy Junior… Sungguh sulit melihatmu sendirian… Kok tumben kau bisa sendirian hari ini? Ada apa? Apa kau sakit?" tanya seorang gadis, dan terkadang ada beberapa gadis muda yang mendekatinya dan bertanya demikian. Tangan-tangan mereka jahil dan mulai tidak sabar untuk terangkat membelai wajah, leher, dada, dan bahkan bagian selangkangan Maxy Junior.
"Aku memang ingin sendirian malam ini," jawab Maxy Junior singkat.
Tidak terangsang tentu saja munafik karena Maxy Junior adalah seorang lelaki normal. Namun, kadang dia sendiri pun tak bisa memahaminya… Begitu bayangan Natsumi Kyoko berkelebat dalam benak pikirannya, ia akan terbuai dengan sendirinya ke dalam saat-saat manisnya perkenalan mereka dan kebersamaan mereka. Entah apa yang terjadi dengan tubuhnya… Dia menjadi tidak merasa bergairah dengan sekumpulan perempuan-perempuan muda yang jelas diketahuinya hanya ingin menikmati seks dengannya, tidak lebih.
"Really? Sungguh aku tidak percaya dengan kata-kata itu, Maxy Junior… Seorang lelaki yang begitu hebat di ranjang dan sudah terkenal dengan sepak-terjangnya selama ini, mendadak malam ini bisa mengatakan ia menginginkan kesendirian."
Ada beberapa perempuan muda yang tertawa geli begitu mendengar Maxy Junior ingin sendirian malam itu. Tawa beberapa perempuan muda itu mulai membuat Maxy Junior tidak nyaman. Ia menghela napas panjang sebentar. Jika bukan karena ia melihat muka keempat sahabatnya yang sudah berkali-kali mengajaknya ke sini, terus-terang ia mulai malas menginjakkan kakinya ke tempat beginian.
Berbagai tanda tanya meragas benak pikiran Maxy Junior. Apakah memang cinta telah mengubahnya sedrastis itu? Ia sendiri pun tidak tahu jawaban terhadap pertanyaan itu.
Thobie Chiawan dan Rodrigo Wisanto sudah dituntun masuk ke dalam mobil masing-masing oleh ajudan mereka. Begitu Maxy Junior berhasil memasukkan Saddam Demetrio ke dalam mobilnya, dia pun bernapas lega. Ajudan keempat sahabat itu masing-masing menjalankan mobil mereka dan memulangkan mereka ke apartemen mereka masing-masing.
Satu jam pun berlalu… Akhirnya Maxy Junior mengendarai mobilnya sendiri masuk ke basement apartemennya, juga di daerah Jakarta Selatan. Setelah memastikan pintu mobilnya terkunci rapat, ia naik lift ke lantai paling atas bangunan apartemen tersebut. Maxy Junior sedikit tertegun nan terperanjat kaget melihat Natsumi Kyoko, dengan kaus warna merah muda dan celana training warna merah muda juga, berdiri di depan pintu apartemennya.
"Lho…? Kok bisa ke sini, Natsumi?" Maxy Junior melihat arlojinya sesaat. Sudah pukul sebelas lewat – sudah hampir tengah malam. Apa Natsumi tidak bakalan disikat oleh ibunya sekembalinya ia ke rumahnya nanti?
Natsumi Kyoko hanya membisu. Ia memandangi sang pangeran tampan sesaat dengan rona pada kedua belahan pipinya. Kemudian ia membuang pandangannya ke arah lain.
"Sudah berapa lama kau di sini?" Sang pangeran tampan belum pulih sepenuhnya dari kekagetannya.
"Setengah jam ada sih…" Natsumi Kyoko kini menundukkan kepalanya, petanda ia tersipu malu.
"Kau belum percaya sepenuhnya padaku rupanya…" Tampak Maxy Junior sedikit memajukan sepasang bibirnya ke depan dengan sedikit raut wajah masam.
"Tentu saja aku percaya padamu, Sayang," gumam Natsumi Kyoko cepat-cepat mengangkat kepalanya. "Kalau aku tidak percaya padamu, sudah sejak kau berangkat ke pub tadi aku langsung membuntutimu ke sana. Nyatanya, sekarang aku hanya menunggumu pulang kan? Aku takut teman-temanmu itu ingin berusaha membangkitkan jati diri dan kebiasaan lamamu dengan menaruh sesuatu ke dalam minumanmu di saat kau lengah mungkin."
"Dan kau menungguku di sini adalah…"
"Jika sewaktu-waktu kau pulang dalam keadaan tidak sadar, atau di bawah pengaruh obat dan membawa pulang seorang gadis penghibur, aku bisa langsung mengusir gadis penghibur itu." Natsumi Kyoko menyambung pernyataan sang pangeran tampan dengan cepat. Akan tetapi, ia mengatakan hal tersebut sembari sedikit mengarahkan sinar matanya ke bawah.
"Seandainya aku benaran pulang dalam pengaruh obat dan membawa pulang seorang cewek penghibur, kau mengusir cewek penghibur itu… lalu dengan siapa aku akan bisa melampiaskan hasratku yang sudah berada di bawah pengaruh obat ini?" Pertanyaan tersebut sungguh membuat Natsumi Kyoko terkesiap di tempatnya. Sebelumnya ia sungguh tidak pernah berpikir sampai ke sana.