"Biarkan saja mereka, Periku. Lambat laun mereka akan menerima fakta tentang cinta dan kebersamaan kita. Mereka akan bisa menerimanya," bisik sang pangeran tampan dari belakang bahu Natsumi Kyoko. Tangan perlahan terangkat dan melingkar di pinggang Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko menggenggam lembut kedua tangan sang pangeran tampan. Namun sejurus kemudian, raut wajahnya mulai terlihat sedikit bersungut.
"Nanti malam kau mau ke mana dengan orang Thobie, Saddam, Verek, dan Rodrigo?" tanya Natsumi Kyoko dengan sebersit senyuman menantang dan raut wajah yang sedikit cemberut.
"Hah…? Dari mana kau tahu, Periku?" Maxy Junior sedikit terperanjat kaget. Kedua matanya langsung membeliak lebar. Mulai timbul keringat dingin. Sekujur tubuhnya mendadak sedikit bergelugut hebat.
"Tentu saja… Pangeran kesayanganku adalah mantan player kelas wahid di Jakarta ini. Aku akan sangat tergelitik begitu mendengar sedikit saja selentingan mengenai pangeran kesayanganku." Masih tampak raut wajah sang bidadari cantik yang sedikit merengut nan bersungut.
Maxy Junior menelan ludahnya ke dalam tenggorokannya yang serasa tercekat.
"Mau jujur atau kita tidak saling bicara untuk sementara waktu?" ancam Natsumi Kyoko, masih dengan wajah sedikit cemberut.
"Jangan dong, Periku… Kau tidak boleh tidak bicara denganku. Aku bisa gila, Sayang. Kau boleh ikut aku ke pub malam ini barengan mereka. Tapi kau tidak boleh sampai tidak bicara denganku, Sayang. Aku bisa gila…" Dengan gaya sedikit manja, Maxy Junior meraih sang bidadari cantik ke dalam dekapan hangatnya.
Natsumi Kyoko mengulum senyumannya. Dia melepaskan diri sejenak dari dekapan hangat sang pangeran tampan, menggenggam erat kedua belahan pipi sang pangeran tampan dan bertanya,
"Kenapa mendadak ingin ke pub lagi, Sayang?"
"Nanti mereka bilang aku melupakan teman setelah memiliki pacar. Sudah kutolak berkali-kali. Jadi malam ini aku bilang aku ikut mereka deh. Hanya saja, aku bilang pada mereka aku tidak akan berlama-lama di sana…" Maxy Junior tampak sedikit memelas di depan sang bidadari cantiknya.
Natsumi Kyoko mengulum senyumannya. Dia masih menggenggam kedua belahan pipi sang pangeran tampan.
"Aku mempercayaimu, Sayang…" Mendadak saja, Natsumi Kyoko mendaratkan satu ciuman mesra ke bibir sang pangeran yang seksi menggiurkan.
Maxy Junior sedikit terhenyak kaget pada mulanya. Ia seakan tersengat listrik bertegangan tinggi ketika dirasakannya sang bidadari cantiknya bahkan sedikit mengulum nan melumat sepasang bibirnya. Namun, detik-detik berikutnya ia begitu terbuai ke dalam ciuman tersebut.
"Oke deh… Cukup hanya sampai di sana… Ayo kita pulang…" Natsumi Kyoko menghentikan ciumannya sembari tersipu malu dengan rona merah delima yang sudah menyelimuti kedua belahan pipinya.
"Bolehkah aku minta tambah ciuman yang tadi, Periku?" tanya Maxy Junior dengan gaya terpelongo.
"Sebenarnya akan kutambah tadi. Tapi karena kau jadinya ke pub malam ini, aku mengurungkan niatku," tukas Natsumi Kyoko sedikit berseloroh.
Terlihat Maxy Junior mengerucutkan bibirnya dan sedikit memajukan bibirnya ke depan.
"Sudahlah… Aku hanya bercanda tadi. Kau memang pantang dipancing, Maxy Junior…" Natsumi Kyoko melingkarkan lengannya ke lengan sang pangeran tampan dan mereka mulai berjalan beriringan keluar, meninggalkan Sean Jauhari dan Kimberly Phandana yang ternyata juga sedang memadu kasih dalam ruangan perpustakaan tersebut.
"Hah? Jadi malam ini kau ingin aku ikut ke pesta ulang tahun nenekmu?" Kimberly Phandana sedikit membesarkan kedua matanya. Ia mulai gugup.
"Tentu saja… Ayah, Ibu, Nenek dan saudara-saudara sepupuku penasaran ingin bertemu denganmu secara langsung. Selama ini mereka hanya tahu tentangmu dari cerita-ceritaku. Malam ini aku berjanji pada mereka akan mengajakmu. Kau mau kan, Sayang?" Sean Jauhari sedikit bergelayut manja pada bahu dan lengan sang putri pujaan hati.
"Aku jadi gugup… Aku tidak tahu harus memakai baju apa, dan tidak tahu sesampainya di sana aku harus bersikap bagaimana…" Kimberly Phandana tidak bisa mengontrol kegugupannya. Sean Jauhari sedikit geli melihat kegugupan sang kekasih pujaan hati.
Sean Jauhari meremas lembut kedua bahu Kimberly Phandana.
"Bajumu sudah aku persiapkan, Sayang… Sesampainya di sana, kau cukup bersikap seperti biasa saja. Jadilah seperti dirimu sendiri… Karena itulah yang membuatku jatuh hati padamu selama ini." Sean Jauhari menatap sang kekasih pujaan hati dengan sorot mata penuh cinta.
Kimberly Phandana tersenyum lemah lembut. Dalam hatinya, ia bertekad akan melakukan yang terbaik di hadapan keluarga Jauhari malam ini sehingga dia takkan membuat malu sang pangeran tampan yang telah berupaya memperkenalkannya ke keluarga besar Jauhari.
Remiak kegugupan dan asa bahagia mulai berbaur menyelangkupi tudung sanubari Kimberly Phandana.
***
Malam yang tenang… Terlihat Mary Juniar sedang menonton televisi di ruang tamu rumah besarnya. Pandangan mata tertuju ke layar televisi yang sedang menampilkan drama Korea malam itu. Akan tetapi, pikirannya berselarak ke abang angkatnya dan sekretaris OSIS-nya yang sudah terus mengumbar kemesraan mereka ke seantero sekolah selama beberapa hari terakhir ini. Timbul kemarahan yang lama-lama tersulut menjadi api kebencian dalam benak pikiran Mary Juniar Tanuwira.
Martin Jeremy turun dari lantai atas dan sedikit mengerutkan dahinya melihat sang kakak yang sungguh di luar kebiasaan malam ini bisa menonton televisi di ruang tamu di lantai bawah. Biasanya sang kakak akan menghabiskan malam-malam harinya dengan chatting ria dengan teman-temannya. Atau kalau tidak, dia akan berusaha mencari perhatian Bang Maxy Junior mereka dengan berlama-lama di dalam kamarnya, memintanya mengajari beberapa PR, atau mengajak si abang sulung mengobrol tentang topik-topik yang tidak tentu dari A sampai Z.
"Tak usah kau melihatku seperti itu! Jelas kau tahu apa yang sedang kupikirkan saat ini! Apa yang sudah kaukatakan pada Bang Maxy Junior! Apa yang sudah kauceritakan padanya! Kau beritahu dia kan rencanaku untuk mengajaknya makan malam hari itu! Iya kan!" sembur Mary Juniar kepada sang adik bungsu tanpa memberinya ampun lagi.
Dengan santai, Martin Jeremy duduk di sofa panjang di depan kakak perempuannya.
"Ya… Aku hanya memberitahunya malam itu kemungkinan kau akan mengajaknya makan malam di sebuah kafe. Aku tidak memberitahunya yang lain-lain lagi. Apa itu salah?"
"Tidak! Kau tidak pernah salah! Aku yang salah! Aku sejak dulu selalu salah karena mengharapkan abang angkatku akan memiliki perasaan yang sama terhadapku dan akan membalas perasaanku!" sembur Mary Juniar lagi dengan mata yang mulai menyala-nyala.
"Aku hanya memberitahu Bang Maxy Junior kemungkinan besar malam itu kau akan mengajaknya makan malam di luar. Itu saja… Mana tahu aku dia sudah mendengar soal rencana si Shunsuke Suzuki itu yang juga ingin mengajak Natsumi Kyoko makan di sebuah kafe malam itu dan dia langsung mengajakmu ke kafe yang sama. Lagipula, kok malam itu kau tidak menentukan saja kafe pilihanmu sendiri? Biasanya kan kau yang menjadi penentu, Kak Mary Juniar. Biasanya kan Bang Maxy Junior mengiyakan saja kafe-kafe yang kautentukan." Jelas Martin Jeremy berbohong di sini.
"Sudahlah… Aku sudah kehilangan Bang Maxy Junior. Ia sudah murni menjadi milik si Natsumi Kyoko itu. Bahkan di sekolah hari ini mereka sudah terang-terangan menunjukkan kedekatan dan kemesraan mereka. Aku tidak rela! Aku sungguh tidak rela!"
Tampak pandangan mata Mary Juniar yang berkaca-kaca. Martin Jeremy sedikit banyak merasa bersalah karena ia selama ini berdiri di pihak abang sulungnya tanpa sedikit pun berpihak pada kakak perempuannya.
"Lepaskanlah perasaan itu, Kak Mary… Relakanlah Bang Maxy Junior… Kau tahu sejak kecil Bang Maxy Junior hanya melihatmu sebagai adik perempuannya. Sekarang dia sudah bertemu dengan cewek yang benar-benar ia hargai, ia sayangi, dan bahkan bisa dibilang ia cintai. Aku memang tidak pernah jatuh cinta sebelumnya. Namun yang jelas, aku tahu betul perasaan yang sepihak dan tidak berbalas itu sakitnya sungguh tidak terdeskripsikan."
"Tidak perlu sampai giliranmu untuk menasihatiku hal yang berhubungan dengan perasaan, Martin Jeremy. Aku tahu bagaimana caranya menangani perasaan ini dengan baik. Tentu saja aku takkan menyerah semudah itu. Kita lihat saja nanti… Pada saat pemilihan pangeran White Day itu, akulah yang akan menjadi pasangan Bang Maxy Junior, bukan si Natsumi Kyoko itu," desis Mary Juniar dengan sepasang mata yang mendelik tajam.
"Aku menasihatimu karena kau adalah kakak perempuanku. Aku prihatin dengan dirimu yang terus-menerus mengejar burung yang terbang di langit, yang takkan pernah kaudapatkan. Tapi, kalau memang itu yang kauinginkan, kalau memang itu yang bisa membuatmu senang, ya teruskanlah itu…" Martin Jeremy mengangkat tubuhnya. Ia segera berlalu dari ruang tamu tersebut dan naik kembali ke lantai atas.
Mary Juniar melemparkan bantal sofa dengan kesal ke tempat di mana adik bungsunya duduk tadi.
Kelumun kemarahan masih menggelincir di teluk pikiran Mary Juniar malam itu.