Natsumi Kyoko sungguh takjub dan berdecak kagum tatkala disadarinya sang lelaki player itu benaran telah takluk kepadanya. Di sisi lain, ada haru dan bahagia yang mulai bergelitar di beranda pikirannya. Natsumi Kyoko hanya memancarkan senyuman gemasnya melihat tingkah laku sang pangeran tampan.
"Oke deh… Aku pulang dulu, Periku Sayang… Kita akan berjumpa lagi di sekolah besok kan?"
"Tentu saja…"
"Cium dulu dong…" kata Maxy Junior tersenyum simpul kemudian sedikit memajukan sepasang bibirnya ke depan.
Natsumi Kyoko meledak dalam tawa gelinya. Namun, dia tetap melakukan apa yang diminta oleh sang pangeran tampan. Dia mendaratkan sebuah kecupan mesra di pipi sang pangeran tampan.
"Kau yakin itu adalah tempat yang benar?" Maxy Junior sedikit mengerucutkan bibirnya dan wajahnya tampak sedikit bersungut.
"Astaga… Mau di mana baru benar, Maxy Junior?" Natsumi Kyoko menepuk jidatnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Di tempat yang tepat dan yang seharusnya, Periku…" kata Maxy Junior berusaha menggoda sang peri cantiknya lagi. Ia masih memajukan sepasang bibirnya ke depan.
Natsumi Kyoko kini mengecup mesra sepasang bibir Maxy Junior yang seksi menggemaskan. Maxy Junior langsung memancarkan senyuman menawan yang menjadi ciri khasnya.
"Begitu dong, Periku Sayang…" Maxy Junior mengelus kepala Natsumi Kyoko sebentar sebelum ia masuk ke dalam mobilnya. Mesin mobil pun dihidupkan.
"Mimpikan aku malam ini ya…" Maxy Junior masih menampilkan senyuman menawan yang sama.
"Iya… Hati-hati di jalan, Pangeranku…" balas Natsumi Kyoko juga dengan sebersit senyuman lemah lembutnya.
Maxy Junior meledak dalam tawa. Ia kemudian menginjak pedal gas dan mobil segera berlalu meninggalkan halaman rumah Natsumi Kyoko.
Natsumi Kyoko segera masuk ke dalam rumah karena waktu juga sudah menunjukkan pukul setengah sepuluh.
***
"Apa yang terjadi, Bang Shunsuke?" tanya Ciciyo Suzuki merasa sedikit khawatir karena dilihatnya luka memar berwarna biru keunguan di leher abang angkatnya.
"Dasar sialan si Maxy Junior itu! Berani-beraninya dia mencekikku sampai memar begini! Lihat saja pada saat acara pemilihan pangeran White Day nanti! Kupastikan dia takkan bisa mendapatkan Natsumi Kyoko sebagai pasangannya!"
Shunsuke Suzuki terus mengumpat-ngumpat sambil terus memperhatikan luka memar di lehernya di depan cermin.
"Kenapa kau selalu ingin memisahkan Kak Natsumi dari Maxy Junior, Bang Shunsuke? Jelas Kak Natsumi juga memiliki perasaan yang sama terhadap Maxy Junior. Mereka itu saling menyukai, saling mengasihi, atau bahkan bisa dibilang saling mencintai. Biarkanlah mereka bersama dan menikmati kebahagiaan mereka, Bang Shunsuke…" Ciciyo Suzuki menghembuskan napas panjang karena sampai detik itu abang angkatnya masih terus mengejar kakak perempuannya tanpa menyadari bahwa sebenarnya yang dikejarnya itu adalah sesuatu yang tidak pernah ada.
"Aku takkan pernah menyerah dalam mendapatkan Natsumi, Ciciyo. Aku begitu menyayangi Natsumi. Aku begitu mencintainya. Aku takkan rela dia jatuh ke pelukan laki-laki lain, apalagi lelaki player yang seperti si Maxy Junior itu!" Sepasang mata Shunsuke Suzuki tampak mendelik tajam.
"Tidak sadarkah kau Kak Natsumi selama ini hanya menganggapmu sebagai abangnya? Dia tidak memiliki perasaan yang sama terhadapmu, Bang Shunsuke. Bisa nggak sih jangan terus memaksakan perasaanmu terhadapnya!"
"Ciciyo! Sebenarnya kau sedang berdiri di pihak siapa! Kau berdiri di pihakku atau di pihak si Maxy Junior itu!" sergah si abang angkat.
Ciciyo Suzuki menarik napas panjang dan kemudian menghembuskannya lagi.
"Aku berdiri di pihak Kak Natsumi! Jelas Kak Natsumi sama sekali tidak menyukaimu, sama sekali tidak mencintaimu. Kau sedang memaksakan sesuatu yang tidak mungkin, Bang Shunsuke! Sampai kapan kau akan begini terus! Lagipula, ayahmu dan ayah kami bersaudara. Sesungguhnya kita ini adalah saudara sepupu. Tidak diperbolehkan menikah antarsaudara sepupu seperti ini. Ayah & Ibu takkan menyetujuinya apabila mereka mengetahui perasaanmu yang sesungguhnya terhadap Kak Natsumi."
"Aku sama sekali tidak peduli! Aku tidak peduli bahkan jika langit dan surga menentangku sekalipun! Aku sudah memiliki perasaan terhadap Natsumi sejak kami kecil. Aku takkan rela dia jatuh ke pelukan lelaki lain!"
Shunsuke Suzuki berpaling dari cermin besar di kamar mandi. Ia hendak keluar dari kamar mandi ketika mendadak sang adik bungsu mencegat tangan kanannya dan menarik tubuhnya. Tubuh Shunsuke Suzuki berbalik arah lagi dan kini sang adik bungsu mendaratkan satu kecupan mesra ke sepasang bibir Shunsuke Suzuki dan sedikit melumatnya. Mata Shunsuke Suzuki sedikit membeliak lebar. Untuk beberapa detik lamanya, dia hanya berdiri membeku di sana dan tidak tahu mesti berkata dan berbuat apa.
Ciciyo Suzuki melepaskan ciumannya. Dia kini menatap Shunsuke Suzuki dengan sorot mata penuh rindu dan cinta. Setelah sekian lama ia memendam perasaan itu, detik ini akhirnya ia bisa menyatakan dan mengekspresikan perasaannya.
"Jika kau bahkan tidak peduli pada langit dan surga sekalipun, aku juga bisa melakukan hal yang sama. Bahkan, aku bisa tidak peduli pada perasaanmu yang sebenarnya tidak tertuju padaku, Bang Shunsuke. Asalkan kau ada di sampingku, itu sudah cukup. Asalkan aku yang mencintaimu, itu saja sudah cukup."
"Aku… Aku…" Perasaan Shunsuke Suzuki mendadak goyah seketika. Hilang sudah semua emosi dan kemarahannya barusan.
Mendadak Shunsuke Suzuki tidak tahu apa yang mesti dikatakan dan diperbuatnya pada saat itu. Segala macam perasaan berbaur menjadi satu dalam relung sanubarinya. Entah menerima entah menolak, dia tidak bisa menggerakkan tubuhnya sama sekali. Tubuhnya seolah-olah membeku begitu saja dalam pelukan sang adik angkat.
Ciciyo Suzuki memeluk abang angkatnya. Di satu sisi, dia takut abang angkatnya akan terbang menjauh begitu mengetahui perasaannya. Di sisi lain, ia senang sekali karena malam ini, detik ini, akhirnya ia bisa menyatakan dan mengekspresikan perasaannya.
"Bagaimana perasaanmu sekarang? Bisakah aku mendengarnya, Bang Shunsuke?" tanya Ciciyo Suzuki sambil menengadahkan kepalanya menatap si abang angkat yang satu kepala lebih tinggi darinya.
"Aku… Aku tidak tahu apa yang kurasakan sekarang, Ciciyo… Aku menjadi bingung… Mungkin aku butuh waktu untuk memikirkannya."
"Aku akan menunggu, Bang Shunsuke. Aku takkan memaksamu. Aku takkan mendesakmu. Asalkan kau tetap ada di sampingku, dan bahkan jika kau rela menjagaku hanya sebagai seorang abang yang menjaga adiknya, aku bersedia mencintaimu dalam diam."
Ciciyo Suzuki kembali mempererat pelukannya. Sebutir air mata gelingsir di pelupuk mata. Ciciyo Suzuki mulai bersenandika dalam batinnya.
Untuk jawaban 'iya' dari mulutmu, aku bahkan rela menunggu seumur hidup. Bersediakah kau membuang Kak Natsumi dari pikiranmu? Maukah kau menerimaku ke dalam hati dan perasaanmu, Bang Shunsuke?